It's You 18

7K 519 15
                                    

Hari itu para pelayan di mansion Geraldo di buat terkejut akan kedatangan tiba-tiba Evelyn, namun mereka langsung tersadar mengingat bahwa beberapa hari ini Helen tidak ada di mansion itu.

Karena Helen yang tidak ada di mansion, mungkin saja ini adalah pengaturan yang dibuat Alfred sang Tuan rumah yang mengundang Evelyn, yang entah kapan akan datang. Karena pada dasarnya wanita itu akan terbakar api amarah saat melihat Helen dan anak-anaknya.

Itulah mengapa saat Tuan dan Nyonya Geraldo tahu Evelyn akan datang, Helen yang akan pergi, karena Austin dan Falicia yang tidak lagi tinggal di sana sejak beberapa tahun yang lalu.

Duduk dalam diam, ruang makan itu dipenuhi keheningan yang tampak tidak mencekam, namun tampak canggung karena Alfred yang terus-menerus melirik Evelyn yang berada di sampingnya, tampak seolah dia berusaha mengatakan sesuatu, namun ragu-ragu.

Tidak dapat membuka suaranya, Alfred menaruh salah satu makanan favorit Evelyn di atas piring wanita itu yang membuatnya menghentikan pergerakan tangannya. Dan hal itu hanya terjadi selama beberapa detik, sebelum Evelyn melanjutkan makannya.

Bahkan saat mereka menyelesaikan acara makan penuh kecanggungan itu dan Evelyn yang memasuki kamarnya di mansion itu, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir mereka berdua, kecuali saat mereka hampir menyelesaikan makanan mereka tadi, dimana Alfred yang memintanya untuk tinggal semalam dan Evelyn yang menyetujuinya dengan jawaban yang singkat.

Mungkin jika orang asing melihat, tidak akan pernah menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak, kecuali mereka baru tersadar akan beberapa kemiripan yang ada.

Berdiri di balkon kamarnya, Evelyn merasakan perasaan tidak asing dalam dirinya. Di kamar ini dan di balkon ini dia biasa berdiri dan menatap ke arah bawah yang memperlihatkan perkarangan besar mansion, dimana dia melihat Austin dan Falicia bermain saling mengejar yang membuatnya merasa sangat iri dan marah.

Dia terkadang melemparkan kedua bersaudara itu air kotor atau saat dia tengah memegang gelas, dia bahkan tidak akan pernah ragu untuk melemparkannya pada mereka juga.

Itulah dia, Evelyn Geraldo yang kejam yang dikenal orang.

Karena itu juga, Aaron membencinya. Mungkin pria itu selalu berpikir dia tidak cocok untuk menjadi pasangan hidupnya, untuk menjadi Nyonya Barnaby, diperlukan orang yang berhati lembut namun tegas.

Lagi-lagi senyum penuh penghinaan terlihat di wajahnya.

Tok tok.

Ketukan di pintu membawa Evelyn kembali pada kehidupan saat ini, berbalik menatap pintu di belakangnya, Evelyn mendengar seorang pelayan berkata dari luar, "Nona, Tuan meminta Anda datang ke ruang kerja."

***

Saat Evelyn berada di depan ruang kerja Alfred, dia tidak tahu apa yang membuatnya merasa gugup, karena sebelumnya dia bahkan tidak pernah peduli alasan Alfred menghubunginya bahkan menyuruhnya datang.

Setelah mengetuk pintu dan mendengar suara Alfred yang mengijinkannya masuk, Evelyn segera mendapatkan pandangan punggung Alfred yang menghadap pintu dan pria itu yang tengah menatap sebuah lukisan di ruang kerja tersebut.

Kembali, lagi-lagi tidak ada yang berniat membuka suara dan hanya membiarkan keheningan menelan mereka berdua.

"Evelyn." Panggil Alfred, namun tetap pada posisi membelakangi Evelyn.

"Apa kau tahu kenapa aku tidak pernah peduli pada ibumu?" Pertanyaan yang Alfred tunjukkan seakan-akan adalah untuk dirinya sendiri.

Dan pria itu kembali terdiam.

"Karena aku tidak mau dia lebih menderita lagi. Karena jika aku menunjukkan sedikit kepedulianku, dia mungkin akan mengharapkan lebih. Aku tidak keberatan, hanya saja dia terlalu terobsesi, hingga melarangku mencintai wanita yang benar-benar telah kucintai sejak awal."

"Memang bukan salahnya untuk jatuh cinta padaku, karena kita sebagai manusia, tidak tahu kapan dan dimana hujan akan turun, begitupun cinta, kita tidak tahu kapan dan pada siapa kita melabuhkan hati. Hanya saja cinta tidak bisa dipaksakan." Lanjut Alfred yang hanya menerima respon keheningan dari Evelyn yang berada di belakangnya.

"Eve." Panggil Alfred yang membuat Evelyn kembali terkejut. Kenapa? Karena panggilan pria itu adalah panggilannya saat kecil dulu, tidak banyak orang yang memanggilnya seperti itu. Dan kini Alfred memanggilnya yang membuat perasaannya semakin berantakan.

"Eve, kau tidak salah. Cintamu pada Aaron tidak salah, hanya saja cinta itu tidak dapat dipaksakan, sekeras apapun kau berusaha, dia yang tidak pernah mencintaimu, tetap tidak akan pernah mencintaimu. Jadi Eve, kau tidak salah."

"Itu aku yang salah." Lanjut Alfred seraya berbalik menatapnya.

"Aku sebagai seorang ayah, tidak pernah mengajarkanmu apa itu arti cinta dan bagaimana cara mencintai, membuatmu menjadi seperti ini. Aku sebagai seorang ayah juga tidak pernah memberi tahumu tentang hal ini."

"Eve, putriku. Ketahuilah, ayah mencintaimu. Aku yang selalu memarahimu adalah caraku mencintaimu, tapi aku yang berusaha untuk tidak peduli padamu adalah kesalahan paling fatal yang pernah kulakukan. Aku yang terbuai rasa bersalah pada wanita yang kucintai, membuatku mengabaikanmu. Maaf."

"Maaf karena ayah, kau harus mengalami semua ini, maaf karena ayah, kau yang seharusnya kulindungi, membuatmu merasa bahwa kaulah yang harus melindungi dirimu sendiri, maaf karena ayah, kau bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengeluh, maaf karena ayah, kau bahkan tidak diijinkan untuk menangis dan maafkan aku yang selama ini hampir tidak pernah memelukmu dan membiarkanmu untuk menangis dan mengeluh dalam pelukanku. Maaf Eve, maafkan aku."

"Kini, lakukanlah semua yang ingin kau lakukan. Aku tidak akan melarangmu, aku hanya akan mendukungmu." Ujar Alfred seraya mengulurkan tangannya pada Evelyn yang termenung.

Dalam sekejap wanita itu berlari ke dalam pelukan yang selama ini ia harapkan, pelukan yang membuatnya selalu iri terhadap Austin dan Falicia, pelukan yang selama ini hanya dapat ia lihat dari kejauhan.

Kini, dia merasakannya.

Bagaimana usapan lembut namun kuat seorang ayah, yang seolah berusaha melindungi putrinya. Kini dia merasakannya dan hal itu membuat setetes air bening meluncur turun dari wajah mulusnya.

Dan air mata itu entah bagaimana terus turun dengan deras dan mengundang isakan pelan wanita itu diikuti genggaman eratnya pada baju Alfred. Evelyn Geraldo yang selama ini tidak pernah menangis, kini menangis dalam pelukan ayahnya.

Kini dia bisa lakukan apa yang selama ini tidak bisa dia lakukan, kini dia menerima apa yang hampir tidak pernah dia terima dan hari ini untuk pertama kalinya seseorang menyatakan bahwa dia mencintainya.

Bukan cinta lawan jenis, namun cinta paling mulia dan paling tulus di dunia ini, cinta orang tua pada anaknya, cinta seorang ayah pada putrinya.

"Maaf, maafkan ayah Eve." Ucap Alfred yang terus terdengar di antara isak tangis Evelyn diikuti tepukan lembutnya.

"Ayah." Balas Evelyn dan hal itu membuatnya perasaan Alfred semakin merasa sedih, rasa bersalah terus membesar dalam hatinya, isak tangis Evelyn semakin membuat perasaan sedihnya membuncah.

Kedua orang dalam ruangan itu tidak menyadari seseorang berdiri di luar ruang kerja Alfred dan mendengar semua perkataannya, karena celah pintu yang terbuka, dengan air mata yang terlihat di wajahnya seraya telapak tangan yang tampak menutupi mulutnya berusaha menahan isak agar tidak ada yang mendengarnya.

Orang itu tidak lain adalah Helen Geraldo.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang