a picnic lunch

5.5K 350 34
                                        


Jam 1 siang, waktu emang rasanya cepet banget berlalu kalo bareng sama Lia gini. Kita sarapan bareng, trus nonton Netflix sambil cuddling tadi. Sekitar sejam lalu Kak Mentari nge-WA gua, ngajakin join picnic lunch di park deket sini, barengan sama beberapa temen juga.

Gua sempet ragu mau nawarin Lia, tapi akhirnya gua beraniin diri juga sih. Surprisingly she said yes, meskipun dengan embel-embel dia ga laper, karena emang sepanjang nonton tadi kita ga berenti ngemil.

"Udah siap Ya?" gua melongokkan kepala ke dalam kamar mandi yang ga ditutup pintunya sama Lia, dia sedang mematut diri di cermin wastafel.

"Udah kok, tunggu ya, bentar, dikit lagi" katanya sambil menyemprotkan parfum ke lehernya.

"Jangan wangi-wangi Ya"

"Kenapa? Kamu mau aku bau asem?"

"Ga gitu juga"

"Trus kenapa?"

"Nanti aku makin pengen nempel kamu terus kalo kamu wangi"

"Hahahaha, yang wangi bukan cuman aku kali Baal, kamu juga tau" kata Lia sambil keluar dari kamar mandi, dan mencubit sekilas hidung gua.

"Masa aku wangi?" gua pura-pura mengendus badan gua sendiri.

"Iya, wangi banget malah, aku suka parfum kamu"

Kepala gua rasanya jadi berat, kayaknya karena nambah gede dipuji Lia begitu.

"Yuk, aku udah siap Baal, tapi ini seriusan gapapa?"

"Gapapa banget dong"

"Kan aku ga kenal temen-temen kamu"

"Makanya, ini kan kenalan" kata gua meyakinkan Lia sambil mengulurkan mantelnya, lalu mengacak rambutnya, dia langsung manyun.

"Iiiihh kan udah dirapiin rambutnyaaa"

"Rapi apanya, dicepol asal-asalan gitu"

"Ini namanya messy bun" Lia membela diri

"Nah kan, berarti messy, berantakan, bukan rapi" gua bersikukuh yang dibalas pake mata juling sama Lia.


Hari ini emang cuaca lagi lumayan bagus, ada matahari sedari pagi tadi. Gua berjalan bersisihan dengan Lia, menghirup udara bebas tanpa ada paparazzi mengikuti. Kami sama-sama diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Baal..." panggilan Lia memecah keheningan kami.

"Hmmm? Kenapa Ya?"

"Nggg ga jadi deh" ada nada ragu di kalimat Lia.

"Kenapa Ya?" gua paling ga suka ada kalimat digantung gini nih.

"Ga kok gapapa" gua menghentikan langkah kaki, menarik tangan Lia buat berhenti juga.

"Ya, ke-na-pa?" gua ulangin pertanyaan yang sama, dengan penekanan berbeda. Ragu-ragu Lia menatap gua, kayaknya dia berusaha mencari kalimat yang pas buat ngomong.

"Aku nervous mau ketemu temen-temen kamu" entah kenapa gua ngerasa bukan ini yang sebenernya mau Lia bilang. Gua menatap Lia lebih tajam, menyelidik. Lia memalingkan wajahnya sambil menggigit bibir.

Gua tau Lia sedang tidak jujur, tapi gua mencoba percaya ke dia. Nanti gua cari tau kenapa dia begitu. Gua genggam kedua tangan Lia, dan bilang ke dia,

"Hey, it's okay, just a normal picnic lunch, nanti aku kenalin kamu ke temen-temen, ga akan lama kok, kalo kamu ga nyaman, kita segera balik, mereka baik, percaya deh sama aku" gua tarik Lia mendekat, pelukan mungkin bisa nenangin dia.

"Feeling better? Yuk jalan lagi" kata gua sambil nepuk-nepuk punggung Lia.

"Eh tapi jangan dilepas deh"  

"Kamu mau jalan sambil pelukan gini Baal? Kayak kepiting dong kita hahahaha"

"Bukan pelukannya, digandeng maksudnya, kayak gini" gua meletakkan tangan Lia ke lengan gua.

"Trus aku bisa nyender kepala deh di pundak kamu gini"

"Ih, kok kamu yang nyender sih, kan harusnya aku" Lia protes

"Hahahahaha ya habisnya sepanjang jalan tadi kamu ga inisiatif sih Ya"

"Malu tau diliatin orang" senyum merona Lia udah kembali, I bet she is ok now.

"Kenapa malu, kan pake baju, kalo kamu ga pake baju, atau kamu liat aku ga pake baju, itu baru boleh malu"

"Iqbaal ih !!! Mana pernah aku liat kamu ga pake baju"

"Ya kali aja pas kamu mimpi jorok sama aku Ya"

"Iqbaal !!!" kali ini Lia memukul lengan gua dengan muka merah padam, malu beneran dia,

"Kok mukanya jadi merah Ya, beneran ya kamu mimpi jorok sama aku? Kapan? Jangan-jangan tadi malem ya? Hayooooo ngaku hahahahaha"

Pukulan di lengan gua makin kenceng, selaras dengan tawa gua yang ga bisa gua tahan, jujur gua jadi penasaran beneran pernah ga Lia mimpiin gua begitu, hahahahaha

------------------------------

Iqbaal memang jarang bisa ditebak, kayak siang ini. Dia mengajakku bertemu teman-temannya, ikutan picnic lunch katanya. Aku iyain aja sih, meskipun aku akan lebih suka sesi Netflix-an tadi dilanjutin. Di perjalanan, tiba-tiba perasaanku ragu, terbersit rasa ga nyaman yang hampir saja aku sampein ke Iqbaal.

"Kita ini apa Baal?"

Tapi ku urungkan kalimat itu, biarlah ini berjalan begini dulu, aku udah seneng.

Melbourne ApartmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang