Tanpa Kata

56 24 16
                                    

" Terkadang lucu cara sesuatu kembali kepada kita."


Saat aku memperhatikan pria itu dengan seksama, alangkah terkejutnya ketika melihat Dimas!
Jantungku serasa berhenti berdetak dan lupa caranya mencari irama untuk memompa darah keseluruh tubuh.

Sejak hari dimana aku dan Dimas putus, aku sudah tidak mengetahui lagi kabarnya dan sudah tidak mengetahui lagi bagaimana wajahnya bahkan saat aku tiba di Jakarta dan sekarang sudah memasuki tahun ke tiga. Penampilan nya sangat berbeda, dia lebih terlihat dewasa dan mapan.
Aku seperti bukan melihat dirinya. Tapi yang kulihat adalah dia, ilusi macam apa ini? Yang membuatku diam seribu bahasa. Dan hanya bisa memperhatikan nya?

Aku tahu perasaan ini sudah berubah, aku sudah tidak canggung lagi, aku tidak usah harus bersikap manis didepan nya lagi. Karena kami sudah kembali asing.

Kami dulu pernah sedekat nadi dan kapiler darah. Sebelum akhirnya menjauh layaknya matahari dan bumi.

Tanpa sadar aku hanya terdiam cukup lama dalam lamunan ini, tersenyum melihat banyak perubahan yang terjadi. Tapi aku tak mau menyapanya. Bukan karena aku membenci, tapi bagiku. Memang sebaiknya tidak usah disapa karena setelah kepergian kami masing-masing dari hidup tuan dan puan pemilik cerita. Kami beruhasa membiasakan diri untuk menerima kekosongan.

Tidak lucu bila aku menyapanya, dan mengingatkan kami pada hal-hal yang menyakitkan dulu.
Walaupun kadang ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan.
Sudahku ikhlaskan.

Mahesa : " Arini. Hey kok bengong gitu? Kamu ngeliatin apa? Maaf ya lama ini tadi ngantri banget."

Aku : " iya ngak papa kok. Kita langsung pulang ya? Aku mau langsung istirahat."

Mahesa : " oke siaaap"

***

Mahesa : " diminum ya obat nya. Kamu istirahat:) aku gak mau kamu sakit."

Aku: " iya Mahesa bawel, kamu pikir aku mau sakit ? Wkwkwk"

Mahesa : " yaa gak gitu lah, yaudah aku pamit ya kalo ada apa-apa langsung kabarin aku."

Aku : " Makasih ya siap."

Dikost banyak perasaan berkecambuk saat itu, perasaan yang memenjarakan semua kata-kata yang ingin ku utarakan. Aku mau saja menyapanya. Tapi untuk apa?

Mungkin dia juga sudah lupa.
Dan aku pun demikian. Aku sudah rela dengan semua yang terjadi

Zahra: " ehh kok tadi gak ngabarin sih? Trus kenapa kok dimatiin telfonku?"

Aku: " Dimas"

Zahra: " Kamu ngigau ya??"

Aku : " Dimas Ra Dimas. Kamu inget dia kan?"

Zahra: " iyaa tau dia kan temen kita dan mantan mu juga. Kenapa sih?"

Aku : " tadi aku liat dia di rs deket kampus."

Zahra : " Hah?? Halusinasi yaa? Kamu kan lagi sakit."

Aku : "Ya Allah Ra ngapain sih aku bohong aku liat dia pake mata kepala aku sendiri. Sumpah Ra dia beda banget, jadi lebih dewasa. Dan kayak nya dia udah kerja."

PINDAH  [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang