Mobil sport berwarna merah itu berhenti tepat di depan sebuah klub, Evelyn segera turun dari mobilnya masih mengenakan pakaian pestanya. Melihat kedatangannya, dua penjaga pintu masuk segera menyambutnya dengan tundukan hormat yang hanya diabaikan oleh Evelyn.
Wanita itu melangkah masuk ke dalam klub yang ramai seraya menghindari para pemabuk dan pria mata keranjang, dengan kaki jenjangnya dia akhirnya sampai di depan meja barista dan duduk dengan tenang.
"Oi Boss, pestanya sudah selesai? Bagaimana, apakah semuanya berjalan dengan lancar?" Pertanyaan tiba-tiba itu datang sesaat setelah Evelyn mendudukan dirinya di depan meja bartender.
Mendengar suara seseoranh yang dia kenal, ekspresi jengkel segera terlihat pada wajah cantik wamita itu. "Tutup mulut baumu."
"Astaga, ucapan yang manis Boss." Balas bartender tidak terganggu dengan hinaan Evelyn seraya memberikan segelas alkohol yang telah diraciknya di hadapan wanita itu.
Tanpa ragu Evelyn langsung menegak habis alkohol itu seraya mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling klub yang sangat ramai. Terkadang melihat hiruk pikuk para penikmat dunia malam menjadi hal yang cukup menyenangkan bagi Evelyn.
Mengamati setiap orang yang turun ke lantai dansa, Evelyn segera mendapati berbagai pemandanhan. Ada yang menari dengan bahagia, ada yang bercumbu, beradu mulut dan saling melempar canda, bahkan ada juga yang tengah terlibat perkelahian sebelum para penjaga klub datang dan melerai mereka.
Menarik dan menggelikan.
"Kau di sini, Eve." Suara seorang pria terdengar berteriak berusaha mengalahkan kerasnya suara musik yang terus berputar.
Namun sapaan itu hanya ditanggapi dengan isyarat tangan oleh Evelyn yang masih sibuk menatap sekitar klub.
"Ada apa dengan bahumu?" Tanya pria itu tampak sedikit terkejut dan tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya saat memperhatikan memar di bahu telanjang wanita itu seraya menyentuh lembut bahu Evelyn.
"Anjing gila sedang mengonggong." Balas Evelyn dengan acuh, seolah luka yang mereka bahas bukanlah lukanya.
"Ini harus diobati Evelyn." Ucap pria itu seraya memutar kursi Evelyn agar wanita itu menghadapnya. Karena jika tidak, Evelyn akan benar-benar menggabaikan luka pada tubuhnya.
"Berhenti bersikap berlebihan Andrew. Ini bukan masalah besar. Minggir, aku ingin melihat hiburanku." Ujar Evelyn seraya mendorong Andrew kesamping dan pria itu bergeser sedikit.
Andrew mengernyitkan dahinya dengan tidak puas, menatap fitur samping Evelyn yang tidak berekspresi sebelum menarik lengan wanita itu dengan paksa. Meskipun begitu, pria itu tidak mempererat tarikannya pada lengan Evelyn, seolah dia telah mengontrol kekuatannya untuk tidak menyakiti wanita itu.
Alih-alih memberontak, Evelyn terlihat pasrah saat langkah mereka dengan cepat menjauh dari kerumunan dan menuju ke lantai atas klub dimana terdapat pintu-pintu yang dibuat sebagai sebuah ruangan.
Karena langkahnya yang cepat dan tidak sabar, Andrew bahkan hampir saja menabrak seorang pria yang tengah berjalan di lorong yang sama. Beruntung pria itu segera menghindar dan hanya menatap Andrew dan Evelyn dengan tatapan bingung sebelum kembali masuk ke dalam ruangan pribadi, dimana teman-temannya berkumpul.
Tanpa terganggu, Evelyn dan Andrew akhirnya memasuki ruangan yang terlihat sangat jauh berbeda dengan lantai pertama yang begitu berisik. Ruangan itu terlihat begitu tenang dengan nuansa dan perabotan yang tidak banyak, ini merupakan ruangan kerja Andrew, sekaligus tempat untuknya beristirahat.
Karena itulah ruangannya dibuat kedap suara.
Sangat tenang dan sangat menggambarkan seorang Andrew Hill yang selalu begitu tenang, kecuali hal-hal yang menyangkut Evelyn Allura Geraldo.
Andrew mendudukan Evelyn pada sofa yang ada di dalam ruangan itu sebelum melangkah ke arah laci, dimana saat terbuka terlihat berbagai macam obat-obatan.
Mengambil beberapa hal, Andrew segera berbalik dan duduk tepat di depan Evelyn. Dia mengeluarkan botol kecil berisi cairan dan mengoleskannya pada bahu Evelyn yang memar.
Ruangan itu kembali hening, hanya suara jarum jam yang terus bergerak yang mengisi keheningan tersebut. Pria itu asik dengan apa yang ia lakukan dan wanita itu tampak tenggelam dalam pikirannya. Seakan keheningan yang panjang itu tidak menganggu dua orang tersebut.
"Aku memberi pria tua itu anggur terbaik dan menyewakannya kamar hotel. Padahal itu adalah dua hal yang menyatukannya dengan Ibuku, tapi dia terlihat sangat marah." Ucap Evelyn tiba-tiba memecahkan keheningan yang terjadi.
"Bukankah seharusnya dia bahagia saat di beri hadiah?" Tanya wanita itu dan terlihat bingung. Kalimat Evelyn berhasil menghentikan gerakan tangan Andrew sebelum dia kembali mengobati memar Evelyn.
"Hadiahmu berkaitan dengan hal yang ingin dia lupakan." Jawab Andrew dengan tenang dan terus mengobati bahu wanita itu.
"Bagaimana dia bisa melupakan Ibuku, jika jejaknya saja masih bernafas dan hidup?" Tanya Evelyn seraya menaikkan alis tebalnya sebelum tertawa.
Benar, dia adalah satu-satunya jejak yang ditinggalkan Ibunya untuk membuat Ayahnya terus teringat akan wanita yang pernah dia abaikan. Sekeras apapun Alfred mencoba melupakan masa lalunya bersama Ibunya, selama Evelyn masih hidup dan berada di sekitarnya, Alfred tidak akan pernah bisa lupa.
"Kau tahu hal yang paling menarik Andrew?"
"Pria itu kembali." Lanjut Evelyn dan tenggelam dalam pikirannya sendiri, hingga entah sadar atau tidak, senyum kecil terlihat pada bibir ranumnya. Tidak hanya senyum kecil, tapi tatapan wanita itu juga perlahan berubah.
Itu adalah satu-satunya ekspresi tulus yang akan wanita itu tunjukkan setiap kali pria itu menjadi topik prmbicaraannya.
Andrew terdiam tanpa melewatkan sedetik pun perubahan pada wajah Evelyn. "Kau sudah bertemu dengannya?" Tanya Andrew seraya membereskan obat-obatan setelah selesai mengobati memar Evelyn.
"Tentu saja!" Jawab Evelyn dengan keantusiasan yang tidak lagi mengejutkan setiap kali membicarakan pria itu.
Andrew tersenyum menatapnya.
"Tapi aku tidak ingin bicara dengannya terlebih dahulu, karena aku ingin pertemuan pertama kita setelah sekian lama tidak bertemu, menjadi lebih intim." Ucap Evelyn dan senyum pada bibirnya semakin lebar.
Andrew hanya menghela nafasnya dan berdiri dari duduknya untuk mengembalikan obat-obatan ke tempatnya.
"Ku dengar pemilihan Direktur utama kantor pusat akan segera di adakan." Ujar Andrew seraya menuang segelas wine dari mini bar yang ada di dalam kantornya.
"Benar, karena itu aku harus mendapatkan tender besar ini. Pak tua itu memiliki banyak sekali kemauan. Dia terlalu serakah bukan? Sama sepertiku." Balas Evelyn seraya membuka ponselnya, entah apa yang dilakukan wanita itu yang kini tampak tenggelam dalam dunianya.
"Tapi bagaimana, jika Austin yang akan menempati posisi itu?" Pertanyaan tiba-tiba Andrew menghentikan jari Evelyn yang tengah mengetikkan sesuatu pada ponselnya.
Benar, Austin. Dia hampir melupakan kenyataan bahwa Austin adalah pesaing terkuatnya dalam memperebutkan posisi Direktur Utama.
"Memangnya apa yang bisa didapat oleh anak seorang selir? Keturunan ratu tetap akan menjadi pemilik takhtanya." Jawab Evelyn dengan angkuh.
Mendengar kalimat sombongnya membuat Andrew mendengus dan kembali menuangkan wine pada gelas berkaki yang ada di minibar. Menyesap winenya seraya menatap Evelyn yang kembali terdiam, Andrew berkata, "Kau akan tidur disini?"
"Hmm... terlalu jauh untuk kembali." Jawab Evelyn yang mulai membuat posisinya untuk menjadi lebih nyaman di atas sofa pria itu.
"Perlu kupanggilkan Erina kalau begitu?" Tanya Andrew kembali berusaha untuk mendapatkan ijin Evelyn untuk memanggil adiknya.
"Haruskah?" Tanya Evelyn balik entah pada Andrew atau pada dirinya sendiri.
Haruskah?
Haruskah dia terus seperti ini?
TBC | Publish 2 Mei 2020
Revisi | 25 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
RomanceMereka telah saling mengenal sejak kecil, namun ini bukanlah hubungan akrab teman masa kecil sebagaimana terjadi pada umumnya. Dia pernah hampir membunuhnya pada saat pertemuan pertama mereka. Sedangkan dia selalu mendorongnya menjauh dan terus me...