"Jen, apa kabar?" sapaan Moonbin dibalas oleh angin, dia tersenyum miris melihat nisan dengan nama "Jeno Aldero".
"Sebelumnya gue mau minta maaf, lo mungkin marah dan tau semua kesalahan yang seharusnya nggak gue lakuin." Moonbin mengusap pergelangan tangannya, seolah merasakan kehadiran Jeno.
"Gue tau gue salah karena udah lancang untuk mencintai Helen setelah dulu gue hampir bunuh dia. Gue salah karena mencintai seseorang yang seharusnya nggak gue cintai. Gue cukup tau diri, gue nggak akan berusaha untuk gantiin posisi lo, gue akan coba mencari hati yang lain."
Angin berhembus di hadapannya, kepalanya seolah terusap oleh tangan lembut, seperti Jeno baru saja menjawab pertanyaannya.
"Gue pasti jaga dia, sesuai dengan permintaan lo. Gue bersedia jadi bayang-bayang, asal dia bahagia."
Waktu terasa melambat, membiarkan Moonbin mengadu pada saudara kembarnya itu. Lalu keheningan tercipta, sampai isakan di belakangnya, membuat Moonbin berbalik.
Di sana Helen berdiri, terisak kuat dengan jarak yang lumayan jauh dari tempat Moonbin.
"Lo nggak pantes ada di sini, setelah semua yang lo ucap kemarin lusa!" teriaknya.
Napas Helen tercekat, dadanya sungguh sesak. Berusaha diredamnya emosi yang ingin membuncah itu, semampu mungkin dia menguatkan diri dan tetap berdiri tegak. Namun, dia tak sanggup. Dia telah rapuh, goyah, dan runtuh. Helen jatuh terduduk seraya memukul dadanya sendiri, berharap sesaknya bisa segera menghilang.
Moonbin menghampirinya, menariknya masuk ke dalam dekapan, meski gadis itu meminta untuk dilepaskan dan terus meronta.
"Bangsat!" Kenzo mengumpat saat baru datang dan melihat Helen begitu kacau, dia hendak menghajar Moonbin. Namun, Jeremy bertindak cepat. Dia menahan pergelangan tangan Kenzo, memberi kode lewat mata agar Kenzo mau memberi mereka ruang dan waktu untuk berbicara.
Sementara itu, tangisan Helen menjadi lebih deras. Matanya terpejam saat sesak menghantamnya lebih keras, cintanya pada Jeno abadi. Lebih abadi dari hidupnya.
Helen ingin membuka matanya kembali, tapi seolah ditahan agar tetap terpejam. Dia tidak pingsan, dia juga tidak tidur, tapi dia pergi entah ke dimensi mana.
Tapi, dia senang. Dia harap matanya akan terus terpejam, karena sekarang dia duduk tepat disebelah Jeno.
"Helen...?"
"Apa?"
Jeno diam, dia berharap bisa mengusap lebih banyak kata. Tapi, mulutnya seolah terkunci, satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah memeluk Helen.
"Jangan seperti ini..."
"Kenapa harus begini, Jen?" Helen menangis, raganya dipeluk Moonbin, tapi Jiwanya dipeluk Jeno.
"Perjalanan kamu masih panjang, kamu harus tetap bernapas itu salah satu cara agar aku bisa bahagia."
"Ma-maksud kamu gimana?"
"Belajar mencintai orang lain, tapi jangan lupakan aku." Jeno-nya tersenyum. Iya, dia tersenyum setelah mengatakan hal yang membuat Helen semakin menangis.
"Siapa? Apa Kenzo? Atau ada orang lain yang kamu kirim untuk aku?"
Jeno menggeleng, "Kenzo memiliki takdirnya sendiri. Moonbin, Len. Aku meminta Tuhan agar Moonbin yang menjaga kamu."
"A-apa? Apa harus begini? Aku nggak bisa"
"Iya, Helen-ku harus bahagia."
"Demi aku dan demi bahagia kita bersama" Jeno mengusap lembut surat hitam itu.
Dalam tangisnya Helen mengangguk.
Demi Jeno.
Salah satu cara membuat Jeno bahagia.
Mencintai Moonbin dan tidak melupakan Jeno.
Kini, matanya terbuka. Berada disebuah gedung pernikahan dengan dress pengantin, ada apa sebenarnya? Helen pun tidak mengerti.
Bagaimana bisa?
"Kamu baik-baik aja?"
Itu suara Moonbin. Dengan Tuxedo pengantin pria.
"Ayo, waktunya menyapa tamu." Moonbin menggenggam tangan Helen, tapi Helen hanya menurut.
Dia mengalihkan pandangannya, menangkap sosok Jeno yang tersenyum sembari melambaikan tangannya.
Bibirnya bergerak, seolah mengucap...
"Selamat untukmu, dan aku bahagia."
Helen menatapnya, bahunya kini kembali bergetar saat bibir Jeno kembali bergerak. Namun, suara membisik di telinga Helen.
"Tugasku selesai, sampai bertemu di kehidupan selanjutnya, jika ditakdirkan. Aku pergi."
"Len? Kenapa melamun?" Pertanyaan Moonbin mengalihkan pandangannya.
"O-oh, nggak apa-apa." jawabnya, Moonbin mengangguk.
Helen kembali menoleh pada tempat Jeno berada, kini tak ada siapapun.
Jeno-nya benar-benar pergi.
--- END ---
SELESAI!
TERIMA KASIH READERS²KU
TERIMA KASIH DUKUNGANNYA
SAMPAI JUMPA DI CERITA SELANJUTNYA!
Maaf telat, maaf jika kalian mengira aku ingkar janji🙏
♡

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno [COMPLETED]
Novela Juvenil"Len, Jeno berulah lagi. Heh, Xi. Makan tuh, idola yang suka ngebully orang cupu." kata Nathania atau yang biasa di panggil Natha. Helen dan Xi yang merasa di panggil pun menoleh dan menatap kejadian tersebut. Helen yang geram dengan tingkah Jeno pu...