∆[34]∆

344 66 61
                                    

Happy reading, enjoy!

Aku menutup wajahku dengan bantal, entah sudah keberapa kali hal ini aku lakukan. Juga entah sudah keberapa kali, pintu kamarku diketuk dari luar. Tapi aku tidak peduli, sungguh tidak ingin mendengar apapun dulu dari mereka.


Tidak Ibu, Hyunjin, tidak juga Krystal.


Ini sudah hari kedua setelah kepulanganku dari San Fransisco untuk menghadiri pemakaman Ayah, aku mengurung diri dikamar.

Wajah kehilangan Ibu, wajah kesedihan Hyunjin dan rongga besar yang ada di dadaku benar-benar sesuatu yang tidak bisa kuhilangkan. Bahkan dengan cara menutup wajah seperti ini. Bahkan dengan cara mengancam bunuh diri jika ada yang berani mendobrak pintu kamarku.

Bayangan-bayangan duka cita itu sungguh meruntuhkan semua rasa percaya diri serta semangat untuk hidup lebih baik lagi.

Dan lebih parahnya lagi, aku yang menyebabkan kematian ayah. Meski secara tidak langsung. Istri ayah mengatakan setelah pertemuan itu, ayah menjadi pemurung. Berkali-kali wanita itu mencoba menghibur ayah yang terus menyalahkan dirinya sendiri.

Dan fakta lain yang baru aku ketahui adalah, ayah selalu menelpon Ibu atau Krystal untuk menanyakan tentang kabarku. Aku tidak tau. Mereka sama sekali tidak memberitahu tentang ayah yang merasa bersalah padaku.

Aku tidak menyalahkan keduanya. Mungkin mereka berpikir jika aku tidak akan mau bicara dengan ayah lagi. Mengingat setelah bertemu dengannya, aku langsung jatuh sakit.

And, He did. Committed suicide.

Ayah nekad meminum obat tidur dengan dosis tinggi. Dia memilih menjadi pecundang lagi. Meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. Tidakkah dia memikirkan tentang masa depan keluarganya? Apalagi bocah tak bersalah itu. Bukankah nasibnya lebih buruk daripada diriku?

Selama berbincang dengan istri ayah, aku terus meminta maaf padanya. Bagaimanapun, ini salahku. Seharusnya aku tidak sekasar itu padanya. Belakangan aku baru menyadari, mungkin berat bagi ayah meninggalkan aku dan Hyunjin. Mungkin dia juga memiliki keputusan yang sulit dimana dia tidak mungkin tetap tinggal bersama Ibu disaat hatinya sudah berpindah ke yang lain.

Ini salahku.

Aku terlalu cepat menyimpulkan keadaan. Pun, terlalu tidak mau berusaha memahami perasaan orang lain.

Dan soal istri baru ayah, dia bukan wanita kejam yang selama ini kubayangkan. Bukan seperti orang ketiga yang memiliki peran dengan pemikiran jahat atau tipu muslihat sehingga ayah bisa terjerat dalam pesonanya. Dia wanita yang baik, cantik juga ramah. Sesampainya kami disana, dia malah menyambut dengan senyum hangatnya. Memilih memeluk diriku ketimbang menampar wajahku yang telah membuat dia berstatus janda sebegini cepatnya.

Aku melenguh merasakan kepalaku berdenyut nyeri. Memikirkan apa saja yang telah aku lakukan, membuat rasa bersalahku semakin besar. Aku sibuk menangisi kehidupanku padahal diwaktu yang sama, aku juga membuat tangisan dikehidupan orang lain.

Jam menunjuk angka 1 tengah malam saat aku menyingkap selimut bermaksud untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya kepalaku berat, mungkin karena efek perutku yang belum diisi apapun sejak dua hari yang lalu. Tapi meskipun begitu, aku sama sekali tidak merasa lapar.

MY UNIVERSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang