27

1.1K 88 6
                                    

Helen POV

"JENO!" Gue dan Jeno sontak meneh saat nama Jeno di teriak dengan lantang.

Audrey.

"Pegang dulu HP gue." Jeno segera berjalan menuju Audrey dan menariknya menjauh, mungkin mau menjelaskan sesuatu biar Audrey nggak salah paham, kan Audrey pacarnya.

Ya udah, deh. Balikin besok atau nanti setelah pulang dari sini, gue berjalan menghampiri Xi, Natha, Jeremy, dan Kenzo.

Mereka menatap gue bingung karena gue berjalan seorang diri.

"Jeno mana, Len?" tanya Jeremy.

"Pulang duluan sama Audrey." jawab gue.

"Ganggu banget jadi orang." cibir Kenzo.

"Udah biarin aja, mangat ya, Len." Natha berucap menyemangati gue.

Diam-diam gue menyalakan HP Jeno, Lockscreennya terpasang foto dua anak kembar yang tersenyum lebar. Bukan, bukan gaya mereka yang gue perhatikan, wajah mereka nggak identik, gue menatap satu anak disebelah Jeno, dia... Al. Jadi, Jeno kembarannya Al?

"Lo kenapa?" Xi panik melihat mata gue yang memerah.

Gue menggelengkan kepala, pantes gua nggak ngerasa asing sama bola mata Jeno. Dia kembaran Al.

"Bohong." sahut Natha.

"Iya nanti gue ceritain, sekarang kita pulang aja, yuk."

Kami berlima pulang, mau nggak mau ya sempit-sempitan. Akhirnya gue dan Xi sampai di rumah gue, setelah mengantar Kenzo, Natha, Dan Jeremy.

Gue dan Xi masuk ke dalam, Xi mengobrol dulu sama Mama di ruang keluarga, gue yang lagi nggak mood langsung masuk ke kamar. Memandang wajah gue sendiri di kaca.

Sedekat ini dan selama ini, gue baru tau sekarang?

Gue Mencoba membuka sandi HP Jeno, belum berhasil juga. Gue coba pakai nomor kesukaannya 9494, yup! Berhasil.

Banyak banget notifikasi dari Line maupin Instagram yang masuk, wajar aja Jeno kan most wanted sekolah. Gue menscroll kontak Line Jeno, terlihat chat terakhirnya dengan Audrey. Gue membuka room chatnya, membaca dari atas.

Perlahan gue meneteskan air mata, gue harus kuat dan terus baca sampai akhir. Tapi, semakin ke bawah semakin menyesakkan rasanya.

***

Jeno POV

"Kamu bohongin aku." ucap Audrey menyilangkan tangannya di depan dada.

"Suka-suka gue, semuanya selesai di sini. Gue nggak mau jadi robot yang bisa lo mainin sesukanya."

Audrey tersenyum miring. "Kamu mau gitu, oke. Aku pastiin satu persatu orang yang kamu sayang bakal pergi, atau mungkin kamu yang bakal pergi."

"Gue nggak peduli!"

Gue pergi meninggalkan Audrey yang menggeram kesal, gue berjalan menuju parkiran mengenderai motor lalu peringkat HP gue masih di Helen.

Dengan cepat gue menuju rumah Helen, bisa gawat galau dia tau semuanya.

Tok... tok... tok...

"Iyaaa, siapa?" Itu suara Mama Helen.

"Jeno, Tan."

Mama Helen membuka pintu sambil tersenyum. "Apa apa, Jen?"

"Mau ketemu Helen, Tan."

"Sebentar, ya. Tante panggilin Helen dulu." Mama Helen berjalan masuk memanggil Helen.

Tak lama Helen keluar menyerahkan HP gue. "Nih HP-nya, sana pulang."

Helen berbalik ingin berjalan masuk, the segera menahan tangannya. "Apalagi? Sana pulang."

"Lo kenapa?"

"Kamu yang kenapa? Nggak usah pura-pura, Jen. Tega banget, kalau tau gitu aku nggak akan mau jatuh cinta sama kamu." katanya tiba-tiba.

"Aku minta maaf, Len. Aku sayang kamu, serius."

"Maaf kamu nggak bikin kecewa aku hilang, Jen." jawabnya meneteskan air mata.

"Awalnya emang kamu taruhan aku, tapi semakin lama aku jalanin hubungan kita, aku jatuh cinta sama kamu. Aku terus berusaha untuk nggak jatuh cinta, tapi nggak bisa, Len." Gue memeluk Helen.

"Al di mana?" tanyanya tiba-tiba.

"Aku nggak tau, kami kenapa nanyain dia?"

"Aku perlu ketemu sama kembaran kamu."

"Kata Papa dia udah meninggal." Helen melemas, gue memanggil nggak ada sahutan, Helen pingsan .

Gue masuk ke dalam, meminta izin pada orang tua Helen untuk membawanya ke kamar.

"LO APAIN SI HELEN?!" teriak Xi nyaring.

"Nggak gue apa-apain."

"Ngeles aja lo curut."

Xi mengambil minyan kayu putihnya menaruhnya di depan hidung Helen. Tak lama Helen bangun.

"Len..." panggil gue.

"Pulang, Jen. Kita putus."

Gue mematung seketika. "Nggak bisa, dong, Len."

"Lah? Lo bukannya amnesia?" sahut Xi.

"Dia pembohong." kata Helen.

"Anji—"

"Simpen tuh anjing."
"Len, kesalahan aku nggak bisa kamu jadiin alesan buat putus gitu aja. Dulu aku jadiin kamu taruhan, tapi sekarang aku cinta sama kamu. Aku serius."

Xi sempat kaget sebentar. "Dulu taruhan sekarang jatuh cinta, karma is a bitch emang. Tapi Len, nggak ada salahnya kasih Jeno kesempatan lagi."

"Tapi—"

"Dicoba dulu." potong Xi.

"Iya!"

Gue langsung memeluk Helen. "Makasih, Len, makasih!" seru gue.

"Harusnya lo makasih ke gue!" protes Xi.

"Iyaaa, makasih juga Xi."

Xi mengangguk.

"Udah malem, aku pulang, ya." pamit gue pada Helen.

"Iya, hati-hati."

"Gue pulang." Gue pamit pada Xi.

"Yo, tiati."

Gue turun diantar Helen dan Xi, kalu pamit pada kedua orang tua Helen.

***

Author POV

Dalam perjalanan Jeno sama sekali tidak berniat memudarkan senyumnya, hanya butuh 20 menit untuk sampai di rumahnya.

Senyumnya memudar seketika saat melihat motor dan orang yang benar-benar ia benci.

"Lo ngapain di sini?." tanya Jeno datar.

"Lo?!"

"Lo ngapain di sini?!" Jeno meninggikan suaranya lalu memukul orang itu.

***

Huftttttt, Susah banget nyari ide buat lanjutin story ini:(

Tolong vote dan komennya, yaaaa....

Tinggal beberapa part untuk tamatin cerita ini:D.

Thank you, guysss! Happy reading....

- Yessyccaf.





Jeno [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang