2

2.7K 198 23
                                    

"Lo seriusan udah berhasil jadiin dia cewek lo?" tanya Jeremy, masih tak percaya.

"Iya, gue serius. Nanti, setelah dia nyaman sama gue, bakal gue tinggalin." jawab Jeno tersenyum bangga.

"Lo gila, Jen. Sumpah, lo nggak punya hati." ucap Kenzo tak terima cewek sebaik dan secantik Helen harus jadi korban Jeno.

Flashback on.

"Cantik nggak, Jen?" tanya Jeremy.

"Emangnya kalau cantik, mau di apain, Jer?" Jeno menatap Jeremy bingung.

"Taruhan sama gue mau nggak, Jen? Lo bikin dia patah hati, gimana pun caranya. Kalau berhasil, lo nggak perlu beliin gue sepatu basket keluaran terbaru. Gimana?" tantang Jeremy.

"Wah, nggak waras lo, Jer!" Kaget Kenzo.

"Boleh." Jeno tersenyum.

"Nggak ngerti lagi gue sama kalian. Kantin sekarang, ikut nggak?" ucap Kenzo, lalu berjalan meninggalkan Jeremy dan Jeno.

Flashback off.

"Lo serius mau lanjutin taruhan lo sama Jeremy, Jen?" tanya Kenzo, berharap Jeno tak melanjutkan taruhan tersebut.

"Lo ngeremehin gue atau gimana?" tanya Jeno penuh selidik.

"Bukan gitu, Helen cewek baik, Jen. Nggak pantes lo bikin patah hati, apalagi cuma gara-gara taruhan, gue tahu lo nggak suka pas dia sering negor lo kalau lo salah. Tapi, dia nggak salah karena negor lo. Dia bener, lo mikir aja, emang pantes nyakitin cewek yang udah berusaha buat belain orang yang nggak salah?" jawab Kenzo tenang.

"Udah lah, Ken. Biarin aja, Kita lihat aja dia bisa apa nggak menangin taruhan ini." ucap Jeremy.

Jeno mengambil HPnya, mencari Instagram seorang gadis yang kita kenal sebagai Helen.

helennx

Pulang bareng sama aku, ketemuan di parkiran. Jangan lupa. - Jeno Aldero.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi nyaring, seluruh murid Mutiara School segera berhambur keluar dari kelasnya.

"Len?" panggil Xi.

"Iya?" jawab Helen.

"Gimana rasanya di cium sama Jeno? Keenakan lo ya? Aduh, gue juga mau kalau gitu." Xi menggoda Helen.

"Jangan di ledekin terus, lo kan tahu Helen nggak suka di gituin." celetuk Natha.

"Iya, deh. Maaf, ya, Len." ucap Xi.

"Gue di tembak Jeno. Lebih tepatnya, di klaim sebagai pacar sama Jeno."

"Hah?!" teriak Natha dan Xi bersamaan.

"Nggak usah rempong." ketus Helen, sambil merapikan buku-bukunya.

"Jelasin sekarang, Len." kata Xi.

"Gue jelasin, nggak ada yang motong, nggak ada pengulangan. Ngerti?"

Natha dan Xi hanya mengangguk.

"Tadi, setelah Jeno nyium gue, gue pergi ke rooftop. Tiba-tiba Jeno dateng, dia minta maaf. Gue mau maki-maki dia, tapi, nggak bisa. Udah kelewat marah, akhirnya yang bisa gue lakuin cuma ngomel ke dia, gue bilang, dengan enaknya dia ngambil first kiss yang udah gue jaga buat suami gue nantinya. Dan, parahnya, dia nembak gue. Awalnya gue tolak, tapi dia bilang kalau dia nggak ngasih gue pertanyaan, dia ngasih gue pernyataan dan dia nggak suka di tolak, terus pergi gitu aja. Gue harus gimana?" Helen menjelaskan inti dari kronologi yang ia alami beberapa waktu lalu.

"Ya ampun, bertanggung jawab banget, sih, dia." gumam Xi sambil tersenyum.

"Lo Hati-hati aja sama cowok kayak dia. Lo tahu sendiri, kan, Jeno itu play boy, dia bukan lagi play boy rendahan, dia udah jadi play boy kelas atas. Jangan sampai lo jadi korban dia, gue nggak rela kalau lo cuma jadi mainan dia." Natha mengeluarkan pendapatnya.

"Tapi, kalau di lihat-lihat. Helen cocok kok sama Jeno. Yaaa, walaupun gue agak potek denger idola gue nembak cewek. Kalau soal dia nyakitin lo, kayaknya nggak deh. Iya, gue tau dia play boy, tapi, nggak ada salahnya ngenal dia lebih dalem lagi. Siapa tahu, yang di omongin orang-orang itu cuma bagian dari sifat luar dia, Len. Tapi, lo emang harus tetep hati-hati." Kali ini Xi yang mengeluarkan pendapatnya.

"Terus sekarang gue harus gimana?" gusar Helen.

"Ikutin dulu alurnya, gimana mau dia kita lihat dulu. Semoga lo nggak jauh hati sebelum kita tahu dia serius atau nggak." Natha mencoba untuk menenangkan Helen.

"Iya, di jalanin dulu aja." lanjut Xi.

"Gitu, ya. Ya udah, deh, gue coba. Makasih, ya." Helen memeluk kedua sahabatnya.

"Jeno lebih dari sekedar idola, Len. Gue bener-bener jatuh cinta sama Jeno. Tapi, gue mundur. Gue bakal benci banget sama Jeno, kalau ternyata dia juga bakal nyakitin lo, Len." batin Xi.

"Pulang, yuk." ajak Natha.

"Bentar, gue cek HP dulu." kata Helen.

jenoaldr

Pulang bareng sama aku, ketemuan di parkiran. Jangan lupa. - Jeno Aldero.

"Jeno ngajak gue pulang bareng, gimana?" tanya Helen.

"Ya udah, samperin. Kita duluan ya, Len."

***

"Lama banget cewek lo, Jen." keluh Jeremy.

"DM gue udah di baca, kok." jawab Jeno.

"Tiati kalah, bos." ucap Jeremy lalu tertawa puas.

"Jeno?" panggil Helen yang tiba-tiba datang.

"Eh, udah dateng. Ya udah, yuk pulang." ajak Jeno.

"Untung nggak ketauan, njir." batin Jeno.

"Ya udah, gue juga cabut, ya." pamit Jeremy.

Jeno menjalankan motornya, lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian para murid yang belum pulang.

"Kok Kak Jeno mau sama cabe, ya?"

"Suka nggak nyadar, huh." batin Helen.

Bisikan salah satu siswi yang mereka lewati, membuat Helen mengumpat dalam hati.

Sekarang siapa yang lebih cabe, karena, nggak tahu sopan santun ngatain Kakak kelas yang jauh lebih baik dari dia.

"Rumah kamu dimana?" tanya Jeno membuat lamunan Helen buyar.

"Jalan Insia sembilan." jawab Helen seperlunya.

"Kamu nggak suka, ya, pulang sama aku?" tanya Jeno di tengah perjalanan.

"Kalau nggak, kamu mau ngapain?" Helen kembali melontarkan pertanyaan.

"Sekarang kamu emang nggak suka pulang sama aku, tapi yakin, deh, suatu saat nanti aku bakal jadi orang yang kamu butuhkan, Len." ucap Jeno.

"Ya ya ya, terserah katamu." jawab Helen tak peduli.

Sayang, satu kalimat yang seharusnya menjadi awal cerita indah di cerita lain harus menjadi awal kenyataan pahit di mulai dalam cerita ini.

Ketika di cerita lain, dimana pemeran utama pria mengatakan hal tersebut untuk menaklukan hati perempuan yang ia cintai, untuk membuat awal dan akhir yang bahagia. Justru Jeno, ingin membuat akhir yang menyedihkan untuk Helen.

Sesampainya di rumah Helen, Jeno mematikan mesin motornya dan menahan tangan Helen, saat Helen ingin membuat gerbang.

"Kenapa?" tanya Helen bingung.

"Besok pagi aku jemput, ya?" ajak Jeno.

"Aku bisa berangkat sama supir, kok." tolak Helen secara halus.

"Pokoknya besok pagi aku ke sini, kami istirahat yang cukup. Aku pulang." pamit Jeno, lalu kembali malajukan motornya.

***

Jangan lupa untuk vote & komen.
Salam manis. - Futri.

Jeno [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang