Flashback on.
"Jadi, sekarang gimana? Mau lo lanjutin dan kemenangan di pihak gue atau lo putusin dan lo menang dari taruhan ini." ujar Jeremy dengan kekehan.
Kenzo menatap raut wajah Jeno yang menyimpan keraguan. Tentu saja ia tahu, saat ini Jeno sedang bimbang dengan pilihannya.
Jeno menatap Jeremy dengan tatapan yang tak bisa di artikan. "Gue putusin dia sebentar lagi, tapi gue butuh waktu. Seorang Jeno nggak pernah nyerah gitu aja, apalagi soal cewek, gampang." Untuk sekarang mungkin gengsi masih lebih besar dari pada hatinya.
"Kita lihat nanti, bos." seru Jeremy.
"Serius lo bakal mutusin Helen?"
Jeno menatap Kenzo tajam. "Menurut lo, gue pernah main-main soal ginian?" tanyanya sarkastik.
"Santai aja dong!" Kenzo beralih menatap Jeremy yang sedang tersenyum lebar. "Lo kenapa, Jer? Senyum-senyum sendiri, nambah nggak waras lo, ya?" cibirnya.
Jeno memilih diam, mengamati gadisnya lewat jendela kelas. Tunggu, apa pantas Jeno sebut dia sebagai gadisnya?
"Gue sayang lo, tapi sekali lagi maaf. Gue nggak akan kalah kalau soal taruhan." batin Jeno.
Kenzo dan Jeremy menatap Jeno yang memperhatikan taman sekolah, keduanya mengikuti arah mata Jeno. Terdapat Helen yang sedang bersenda gurau dengan kedua sahabatnya, tentu dengan senyuman manisnya.
"Kenapa sih lo nggak ngalah aja? Gue tau lo suka dia. Ngerelain beberapa ratus ribu nggak akan bikin lo mendadak miskin, kan?" Jeno merenungkan ucapan Kenzo, iya benar. Tapi ini semua bukan perkara uang, melainkan gengsi dan harga diri.
"Kenapa lo diem? Susah banget bilang jujur." lanjut Kenzo.
"Gue nggak mau kalah, apalagi buat perasaan yang masih nggak jelas." Jeno kembali memfokuskan tatapannya pada Helen.
"Nggak jelas lo bilang? Terus khawatir kalau dia nggak ada kabar masih lo bilang nggak jelas? Bukan perasaannya yang nggak jelas tapi lo." Jeremy ikut masuk ke dalam percakapan mereka.
Flashback off.
"Kamu kenapa ngalamun terus, Jen?" tanya Helen yang merasa aneh dengan sikap Jeno. Biasanya Jeno banyak bicara dan menggombal, tapi kali ini diam dan melamun lebih mendominasi dirinya.
Jeno tersadar dari lamunannya lalu tersenyum. "Nggak apa-apa, kok. Tadi cuma lagi mikir aja, kalau kita nikah nanti tempatnya mau dimana?"
Jeno selalu bisa membuat jantungnya berdetak lebih cepat, membahas soal pernikahan membuatnya malu. Apa pantas pasangan SMA memikirkan pernikahan? Bukankah terlalu cepat?
Jeno mencubit gemas pipi Helen. "Cie baper..."
"Nggak, tuh."
Jeno berpaling membuat wajahnya lebih terkena sinar matahari yang berada di atas café outdoor ini, Helen tersenyum. Semakin hari paras tampan Jeno terus bertambah tak berkurang sedikitpun sama seperti perasaan Helen untuknya.
"Kamu... kenapa senyum-senyum gitu? Mikirin aku? Atau mikirin mau punya anak berapa?" tanya Jeno dengan nada menggoda.
"Ih, nggak ya! Jangan over PD kalau jadi orang." jawab Helen menutupi salah tingkahnya.
***
"Xiiiii!"
Terdengar teriakan Kevin dari kamar mandi membuat Xi langsung terlonjak berlari ke arahnya. Xi membuka pintu kamar mandi yang sengaja ia kunci dari luar dengan panik.
![](https://img.wattpad.com/cover/211808283-288-k312623.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno [COMPLETED]
Teen Fiction"Len, Jeno berulah lagi. Heh, Xi. Makan tuh, idola yang suka ngebully orang cupu." kata Nathania atau yang biasa di panggil Natha. Helen dan Xi yang merasa di panggil pun menoleh dan menatap kejadian tersebut. Helen yang geram dengan tingkah Jeno pu...