Hallo, teman-teman. Apa kabar?
Aku republish cerita Zul dulu ya sambil nulis cerita revisiannya Camellia.
Selamat membaca yang belum membaca😘😘
**
"Pak, kenapa lama sekali macetnya? Saya sedang ada janji dengan klien sekarang." Zulaikha, perempuan berusia 24 tahun bertubuh ramping dengan tinggi 170cm itu, menatap gelisah pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri melihat pemandangan di luar sana, kendaraan yang sama jalur belum ada pergerakan sama sekali.
"Terdengar suara sirine ambulans, sepertinya ada kecelakaan di depan sana, Mbak. Makanya macet total begini," balas sopir taksi, tatapannya tetap fokus ke depan.
Zulaikha menggigit bibir bawahnya semakin gelisah. Jika ia tetap bertahan di dalam taksi, maka semakin banyak waktu yang ia buang sia-sia. Sedangkan jarum jam terus berputar setiap detiknya. "Saya turun di sini saja, Pak," putusnya.
"Tapi, Mbak ...." Dengan segera si sopir taksi menoleh ke belakang.
"Tidak apa-apa. Saya sudah telat banget ini, Pak." Zulaikha membuka tas selempangnya, lalu mengambil uang selembar seratus ribuan di dompet. "Kembaliannya buat Bapak saja," ucapnya ketika ia memberikan uang tersebut.
"Alhamdhulilah, terima kasih, Mbak."
Zulaikha mengangguk sambil mengambil tas laptop. Ia mengecek kursi, lantas keluar dari taksi. Ia terdiam sejenak di samping taksi karena kendaraan di sampingnya mulai berjalan meskipun lambat.
Saat akan melangkah, Zulaikha berjengit kala para pengendara membunyikan klakson tidak sabaran. Suaranya begitu memekakkan telinga menghasilkan getaran pada dadanya. Ditambah lagi cuaca panas dengan terik mentari yang menyengat bak di atas ubun-ubun, Zulaikha kegerahan. Ia mendesah lelah.
"Sial sekali hari ini. Terjebak macet, telat bertemu klien, dan klien ini agak rewel lagi. Matilah aku!" rutuk Zulaikha sambil melangkah menuju trotoar. Satu tangannya direntangkan ke samping, saat melewati sela-sela kendaraan.
Dipantaunya jalanan tersebut, kemacetan lalu lintas begitu panjang. Zulaikha kebingungan harus dengan cara apa sampai ke kafe. Tidak mungkin berjalan kaki, bisa jadi nanti sore atau malam ia baru sampai.
Masih berdiri di tepi trotoar sambil memikirkan jalan keluar, Zulaikha mengembangkan senyum semringah ketika melihat Abang Ojol menuju ke arahnya. Tanpa berpikir dua kali, ia mengangkat tangan memberi tanda ingin menumpang.
"Mau ke mana, Mbak?" tanya Abang Ojol tersebut yang sudah berhenti di samping Zulaikha.
"Star Caffe, Mas. Tapi, bisa cepat tidak? Masalahnya saya sudah telat untuk bertemu klien."
"Bisa, Mbak. Saya akan lewat jalan dalam."
Zulaikha mengucapkan terima kasih, lalu duduk di jok belakang. Tangannya terulur saat menerima helm yang disodorkan Abang Ojol, lantas memakainya. Harus menunggu sabar lagi karena Abang Ojol masih mencari celah jalan keluar dari sela-sela kendaraan lain, akhirnya ia bisa bernapas lega setelah berhasil keluar dari kemacetan.
Kini Abang Ojol mulai ngebut mengendarai motornya. Melewati jalan dalam yang banyak kelokan, Zulaikha serasa jantungan dibuatnya. Dalam hati perempuan itu terus merapalkan doa agar sampai di tempat tujuan dengan keadaan selamat. Setelah dua puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di kafe tujuan. Tubuh Zulaikha melunglai, kaki agak gemetar saat ia turun dari motor. Mengambil uang dari tas selempang dan membayar ongkos, Zulaikha segera berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...