Khitbah Kak Ry😘

1.5K 118 61
                                    

Sebulan terlah berlalu, hari-hari seakan begitu cepat meninggalkan kenangan dan harapan. Sekarang disinilah Keyla berdiri, dirumah tempatnya dibesarkan oleh kedua orang tuanya.

Kemaren sore ia baru saja sampai di Madura. Ia kembali pulang dengan membawa kabar gembira bahwa ia sudah lulus MA, yang mana sebentar lagi ia akan menginjak bangku perkuliahan.

Keyla pulang seorang diri dengan mengendarai mobil merah kesayangannya yang sudah lama tak ia pakai. Ia akan kembali ke Blitar satu bulan lagi, tepat saat acara wisuda nanti, itupun bertepatan dengan akad nikah Haura, lantas bagaimana ia bisa membagi waktu? Cukup sulit memang.

"Key, ayah mau bicara boleh."

Gadis itu menoleh kerah samping, dimana disana terdapat seorang pria paruh baya. "Silahkan, yah."

Harist mengusap jilbab yang dikenakan putrinya. "Sekarang putri ayah sudah dewasa, pasti sudah mengenal yang namanya cinta. Betul gak?"

Keyla mengulum senyum menahan malu. "Kenapa ayah bertanya seperti itu? Key malu."

Harist terkekeh. "Gak usah malu nak, ini ayahmu, tempat untuk memikul berat derita yang kamu alami. Sebentar lagi Haura akan menikah, apa kamu tidak ingin menyusulnya?"

"Nyusul? Rasanya Key masih terlalu dini jika harus berumah tangga. Lagian Key ingin menuntaskan kuliah dulu yah, baru menikah."

"Kuliah lalu menikah? Menikah lalu kuliah juga bisa bukan?"

"Memang ayah pengen liat Key cepet-cepet nikah? Terus minggat dari rumah ini, gitu?" Harist menggeleng. "Yah, jikapun Key nikah, mau nikah sama siapa? Sama patung? Nggak mungkin 'kan. Key gak punya calon yah, terus hati Key juga gak ada yang menguhuninya."

"Kata siapa kamu gak ada calon, buktinya tiga minggu lalu ada yang datang kerumah dengan niat mengkhitbahmu."

Gadis itu memandang Harist, netranya mencari kebohongan disana, namun hasilnya nihil. Sepertinya Harist berkata jujur. "Serius yah?" Harist mengangguk yakin. "Siapa?"

"Nanti malam orangnya akan kembali datang kesini, bersama pamannya. Ia akan menanyakan jawabannya langsung padamu, jikalau kamu menerimanya maka nanti malam juga kami akan menentukan kapan hari akadnya."

"Ini sudah sore, kamu bersih-bersih sana. Masa iya mau didatangi bujang masih kumel," kata Harist diakhiri kekehan.

Keyla memasang wajah masam. "Ish ayah. Gini-gini juga Keyla banyak yang suka," jawabnya tak mau kalah.

Hati gadis itu mulai bergemuruh tak jelas, ada rasa kecewa disana, namun ia tak memperlihatkannya pada Harist. Biarlah semua berjalan dengan skenarionya.

Menikah. Satu kata itulah yang kini berada dalam otaknya. Jika ia nikah diusia dini, apa yang harus ia lakukan? Masak? Cuci baju? Beresin rumah? Melayani suami? Dan mengurus anak? Ah berbicara soal anak gadis itu merasa malu. Gimana jadinya seorang Keyla Nadyra menjadi ibu?

Lantas siapa pria yang berani mendatangi rumahnya dan meminta dirinya pada Harist dengan langsung? Hebat sekali pria itu, pikirnya.

Setelah meminta izin pada Harist, ia beranjak pergi menuju kamarnya. Dibantingnya tubuh itu pada ranjang, netranya menatap langit-langit kamar.

"Diusiaku yang baru 18 tahun ini akan menikah dengan pria yang sama sekali tak kunali siapa. Lantas apa jadinya rumah tanggaku nanti?"

Perlahan gadis itu memejamkan mata, rasanya lelah sekali menghadapi lika-liku kehidupan ini. Ingin rasanya ia terbang kelangit ke-7 untuk memanjakan tubuhnya disana, yha walau hanya sejam.

"Jika aku menerima semua ini, apa ayah dan ummi akan bahagia?" Lirihnya sebelum ia benar-benar tertidur.

***

Cinta Dalam Ikhlas [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang