Waktu berlalu begitu cepat. Seolah tak pernah lelah, bumi pun tak pernah berhenti berputar. Hari berganti bulan dan perubahan terus terjadi. Orang-orang yang datang pun akan pergi. Singkatnya, tak ada yang kekal.
6 tahun setelah kepergian Jeno, angin maret bertiup dengan bunga sakura yang berterbangan. Gadis itu menggeser pintu kaca di sebelahnya, menghirup aroma bunga sakura di musim semi.
Deringan ponselnya membuyarkan lamunan Helen. Senyumnya sedikit mengembang bersama dengan alis yang berkerut.
"Good afternoon, Bubu." Nada yang sengaja dibuat seperti godaan itu mengisi gendang telinga Helen. Dia memutar bola matanya tapi tidak menghilangkan senyumnya.
"Di sini udah malam, Ken," Helen membolak-balik selembar kartu undangan. "gimana hari ini? Di sana matahari pasti lagi terik-teriknya."
Sudah diketahui dia bukan Jeno, melainkan Kenzo yang sedang terkekeh. Kenzo yang sekarang berbeda dengan Kenzo yang dulu kalem, sekarang dia telah mampu menggoda banyak wanita. Bulan lalu Kenzo berangkat ke Barcelona, menjadi seorang seniman terkenal yang memiliki banyak job di luar negeri.
Jangan lupakan Jeremy yang kini menjadi chef internasional, setiap harinya dia harus bepergian kesana kemari untuk memasak di acara penting.
"Cewek Barcelona bening-bening, harus disyukuri banget," Suara Kenzo menjawab pertanyaan Helen, "lo sendiri gimana? Udah makan malam?"
"Di sini cukup menyenangkan, udah kok," Tangan Helen berhenti membolak-balik kartu undangan, "lo udah dapat undangan?"
"Nah! Itu alasan gue nelepon lo, si Jeremy kurang ajar banget. Udah hampir lost contact tiba-tiba nyebar undangan!" Kenzo berseru.
Helen tertawa renyah, matanya menatap nama Jeremy Alardo & Xillia Park yang dicetak dengan tinta emas dan berkilau di bawah sinar lampu.
"Gue juga nggak nyangka, nikahnya sama Xi pula. Bener-bener, deh."
"Kampret emang," Kenzo berdecak sebal, "nah, mumpung yang gue telepon cewek cantik dan bening, gue berangkat kondangan bareng sama lo, ya? Gue nggak ada gandengan, nih."
Helen meletakkan kartu undangannya bersama dengan kekehan, "Telat! Gue udah janjian sama Moonbin."
"Moonbin?!" Suara dengusan terdengar dari via telepon, "ngajak berantem ya bocah itu! Mepet lo terus!"
Helen tertawa geli mendengar dengusan Kenzo, "Mepet gimana, sih?"
"Aduh, Helen kesayanganku, masa lo nggak sadar? Sejak lulus kuliah kalian berdua makin deket, sering banget jalan berdua," Nada bicara Kenzo kini sedikit lebih serius, "jangan-jangan... yang dibilang Natha bener?"
"Natha bilang apa?"
"Kalian jadian, ya?!"
Sontak Helen menjatuhkan telepon dari telinganya kala mendengar pekikan Kenzo, "Jangan nuduh gitu, dong!"
"Gue nggak nuduh tau!" Kenzo berseru, dia sedikit cemburu karena sejak kuliah dia mulai memusatkan perhatiannya pada Helen bukan Yuna yang sekarang berkuliah di Beijing.
"Gue udah ada feeling sih, kalian bakal jadian. Sejak Jeno meninggal, lo lebih deket sama Moonbin. Lo sakit, Moonbin yang buru-buru nengok. Lo galau, curhatnya ke Moonbin. Sampai kerja pun harus satu rumah sakit!" ucapan Kenzo membuat Helen mematung.
"Ken! Moonbin itu adiknya Jeno, nggak mungkin gue pacaran sama adiknya pacar gue!" seru Helen tak terima.
Mendengar nama Jeno, Kenzo menghela napas. "Pacar beda alam ya? Lo masih kepikiran Jeno?" Nada suara Kenzo kini melembut, sedikit nada khawatir juga terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno [COMPLETED]
Novela Juvenil"Len, Jeno berulah lagi. Heh, Xi. Makan tuh, idola yang suka ngebully orang cupu." kata Nathania atau yang biasa di panggil Natha. Helen dan Xi yang merasa di panggil pun menoleh dan menatap kejadian tersebut. Helen yang geram dengan tingkah Jeno pu...