Gue menatap mata itu, mata yang menurut gue sama persis dengan milik Al. Tapi dia bukan Al, dia Jeno. Orang yang berhasil buat gue jatuh hati dan patah hati. Gue sempat berpikir apa Jeno itu Al? Tapi sekarang gue yakin bukan dia orangnya.
Setelah berdiri dengan posisi aman, gue menjauhkan tubuh Jeno dari tubuh gue. Gue nggak mau jatuh lebih dalam lagi kedalam pesona seorang Jeno si most wanted sekolah..
"Dengerin penjelasan aku dulu, please?" Tangan Jeno menggenggam berat tangan gue.
"Apalagi yang perlu dijelasin, Jen? Bagi aku semuanya udah cukup jelas." Gue melepaskan tangan Jeno.
Jeno memeluk gue erat, pelukan yang buat gue semakin bingung. Sebenarnya cintanya Jeno itu gue atau Audrey? Kalau Jeno cinta gue, apa iya dia tega bikin gue sakit hati.
"Saranghae, aku cinta kamu dan kamu harus percaya itu." Sederet kalimat yang berhasil buat gue kembali terbang.
Suara petir mulai terdengar saling bersahutan, membuat gue dengan refleks membalas pelukan Jeno. Ingin rasanya gue memaki petir yang buat gue meluk Jeno, gue melonggarkan pelukannya melangkah menjauh.
"Kenapa dilepas?" tanya Jeno.
"Nggak usah ge-er! Tadi nggak sengaja, kok." cibir gue.
Jeno mendekatkan tubuhnya, wajahnya dicondongkan kearah gue. Kalian pasti tau pikiran gue kemana. Ya gue pasti tutup mata, dong.
"Kamu yang ge-er mau di cium." katanya.
Malu banget anjir gue.
"Apaan, sih?!"
"Nggak usah judes-judes gitu, aku cium di sini baru tau rasa." Jeno kembali mendekatkan badannya kearah gue.
"Bercanda, kok. Yuk, pulang udah gerimis." ajak Jeno.
"Orang aku lagi marah sama kamu."
"Ditunda dulu, nanti kalau sakit kehujanan gimana?"
Tiga detik.
"Tuh kan, hujan." ucapnya.
"Kamu sih, pake marah segala."
Kok dia jadi nyalahin gue? Kan gue yang lagi marah.
"Kok kamu nyalahin aku?" sinis gue.
"Udah, ayo cepet ke sana dulu." Jeno menunjuk bangku taman yang ada atap kayu diatasnya.
Gue liat Jeno tersenyum, membiarkan tangannya disentuh hujan lalu berdiri.
"Kamu mau ninggalin aku?"
"Sok tau! Aku mau mandi hujan." jawabnya.
"Nanti sakit gimana?"
"Hujan nggak akan bikin aku sakit, makanya aku suka hujan." ucapnya semangat.
Gue menggeleng seraya tersenyum kecut. "Tapi aku nggak suka hujan."
"Kenapa? Hujan itu baik. Dia kuat dan penuh keberanian. Kamu harus kenalan dulu sama dia, baru kamu bisa suka dia. Tapi, jangan sampai lupa sama aku, ya." katanya.
"Aku mau kenalan, tapi kalau bikin sakit gimana?" tanta gue.
"Yuk, pegang tangan aku." Jeno mengulurkan tangannya.
Gue mengangguk, mengambil tangan Jeno keluar dari tempat persembunyian. Saling tertawa saat Jeno melontarkan candaan, tersenyum saat Jeno mengenalkan gue dengan temannya, Hujan.
Gue berlari menghampiri salah satu bunga yang dulunya dipetik Al, menyentuhnya dengan pelan.
"Jangan dipetik!" seru Jeno.
"Tapi, kenapa?"
"Kasian nanti kalau dipetik dia nggak bisa tumbuh jadi lebih cantik lagi, biar aja kayak gitu. Cukup nikmati keindahannya."
"Dulu ada orang yang petikin bunga ini buat aku, katanya bunganya cantik sama kayak aku." sahut gue.
"Berarti dia nggak pintar mengungkap kata, seharusnya dia tunjuk bintang bukan bunga, karena bungapun bisa hilang cantiknya tapi nggak dengan bintang. Dia cantik dan terus bersinar, seperti kamu."
"Gombal." jawab gue tersenyum.
Seketika gue lupa dengan masalah yang baru menghampiri, gue putuskan untuk melupakan. Bagaimanapun nanti, gue harus bisa menerima entah Jeno dengan siapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Len, Jeno berulah lagi. Heh, Xi. Makan tuh, idola yang suka ngebully orang cupu." kata Nathania atau yang biasa di panggil Natha. Helen dan Xi yang merasa di panggil pun menoleh dan menatap kejadian tersebut. Helen yang geram dengan tingkah Jeno pu...