Keyla POV
"Dek, ning boleh minta tolong gak," imbuh ning Haura diambang pintu kamar mandi hotel.
Aku yang tadinya sibuk dengan handphonen, akhirnya melirik ning Haura sejenak. "Ada apa ning?"
"Eumm, ning datang tamu bulanan. Kamu bisa tolong belikan pembalut?" Katanya sedikit ragu.
"Oh itu, baiklah. Kalo gitu key keluar sebentar ya," izinku sambil beranjak pergi.
"Iya, hati-hati."
Saat menaiki lift, aku hanya sibuk bermain handphone tanpa mempedulikan keadaan sekitar! Ntahlah, rasanya aku kangen dengan benda ini, sudah hampir tiga bulan ia dipegang mas Fahri.
Tak menguras waktu lama, aku sudah membeli barang yang dibutuhkan ning haura. Dan saat aku hendak masuk kedalam hotel, langkahku terhenti ketika melihat bapak-bapak paruh baya yang tengah duduk di pinggir trotoar dan di sampingnya ada gerobak bakso.
Aku pun menghampiri dan membeli bakso yang dijualnya, kelihatannya ia sangat bahagia ketika aku mengatakan bahwa aku akan membeli bakso yang dijualnya.
Sambil menunggu bakso yang disajikan bapak tadi, aku kembali bermain handphone. Tak lama terdengar seorang pria yang memesan bakso juga, lelaki itu meminta izin untuk duduk di depanku, pasalnya disini hanya ada dua kursi dan satu meja bundar.
Tak lama bapak tadi memanggilku dan menanyakan apakah aku mau pake sayur, sebagai rasa sopan aku melirik bapak itu dan menjawabnya. Setelah itu kuberanikan diri untuk melihat pria yang tengah duduk didepanku.
Awalnya aku tersenyum, namun seketika senyuman itu pudar. Pandangan kami beberapa detik terkunci, namun saat otak normalku kembali aku memutuskan kontak mata itu.
Kenapa harus dia? Kenapa harus dia yang berada disini. Oh Allah, jauhkanlah dia dari kehidupanku! Aku tak mau mencintai orang yang tak seharusnya kucinta, aku tak mau!!
"Sendiri?" Sapanya memulai obrolan.
"Nggeh, Gus. Kalo Gus-nya?" Aduh Keyla pertanyaan apa itu, bodoh sekali, udah jelas-jelas dia sendiri ngapain nanya pula.
"Saya juga sendiri, tapi berhubung ada kamu jadinya berdua," jawabnnya diakhiri senyuman.
Senyuman itu? Ya, senyuman yang jarang ia perlihatkan pada orang-orang, dan yang bisa melihat itu hanya orang terdekat. Tunggu, orang terdekat? Apakah aku salah satu orang terdekatnya, pasalnya baru saja ia memberi senyuman manisnya padaku.
"Ini neng, mas. Monggo di lahap," kata si bapak sambil menyodorkan dua mangkuk bakso.
"Iya pak, makasih," jawab Gus Bizar sopan.
Hening!!
Yang terdengar hanya dentingan sendok, sungguh demi apapun aku tak suka kesunyian apalagi kesepian. Mau mulai obrolan pun tak ada yang perlu dibahas, lagi pula aku gengsi kalo harus memulai obrolan terlebih dahulu.
Ting
Kulihat handphone yang tergeletak di sampingku, dan aku membaca notip pesan tanpa menyentuhnya
Ning Haura
Dek, kmu dmna? Ning udh nunggu nih sedari tadi😑Ya Allah, aku lupa!! Segera ku sambar tas selempang yang kusimpan diatas meja bersama dengan keresek yang isinya kebutuhan ning Haura. Saat aku hendak berdiri dan akan menghampiri bapak penjual bakso, aku malah menabrak bapak itu. Sehingga air yang dibawanya tumpah mengenai bajuku, mana panas lagi.
"Ya Allah, neng. Maaf-maaf bapak gak sengaja," imbuhnya penuh sesal.
"Gak papa, kok. Oiya ini buat bayar bakso tadi pak, kembaliannya ambil aja," jawabku dengan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Ikhlas [TERBIT] ✓
Ficção GeralCinta ini bukan hanya tentang obsesi semata, namun juga tentang bagaimana mana kita menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Karna sejatinya manusia harus bisa, berani mencinta berani melepas. LA TAHZAN INNALLAHA MA'ANA.