∆[33]∆

231 61 26
                                    

Happy reading, enjoy!

Katanya, titik tertinggi dalam mencintai adalah melepasnya pergi. Aku menelan mentah-mentah kalimat itu. Menyadarkan diriku kalau selama ini aku telah berpijak pada semesta yang salah.

Semesta yang tidak hanya berputar untukku, semesta yang tidak pernah tulus menghidupiku.

Aku mengusap airmataku yang tak kunjung mengering. Kalau diingat lagi, kejadian tadi sungguh memalukan sekali. Kenapa aku harus pergi dari sana? Bukankah itu pertunjukan yang menarik? Belum tentu aku menangis sesenggukan seperti ini, Mingyu akan mengerti. Belum tentu juga, dia menyadari jika aku terluka karenanya.

Heih. Kenapa tiba-tiba aku merasa jika sudah sia-sia mengeluarkan airmata?

Mingyu benar. Kami masih muda. Usia kami baru tujuh belas tahun. Aku menjadi paham mengapa selama ini Irene atau Jisoo lebih memilih untuk tidak jatuh cinta lagi. Mereka pemikir terbaik, pasti hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang percuma bagi mereka.

Tapi terlepas dari itu semua, nyatanya aku sudah melangkah lebih jauh dari mereka. Nyatanya, Ibu dan Krystal justru sudah mengikatku dengan Suho dan berharap banyak akan pertunangan itu.

Bukankah itu hal yang harus lebih dipikirkan daripada ini? Daripada kesedihan yang hanya dirasakan oleh diriku sendiri?

"Kau tidak apa-apa?"

Sebuah sapu tangan berwarna biru tua terjulur didepanku. Aku segera mendongak dan melihat Suho berdiri dengan manik hitamnya yang terus menatapku.

"Mau apa kau kesini? Pergilah" sinisku.

Suho bergerak kikuk, dia mengusap tengkuknya sekilas lalu tersenyum canggung. "Aku melihatmu buru-buru keluar dari bangku penonton. Uhm, aku juga melihat kau menangis. Jadi aku mengikutimu" katanya.

Dadaku terasa sesak. Bukan karena mendengar alasan Suho berada disini. Melainkan karena adanya dia disini, aku harus menahan air mataku untuk tidak keluar lagi. Rasanya kurang etis jika aku harus menangis didepannya.

Akupun menyambar sapu tangan itu dengan harapan agar dia juga lekas pergi. Tapi dugaanku salah, si mantan ketus OSIS itu justru duduk disebelahku.

"Kau tau?" Suara Suho terdengar setelah beberapa menit kami hanya saling diam. "Kita masih terlalu muda untuk menangisi soal cinta"

Benar. Itu yang sempat aku pikirkan tadi, kan? Tapi mengingat siapa yang memperjelas nya lagi, aku jadi ragu dengan pikiran itu. Lihatlah si Kim Suho ini. Bukankah dia juga patah hati sewaktu Sana memutuskannya? Belakangan ini aku dengar, dia pernah beberapa kali menemui Sana dirumahnya. Tapi sepertinya gadis itu memang sudah tidak tertarik lagi padanya.

Sadboy yang malang. Ditambah lagi dengan pertunangan dadakan kami, dia pasti sangat tertekan.

"Terlalu aneh jika aku membicarakan hal ini denganmu. Kau tidak lupa dengan masa lalu, kan?"

Sialan. Apa dia berniat mempermalukan diriku, hah?! Membahas masa lalu saat aku mengejar nya, begitu? Tidak lagi. Sekarang bahkan tidak ada secuil pun rasa cinta untuknya.

"Aku juga tidak lupa. Begitu gigihnya kau saat itu hingga aku berpikir, tidak ada gadis paling bodoh didunia ini selain dirimu." Katanya lagi.

MY UNIVERSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang