∆[27]∆

257 73 36
                                    

Happy reading, enjoy!

Aku merasakan pusing yang tak terkira, apalagi entah mengapa, mataku terasa berat untuk dibuka. Ingin rasanya kembali tidur, namun sesuatu yang memberatkan lengan membuatku ingin segera membuka mata.

Hamparan putih langsung menubruk indera penglihatanku. Pun dengan aroma yang cukup familiar bagiku. Aku tidak suka aroma seperti ini, sungguh.

Aku menunduk untuk melihat sesuatu yang menindih lengan kiriku yang ternyata sebuah kepala dengan rambut coklat legam. Aku tersenyum simpul, paham benar siapa seseorang yang kini juga tengah menggenggam tanganku.

"Ibu" Lirihku sembari sedikit menggerakkan tanganku.

Ya Tuhan.... Tubuhku rasanya pegal semua. Seperti telah melakukan lari maraton tanpa henti selama seminggu penuh.

"Dahyun. Syukurlah sayang, kau sudah bangun" pekik Ibu yang langsung memelukku sangat erat.

"Bagaimana Ibu bisa disini?" Tanyaku dengan suara lemah.

Sungguh, aku terkejut melihat keberadaan Ibu disini. Bukankah terakhir kali aku... ah, aku tidak mau mengingatnya. Tidak ingin mengenang bagaimana sikap Ayah yang bahkan tidak berniat mencegahku pergi. Bagaimana Haru membawaku kesebuah tempat yang disana, aku kembali menumpahkan segala rasa sakit hingga tak bersisa.

Tak bersisa? Mungkinkah?

"Ibu menelponmu seharian dan kau sama sekali tidak mengangkat nya. Hingga tiba-tiba asistenmu itu yang menghubungi Ibu kalau kau pingsan. Bagaimana? Apa ayahmu mengatakan sesuatu yang buruk? Tolong maafkan Ibu. Seharusnya Ibuㅡ"

Aku segera menarik tubuh Ibu untuk kembali aku peluk. Rasanya sakit sekali melihat Ibu yang merasa bersalah untuk segala kesalahan yang tidak dia lakukan.

"Kau sampai tidak sadarkan diri selama tiga hari. Apa begitu sakit? Kau sangat sedih?" Gumam Ibu.

Benarkah sampai 3 hari? Ah, aku ingat. Saat sebelum datang kerumah ayah, lebih tepatnya setelah bertemu dengan Paman Yunho, aku memang belum mengisi perutku. Tidak makan dan bahkan tidak meneguk air sedikitpun.

Ibu kembali duduk ditepi ranjang. Aku menatapnya lekat, berusaha tidak mengungkit kejadian itu.

Sudah cukup. Mulai detik ini, aku harus segera melupakan sosoknya. Sudah cukup pula, aku tidak ingin mengetahui rahasia apapun yang mungkin saja tersebar luas disekitarku. Kumohon, biarkan aku menjadi sosok Dahyun yang dulu. Yang bahkan tidak mengingat siapa nama teman-teman sekelasku sendiri.

"Dimana Hyunjin? Aku sangat merindukannya"

"Dia sedang pergi bersama Minho. Hah, kau tau bagaimana sikap Hyunjin pada orang baru bukan?"

Aku mengangguk. Tentu saja, si social butterfly seperti Hyunjin pasti sedang tebar pesona. Apalagi Minho itu seorang laki-laki yang notabene nya sama seperti dirinya. Aku jadi ingat, dulu sewaktu Jongin pertama kali kerumah, Hyunjin juga seperti itu padanya. Bersikap manja dan merepotkan.

Hei, tidak hanya pada Jongin. Adikku itu bahkan sering sekali mengganggu Mingyu. Pergi seharian dengan motor besarnya itu dan selalu pulang dalam keadaan berantakan. Apalagi yang diharapkan dari sosok Hyunjin? Dia itu si kecil yang aktif. Lihat anak kompleks sebelah sedang bermain bola, dia dengan muka tebal ikut bergabung dengan mereka.

MY UNIVERSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang