Sudah hampir jam 10 malam di Melbourne, aku masih terjaga, sedikit gelisah menunggu kabar dari Iqbaal yang hari ini duluan pulang ke Jakarta. Berulang kali aku mengecek notifikasi HP, nihil, belum ada chat darinya.
Tenang, Sha, ga semua yang kamu pikirin itu bener kok. Bisikku pada diri sendiri. Well, sejujurnya aku enggan banget ngakuin ini, aku kuatir Iqbaal dijemput sama orang yang aku kurang nyaman dengan keberadaannya. Ehm, Zidny. Meskipun Iqbaal sudah berulang kali meyakinkan aku kalo there's nothing between them, aku tetep aja kurang sreg sama dia.
Tadi sih dia bilang bakal dijemput Ayah sama Bunda aja, tapi aku tetep ngerasa ga enak. Kuputuskan bangkit dari ranjang, aku butuh minum. Dengan malas aku melangkah ke dapur, menuang segelas besar air putih, tegukan terakhirku menandaskan isi gelas yang kupegang ketika HPku berdering.
Iqbaal Ramadhan is calling...
Aku berdehem sebentar sebelum mengangkat telepon dari orang yang sedari tadi kutunggu itu.
"Hai, Sayang..." serunya dari benua berbeda, hatiku langsung meleleh.
"Aku nungguin kamu tau dari tadi" aku merajuk.
"Maaf, Ya, tadi aku nunggu bagasi sekalian kelar, rame banget bandara, masih sore, aku berusaha banget biar ga mencolok"
"Trus, ada yang liat kamu ga?"
"Ya ada Ya, kan aku keliatan, emang aku tembus pandang?" aku tertawa mendengarnya.
"Ihhh ga gitu maksudnya"
"Iya Bun, iya, bentar, lagi telepon Sasha bentar ya. Men, koper udah masuk semua kan? Ke mobil Ayah aja, ga usah dipisahin, udah jadiin satu aja"
Iqbaal lagi ngomong sama Bunda dan Kak Omen kayaknya. Tunggu, kok jadi ada Kak Omen? Aku yang sekarang duduk di ranjang menunggunya sambil memainkan jari di atas bantal di pangkuanku.
"Ya? Sayang? Sorry, lagi minta Omen masukin barang tadi, kamu belom ngantuk?"
"Ada Kak Omen?" aku tidak mengacuhkan pertanyaan Iqbaal, ada Kak Omen, perasaanku langsung ga enak, dia bilang tadi kan cuman Ayah Bunda yang jemput.
"Iya Men, udah semua kan? Ransel siniin aja, gua ikut mobil Ayah, thanks ya. Bu, makasih ya..."
Lagi, Iqbaal sibuk ngobrol sendiri, aku menghela nafas.
"Pak, makasih, ati-ati, iya, besok langsung kok, studio kan? Omen aja yang jemput, wardrobe udah di Ibu semua ya? Oke."
"Baal?" kok aku jadi dikacangin sih.
"Buy, makasih ya, sure, sure, thankyou ya"
Deg. Aku ga salah denger kan? Buy? Abuy? Zidny? Dia di airport?
"Baal?" lagi aku memanggilnya.
Sekilas aku mendengar lagi suara tepukan, sama seperti ketika Iqbaal ngomong ke orang yang aku tebak pasti Bu Dinda dan Pak Jozz tadi, tepukan kalo orang pelukan, taps on the back. Iqbaal meluk Zidny? While he is having a conversation with me???
Inhale, exhale, Sha, tenang, control yourself. Fyuuuhhhhh.
Akhirnya aku memilih diam, menunggu Iqbaal yang masih ngomong di seberang sana dengan kepala berdenyut, aku mendadak jadi pusing.
"Huahhhh akhirnyaaaaa, Ya? Are you there? Sorry, tadi lagi pamit-pamitan."
"Oh.."
"Kok oh sih?"
"Ya kenapa emangnya?" suaraku tercekat, menahan emosi.
"Tadi tim svmmerdose ikut jemput, aku ga tau Ya, mereka ga ngabarin juga, tau-tau muncul aja"
"Iya yaudah"
"Yaudah?"
"Aku ngantuk"
"Kamu marah?"
"Ga kok"
"Alhamdulillahhh, kirain kamu marah hehehehe" eh, malah cengar-cengir ni anak, padahal aku udah kayak mau meledak.
"Ada Zidny?" aku berusaha mengatur intonasi bicaraku.
Ada jeda sejenak sebelum Iqbaal menjawab, dengan nada yang terdengar sangat hati-hati di telingaku.
"Ehm, ada, Sayang, kan dia tim svmmerdose juga"
"Meluk dia ya tadi?" mataku panas sekali rasanya.
"Ya, aku baru landing, after a 7 hours flight, and jetlag hits me a bit, lumayan pegel badan, aku ga pengen debat, besok aja kita ngobrol ya, aku udah di jalan balik sama Ayah Bunda, kamu istirahat aja"
"Aku ga nemu jawaban dari pertanyaanku tadi"
"Ya, please, can we talk again tomorrow? Kamu istirahat aja ya" nada suara Iqbaal berubah tidak sabar. Aku tau dia pasti capek, tapi aku ga suka sama kejadian tadi, sama sekali ga suka.
"Yaudah, terserah kamu aja" ketus, I know.
"Goodnight Sayang"
Aku tidak menjawab, dan langsung memutus panggilan itu. Kesel banget rasanya. Dasar cowok ga peka!
Baru juga landing di Jakarta, udah gitu. Kepalaku makin berdenyut, aku kembali bangkit dan menuju ke dapur, minum lagi sama banyaknya dengan tadi, berharap air dingin ini bisa melarutkan emosiku yang meluap-luap.
from: Iqbaal Ramadhan
"Sayang, sorry, I think I can't pick you up tomorrow, jadwal photoshoot sm Bapak jdnya mundur, siang baru mulai, kuatir bakal sampe malem, bsk aku kabarin lagi ya, I miss you, aku udah kangen banget :*"
Apa? Ga bisa jemput? You promised me Baal! You promised me! Jari-jariku udah gatel banget pengen langsung bales pake ngomel, tapi aku menahan diri sampai sepuluh menit kemudian.
to: Iqbaal Ramadhan
"No worries" – sent
Terkirim, tapi belum dibaca, paling dia udah ketiduran di mobil. Berulang kali aku menarik nafas panjang, dan masih terus kulakukan ketika aku udah bersiap tidur, bergelung di bawah selimut yang 2 minggu lalu kupakai bersama dengan orang yang paling kusayang, yang sejak setengah jam yang lalu, berubah jadi orang yang paling pengen kubawain spanduk dengan tulisan besar-besar : KENAPA SIH KAMU GA PEKA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melbourne Apartment
FanfictionDISCLAIMER : CERITA INI ADALAH FANFICT, HALU SEMATA, SO PLEASE NO OFFENSE BUAT SIAPAPUN YANG BACA, DIBAWA HAPPY AJA YA BEBS! This story is slightly 21+, so be wise ya :)))