Pergi 🏃

1.7K 111 18
                                    

Perbedaan tak seharusnya membuatmu berpisah, karena seharusnya perbedaan menyadarkanmu bahwa kamu dan dia saling membutuhkan.

🌹

Pagi ini aku sudah rapih dengan kebaya yang diberikan umi tadi, dan sekarang saatnya bertemu dengan Ning Fauziah!

Pasti wajahnya sangat cantik! Penasaran juga aku. Perlahan kubuka pintu kamarnya, ternyata ia masih dirias oleh mbak-mbak tadi.

Aku duduk ditepian ranjang sambil melihat betapa lincahnya tangan mbak perias ini. "Awas matanya ketusuk, mbak. Kasian kakak saya, nanti ia kesakitan"

Mbak perias itu tersenyum "Tidak akan lah Ning! Saya juga punya perasaan"

"Hehe becanda, mbak. Eh iya Ning, umi mana?" Tanyaku sekalian basa-basi gitu.

"Jangan diajak ngobrol Ning Fauziah nya!" Sahut mbak prias.

"Kenapa?" Tanyaku polos, tapi aku benar-benar tidak tahu.

"Tidak apa-apa"

Terus kalo tidak apa-apa kenapa melarang? Kan aneh. Ah lama-lama berdiam disini bisa jadi patung aku. Mendingan keluar, cari udara segar.

"Mbak-mbak yang cantik-cantik, key keluar ya." Kataku yang langsung disetujui oleh mbak prias. Mungkin ia mikir untuk apa aku ada disini jika hanya mengganggu.

"Key! Key! Tunggu" panggil seseorang saat aku menuruni anak tangga, kulihat kebelang ternyata mas Fahri.

"Ada apa?"

"Gak papa" katanya sambil berjalan lebih dulu. Apaan coba GJ banget. Punya kakak sepuluh aja yang modelnya kayak mas fahri, pasti tiap hari aku dibikin puding, eh bukannya itu makanan? Oh pusing maksudku. Satu aja udah kayak gini gimana sepuluh coba, hadeuhh.

"why stunned" Lagi-lagi suara itu, huh menyebalkan.

"Tidak ada!"

"soon the show is about to start, let's see"

"Emang pengantin laki-laki nya sudah datang"

Ia mengangguk "Yes, So don't keep dreaming"

"Idih siapa yang melamun, yasudah ayo" aku dan kak hafidz berjalan beriringan menuju aula, ternyata benar semua orang sudah kumpul disini.

Aku dan kak hafidz duduk di dekat para tamu undangan. Tamunya lumayan banyak! Saudara ayah dan umi juga sudah pada kumpul.

Kulihat kearah depan. Ah ia laki-laki itu kini sudah menjabat tangan ayah untuk mengucapkan janji suci, mungkin jika janji itu diatas namakan namaku aku akan menjadi orang terbahagia hari ini.

"Sudah siap, nak Fariz" tanya sang penghulu dan langsung mendapat anggukan darinya. "Monggo dimulai, kyai"

"Bismillahirrahmanirrahim, Yaaa Muhammad Fariz Abimanyu Ibnu Abdillah, ankahtuka wazawajtuka mahbubataka Fauziah Nur Jannah bintu Ahmad Dahlan Al-Harist bimahri mushafil Qur'an wa alatis sholati jalan" ucap Ayah.

Kudengar helaan nafas ustadz Fariz "Qobiltu nikahahaa wa tazwiijaha bimahri madz-kuur haalan" Ucap Ustadz Fariz.

"Sahh sahh"

"Sahh"

"Alhamdulillah"

Kulihat Ning Fauziah yang sedang menuruni anak tangga dan diampit oleh ummi dan Mbak Sarah. Sangat terlihat dari binar matanya bahwa ia sedang bahagia, namun berbeda dengan ustadz Fariz. Sehabis mengucapkan janji suci ia malah terlihat prustasi. Oh Allah harusnya ia bahagia bukan?.

Cinta Dalam Ikhlas [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang