Hanya Terdiam

73 28 4
                                    

"Hari itu aku hanya terdiam melihatnya. Iya, tanpa sepatah kata. Kurasa semua hanya ilusi namun itu begitu sangat nyata"


_

Saat itu aku benar-benar merasa semakin tidak enak badan. Demam, pusing dan seperti pada umum nya gejala masuk angin mungkin bisa dibilang seperti itu. Zahra saat itu sedang ada kuliah pagi. Dan aku sendiri, tanpa pikir panjang aku mencoba menelfon Mahesa, dan berusaha untuk meminta tolong padanya. Aku ingin ke dokter. Aku berusaha mencari baju lengan panjang dan hangat yang bisa kugunakan agar bisa membungkus tubuh ku yang mengigil ini. Swetter cokelat dengan celana bahan hitam.

Aku: Mahesa tolong...

Suaraku dengan rintihan sakit. Jujur saja, ini adalah kali pertama ku merasakan demam tanpa kehadiran ibu:). Walaupun biasanya aku demam. Zahralah yang siaga ada untuk ku.
Dan kali ini aku sendiri.
Sebelum berangkat kuliah, sebenarnya Zahra sudah mengatakan padaku. Bila nanti terjadi apa-apa aku harus segera menelfonnya. Karena aku tahu, kami disini saling menjaga, dan aku juga tahu. Zahra sekarang sedang ada ujian, jadi tidak mungkin aku merepotkan nya terus-terusan.

Mahesa: "Arini, tunggu ya aku langsung kesana. Tahan ya kamu kuat!"

Ucapan Mahesa yang menguatkan ku itu, persis seperti ucapan bapak padaku "kamu kuat" bapak juga selalu mengatakan itu ketikan aku mengeluh karena sakit atau sejenisnya.

Tak sadar dalam waktu ku menunggu itu, aku tertidur. Dan tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang dingin yang menempel didahi ku.
Tangan Mahesa, dia tersenyum dan meminta maaf karena perjalanan yang dia tempuh terhalang kemacetan kota.

Mahesa: "Rini, you okey?"
Senyum nya menenangkan, membuat tubuhku ini merasa lebih baik. Tapi memang tidak akan sepenuh nya membaik begitu saja.

Aku:" Not all fine. Bisa langsung sekarang?"

Mahesa:" Kita ke rs deket kampus aja ya?, pake kartu berobatku dulu. Aku tau pasti kamu blum buat dasar males!"

Celotehan nya membuat ku bingung, sebal, sekaligus merasa lucu. Karena masih saja dia cerewet seperti biasa. Pada saat-saat seperti ini.

Aku:"iya terserah kamu"

Saat aku berkata seperti itu, Mahesa hanya tersenyum. Dan mencoba untuk membangunkan ku dari posisi aku berbaring, dia mengangkatku perlahan-lahan. Dan aku mencoba. Berdiri dengan kuat di tumpuan kaki ku sendiri, sedikit goyang karena mungkin kufikir, bumi ini berputar cukup cepat.

Mahesa: " Sini tangan kamu, aku tuntun biar gak jatuh"

Aku: " ngak usah. Aku bisa, lagian juga malu diliatin nanti."

Mahesa: " Malu kenapa? Kamu lagi sakit lho. Emang kuat?"

Aku melepaskan genggaman tangan Mahesa yang begitu hangat karena telah menggenggam tangan ku.
Aku mencoba untuk tegap berjalan sendiri, nyatanya tak bisa. Payah!
Hampir saja saat aku terjatuh Mahesa dengan sikap langsung menangkapku.

Mahesa: " Haaap. Wkwkw jatoh kan? Kamu ini lagi pusing banget jalan mu juga gak bakal seimbang. Mau gimana pun kamu mencoba, saat kamu lemah. Kamu itu butuh keseimbangan dari orang lain biar gak jatuh!"

Aku: " iyaiya bawel ah, aku kan cuma berusaha doang"

Mahesa: -_-!!!. Ayo aku bantu.

PINDAH  [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang