11

1.3K 115 10
                                    

Jeno mengikuti Helen mengendap-endap layaknya Detektif rahasia yang sedang menyelidiki kasusnya. Ingin rasanya ia menghampiri mereka berdua dengan terang-terangan, namun ia urungkan dan mencari waktu yang tepat.

Lelaki itu sungguh jatuh cinta terlalu dalam pada sosok Helen, namun ego dan gengsi kini masih lebih menguasainya.

Jeno menatap gadis itu lekat, ia menaruh gitar di tempatnya. Moonbin yang juga telah meletakkan gitarnya kini menghampiri Helen.

"Len." panggil Moonbin yang sudah berdiri tepat di samping Helen.

"Iya?"

"Lain kali belajar gitar sama gue lagi mau?" tanyanya.

"Kenapa nggak?" jawab Helen tersenyum.

"Lo manis banget, deh, Len. Baik lagi, beruntung banget yang jadi pacar lo." Moonbin terkekeh.

"Biasa aja kali, balik ke kelas sekarang, yuk. Udah mau istirahat, temen-temen gue pasti pada nungguin." ujar Helen.

"Ya udah, yuk." Moonbin hendak merangkul Helen namun segera Helen menjauh dengan senyum agak kikuk.

"Eh, ehehe. Maaf, Len."

Jeno yang melihatnya segera melangkahkan kakinya pergi, tak mau emosinya memuncak dan membuat Helen marah.

Flashback On.

Moonbin berjalan beriringan dengan Helen sembari memperhatikan sekeliling. Memastikan bahwa rencananya berhasil.

Masih ingat dengan laki-laki tampan yang bekerja sama dengan Audrey? Moonbin orangnya. Pasti sudah tertebak bukan?

Audrey berjanji akan memotret dirinya saat berjalan dengan Helen, sesuai dengan rencana.

Saat mencari sosok Audrey, Moonbin menangkap sosok Jeno yang mengikutinya dari belakang. Senyum simpul muncul di wajahnya.

Hingga di ruang seni ia mendekati, memuji, dan dengan sengaja ingin merangkul Helen. Hanya sekedar untuk membuat Jeno cemburu dan emosinya terpencing lalu menimbulkan kekacauan pada hubungan sepasang kekasih itu.

Jeno yang melihatnya pergi dengan rasa panas menjalani di suruh tubuhnya, Moonbin yang melihat Jeno pergi kembali tersenyum kemenangan. Ia berhasil.

Flashback off.

***

Bel istirahat yang di tunggu-tunggu oleh para murid berbunyi dengan indahnya.

Jeno menjatuhkan tubuhnya di kursi dan menidurkan kepalanya di atas tumpukan kedua tangan kelasnya itu. Setelah hampir satu jam ia berdiri di bawah teriak matahari dengan kaki dan tangan pegal, rada cemburu yang ia dapatkan. Sungguh mengagumkan.

"Lo kenapa, Jen? Cerita, lah. Siapa tau kita bisa bantu." kata Kenzo.

Jeno menoleh. "Bantuin apa, sih?" ketusnya.

"Bantuin lo masuk neraka, bisa kayaknya." Jeremy tertawa puas, kaum hawa yang ada di kelasnya hanya bisa tersenyum sendiri melihat berapa manisnya Jeremy.

Jeno mendengus kesal mengabaikan ucapan Jeremy, ia mengambil HP yang berada di sakunya. Memutar musik yang ada di HP-nya dengan menggunakan earphone dan mulai menutup matanya.

Lagi-lagi Jeremy kembali berulah. "Sssttt... sssttt!" ia memanggil Kenzo berbisik.

Kenzo menaikkan satu alisnya. "Apaan?"

"Jangan kenceng-kenceng, bego."

"Sini bantuin gue!" bisiknya lagi.

"Males." Kenzo melangkahkan kaki membuka pintu kelas dan mulai berjalan keluar pintu.

Jeno [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang