Happy reading, enjoy!
Lima belas menit berlalu dan Jisoo terlihat sudah menyelesaikan ketikannya. Ya, itu salah satu dari banyaknya keahlian yang dia punya. Aku bahkan baru menyelesaikan setengah nya.
"Sudah dikirim ke email bapak?" Tanya Irene pada adiknya.
"Sudah"jawab Jisoo
"Kau sudah sampai mana?" Kini giliran Irene bertanya padaku.
"Masih banyak. Mungkin aku akan terlambat masuk kelas. Ini sudah hampir jam 9. Kalau kau bagaimana?"
"Sama. Keyboard nya sudah lumayan keras. Tanganku sampai sakit. Untung kita tidak disuruh ngetik di mesin ketik. Bisa patah semua jariku" keluh Irene
"Sudah lanjutkan saja. Liat itu adikmu, dia pasti sedang mencoba mengotak-atik komputer lama didepannya." Ucapku sambil menunjuk Jisoo yang sudah bergonta-ganti tempat duduk untuk mencoba semua komputer yang ada disini.
Rasa ingin tau yang tinggi membuat otak Jisoo juga memiliki kualitas yang bagus. Dia bahkan sudah banyak menyumbangkan piala untuk sekolah.
Dan entah apa keahlianku. Seperti nya aku dilahirkan dengan begitu hambar. Tidak ada yang sesuatu yang bisa aku banggakan.
"Hei-hei. Aku bisa membuka komputer ini. Padahal tadi hanya beberapa komputer saja yang bisa dinyalakan kan? Lihatlah" seru Jisoo
Aku dan Irene sontak mendongak, karena posisi kami yang berada di baris belakang. Dan benar saja, 15 komputer yang awalnya mati kini tengah menyala.
"Sudah matikan lagi. Tidak ada gunanya kau menyalakan itu. Sekolah sudah punya ratusan komputer terbaru." Jawab Irene.
"Tapi daripada dibiarkan mending--"
"Matikan Jisoo. Kau tidak mendengar ucapanku?" Ujar Irene dengan sedikit meninggikan suaranya.
"Baiklah" sungut Jisoo
Aku hanya menatap sekilas perdebatan mereka berdua. Entahlah, terkadang Irene memang bertingkah seperti itu. Mungkin dia berusaha untuk membatasi segala apa yang dilakukan Jisoo. Anak itu, selalu tidak pernah mengenal batasan jika sedang mempelajari sesuatu.
"Dahyun!"
"Astaga!"
Aku memegang dadaku kuat saat tiba-tiba saja ada siswa laki-laki berseru di depan pintu memanggil namaku.
Namaku kan? Kim Dahyun. Orang-orang memanggilku Dahyun. Dan aku termasuk siswi populer di sekolah ini. Percaya diri? Tentu saja tidak. Aku hanya melihat dari apa yang murid lainnya lakukan setiap kali melihatku.
"Ada apa?" Tanyaku saat orang itu berjalan mendekat
"Kau dipanggil pak Leeteuk. Jam 9 nanti temui dia di ruangan nya"
Aku mengerut heran. Untuk apa Wakil Kepala Sekolah memanggilku? Apa aku melakukan kesalahan?
"Tidak bisa. Bilang pada si botak itu, Dahyun sedang sibuk" malah Irene yang menjawab
"Memang nya aku sedang bicara denganmu?"
"Sudah pergi saja, Mingyu. Dahyun sedang sibuk. Dia tidak akan menemui ayahmu" kesal Irene
"Dia bukan ayahku. Enak saja" protes Mingyu
"Tapi dia mirip denganmu"
"Ya beda lah. Aku lebih tampan"
"Sudah kak. Cepat lanjutkan tugas kalian. Aku sudah merasa bosan berada disini" keluh Jisoo
Hingga beberapa menit kemudian, kami bertiga keluar dari lab komputer. Mataku mengerjap, heran melihat Mingyu tengah duduk di bangku depan lab. Wajahnya masam, bertambah kecut saat melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY UNIVERSE
Fanfiction"Itu hakmu. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku sudah terlanjur mencintaimu" Dahyun "Terdengar lucu. Mengingat dulu kau sangat membenciku" Mingyu