Mau tau di mana tempat favorit gua? Di sini, di deket Lia, atau lebih spesifiknya deket sama bibir Lia, hahahaha. Gua bener-bener mabuk Lia, wajahnya, cara bicaranya, tawanya, aroma parfumnya, semuanya. Gila.
Sayang banget posisi paling intens antara gua dan Lia ini harus terinterupsi karena Lia ketawa denger perut gua yang bunyi kenceng banget.
"Hahahaha, kamu laper ya Baal? Belom sarapan?" gua nyengir sambil garukin kepala.
"Udah makan toast sama minum susu sebelom jemput kamu tadi Ya, tapi udah laper lagi kayaknya."
"Kamu miara cacing apa naga sih di perut? Hahahaha" tawa Lia makin kencang, bikin gua ga bisa nahan nyubit pipinya yang merona, lalu merapatkan tubuh gua ke Lia, dan merajuk, kapan lagi kan bisa merajuk ke Lia.
"Kamu bisa masak kan Ya? Kamu bilang kemarin bawa banyak makanan Indonesia. Tadi juga kita belanja. Masak dong Ya, apa kek, opor ayam, nasi uduk, rendang, cakwe, pempek." Lia mengelus kepala gua, shit man, luluh beneran gua sama ini cewek.
"Aku tau apa yang lebih gampang dan lebih enak dari itu semua, dan pasti kamu suka"
Lia meraih tas disampingnya, berlagak melakukan sulap, dan mengeluarkan bungkusan yang gua familiar banget.
"Tadaaaaaaaa, Indomi!!! Aku bikinin kamu indomi abang-abang keliling ya!" dia semangat banget bilang begitu, gua cuma bisa ngakak.
"Yah, Ya, kok Indomi sih, kan aku juga mantan BA-nya, masak yang lain dong. Lagian mana ada tukang indomi kok cakep amat begini"
"Eitsss kamu belom tau kan indomi apa yang paling enak?" Lia bertanya ke gua sambil mendekatkan wajahnya, mati-matian gua nahan diri buat ga nyosor cium dia lagi, godaan banget ini cewek.
"Indomi Aceh? Indomi kornet? Ayam geprek? Sambel ijo? Spesial? Indomi Keju? Buat aku sih enak semua Ya"
"Salah semua!"
"Apa dong?"
"Indomi yang dibikinin, hahahaha, coba deh bikin sendiri sama dibikinin pasti beda rasanya. Udah ah aku mau masak, laper juga"
"Ih garing Ya, gariiiiiinggggg!!!" tapi toh gua ketawa juga.
Lia ga menggubris gua dan sekarang dia sedang sibuk di sudut dapur kecil apartemen gua, biarlah dia berkreasi, apapun yang dia masak bakal gua makan. Keracunan? Rela kok gua hahahaha
Perhatian gua teralih ke HP gua yang ngedip-ngedip di meja, "Bunda is calling...."
Gua rapiin rambut yang acak-acakan, ngaca di layar HP memastikan udah ga ada sisa lipstick Lia yang nempel di bibir gua, berabe ntar.
"Assalamualaikum, Bun..."
"Waalaikumsalam, lagi di mana Dek? Kok seger amat mukanya jam segini, biasanya baru bangun tidur. Udah makan belum?" pertanyaan standar Bunda.
"Di apartemen kok Bun, iya tadi abis subuhan ga tidur lagi makanya ga kucel hehehehe, kalo makannya si bel....." kalimat gua kepotong karena Lia ngomong lumayan kenceng dari seberang.
"Baal kamu punya blender ga? Dimana sih? Kok aku ga nemu?" Lia yang emang dari tadi kayak kebingungan buka-buka rak dan drawer dapur akhirnya nyerah dan nanya ke gua.
"Ada siapa itu Dek?" mampus gua, Bunda denger ternyata.
"Dek?" Bunda mengulang pertanyaannya karena gua diem aja sambil cengengesan salah tingkah.
Akhirnya gua berdiri dan mendekat ke Lia, mengarahkan kamera ke dia, sekarang muka gua dan Lia ada di layar.
Lia dan Bunda sama-sama kaget, gua sih happy happy aja.
"Eh oh, assalamualaikum Bunda, apa kabar?" Lia menyapa Bunda sambil nginjek kaki gua, gua nahan ketawa, pasti dia salting banget hahaha.
"Loh, kok ada Sasha, kapan sampe Melbourne? Bunda baik, sehat alhamdulillah, Sasha apa kabar? Udah mulai ya kuliahnya?"
"Baik juga Bunda, masih minggu depan mulai kelas pertama, makanya ini masih bisa jalan-jalan dulu hehehehe"
"Kangen banget dia sama Ale, Bun, makanya sampe mau Ale culik ke apartemen hahahaha"
"Ih apasih kamu, tengil ya!" Lia mendelik kearahku, mukanya merah banget, lucu! Bahkan Bunda pun ketawa di seberang sana.
"Ya sudah, kalian jangan telat makan ya, hati-hati nanti kalo jalan-jalan keluar, Sasha juga harus dianter pulangnya ya Dek, pinjem mobil Kak Mentari aja, nanti Bunda yang ijinin"
"Siapp komandan, ini lagi dimasakin Sasha loh Bun, dia jago masak, mau buka warteg katanya di Melbourne" Lia mendelik lagi, kesel banget keliatannya hahahaha
"Jaga diri ya kalian, hati-hati pokoknya. Bunda sayang kalian. Daaaah..." Bunda melambaikan tangannya, tanda videocall selesai.
"Dadaaah Bunda" gua dan Lia menjawab berbarengan, dilanjutkan dengan Lia yang merepet panjang lebar dengan muka merona saking kaget dan malunya mendadak harus ngobrol sama Bunda.
Gua iseng memeluk dia dari belakang lagi, lalu mencium puncak kepalanya.
"Tuh blender di drawer sebelah kiri, kamu mau blender apa sih?"
"Eh ini, itu mau blender bumbu buat bakminya" salting dia, guanya seneng hahahaha.
"Jangan kelamaan masaknya ya Ya, nagaku udah pada protes nih, aku tunggu di meja ya, ada beberapa kerjaan yang harus diberesin" gua kecup pipinya kemudian meninggalkannya di dapur. Gua menang banyak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melbourne Apartment
FanfictionDISCLAIMER : CERITA INI ADALAH FANFICT, HALU SEMATA, SO PLEASE NO OFFENSE BUAT SIAPAPUN YANG BACA, DIBAWA HAPPY AJA YA BEBS! This story is slightly 21+, so be wise ya :)))