Jeno langsung pulang ke rumah sehabis dari rumah sakit tadi, ini sudah malam. Dengan keadaan kacau dia memasuki rumah.
"Ya ampun, nak Jeno kok baru pulang? Itu bajunya kenapa bisa banyak darah? Bibi khawatir banget," ucap Bi Tia–pembantu yang mengurus Jeno sejak kecil, karena orang tuanya begitu sibuk.
Jeno memeluk Bi Tia, untuk pertama kalinya, Jeno menangis di rumah. Ah, Jeno tidak pernah menangis di rumah, kalau memang dia sedang ingin menangis karena tidak kuat menghadapi masalah, dia pasti pergi keluar. Tapi, kali ini dia menangis, tepat di hadapan Bi Tia.
"Bi, Makasih untuk semuanya. Kalau nggak ada Bibi, Jeno nggak akan bisa hidup sampai sebesar ini, nggak akan ada yang urus Jeno di saat Mama dan Papa sibuk sama urusannya masing-masing."
Bi Tia memeluk Jeno balik, dia sungguh menyayangi anak tuannya ini. "Nggak perlu makasih, Bibi tulus sayang sama kamu, Bibi tulus merawat kamu."
Suara klakson mobil terdengar dari luar, itu mobil Papa Jeno. Dengan cepat Jeno keluar menghampiri Papanya.
"Pa, Jeno perlu ngomong serius," ucap Jeno, rahangnya mengeras.
Bukannya menanggapi Papanya malah menghampiri Jeno dan memukul wajah Jeno hingga tersungkur. Mama Jeno dan Bi Tia dengan segera membantu Jeno berdiri.
"Anak kurang ajar! Papa memang minta kamu untuk jauhi Helen, tapi bukan mencelakai dia! Juno bilang kamu mencelakai Helen sampai dia masuk rumah sakit dan sekarang dia sekarat! Berengsek, bukannya banggain orang tua malah nambah beban," Amarah Papa Jeno memuncak.
Plak!
Papanya menampar Jeno.
"Aku emang bandel dan suka buat onar di sekolah. Tapi Papa nggak bisa nyebut aku nggak banggain Papa, Papa cuma nggak tau prestasi apa aja yang aku raih. Satu lagi, Pa, bisa-bisanya Papa percaya gitu aja sama Moonbin? Pa! Yang celakain Helen bukan aku, tapi dia sama teman-temannya!" Jeno tidak tahan untuk malawan Papanya, sudah cukup dia memaklumi Papanya.
"Pergi, Papa nggak pernah punya anak kayak kamu," usir Papa Jeno.
"Papa!" bentak Mama Jeno.
"Nggak apa-apa, Ma," ucap Jeno mengelus punggung Mamanya, "aku pergi, makasih udah sayang sama aku Ma, makasih udah rawat aku, Bi." Jeno memeluk Mama dan Bi Tia yang sudah terisak dan memohon agar Jeno tidak mengikuti perkataan Papanya.
Jeno memang bandel, tapi dia meraih banyak prestasi seperti olimpiade ipa dan matematika setiap tahunnya, hanya saja Papanya tidak pernah tau itu. Hanya Bi Tia yang tau, hanya dia yang datang menemani Jeno saat mengambil penghargaan itu.
Jeno menghidupkan motornya, tujuannya hanya rumah sakit. Menemui Helen.
Sesampainya di sana dia mendapat Yuna dan Kenzo yang sedang mengobrol. Yuna yang menyadari kehadiran Jeno segera berlari memeluknya.
"Kak, you okay, right?" tanyanya.
Jeno mengangguk mengelus pucuk kepala Yuna. "Kamu kenapa bisa di sini?"
"Di ajak Kak Kenzo, di suruh nemenin dia jaga Kak Helen. Soalnya, temen-temen Kak Helen yang lain pada pulang," jawab Yuna, "eum Kak, maaf ya sempet mikir Kak Helen itu orang jahat kayak yang Kak Audrey bilang, aku nggak tau kalau Kak Audrey yang jahat. Harusnya aku nggak kasih dia nemuin Kakak waktu itu," Yuna menangis, merasa dia jahat di sini.
"Jangan nangis, ah. Cengeng," Jeno melepas pelukan mereka, mencolek Jung hidung Yuna.
"WOI MELOW BANGET!" teriak Jeremy yang datang bersama Xi dan Natha.
"Lah? Katanya lo pada pulang," kata Kenzo.
"Iya, pulang. Ganti baju doang, hehe," sahut Xi.
"Bangsat, ngapain gue bawa Yuna ke sini, kan kasian malem-malem," sarkas Kenzo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Len, Jeno berulah lagi. Heh, Xi. Makan tuh, idola yang suka ngebully orang cupu." kata Nathania atau yang biasa di panggil Natha. Helen dan Xi yang merasa di panggil pun menoleh dan menatap kejadian tersebut. Helen yang geram dengan tingkah Jeno pu...