Hyura menahan isakannya kala merasa Jimin sudah berbaring disebelahnya,membelakangi Suaminya
Menggigit bibir bawahnya kuat demi menahan suaranya.
Jimin tau bahwa Hyura akan menangis saat ini.
Tapi dia memilih diam dan tidak ingin mengusiknya.
Pikiran mereka berdua sibuk masing-masing,tidak ada yang akan memulai bicara atau bertanya.
***
Sampai pagi pun mereka melakukan aktivitas seperti biasa dengan keheningan.
Jimin merasa ingin tapi tapi enggan ingin memulai percakapan,begitupun Hyura.
Hyura merasa kecewa akan Jimin yang merasa tidak menganggap nya.
"Aku pamit"-pungkas Jimin singkat lalu bangkit dari kursi meja makan,meninggalkan Hyura yang tertunduk.
Satu tetesan air matanya mengalir dipipi mulusnya kala mendengar Jimin sudah menutup pintunya
"Wae?"
...
Terbebani akan masalah kantornya,ditambah marahnya Hyura membuatnya semakin pusing saja.
"Aku harus apa?"-gumamnya sambil menunduk
Hatinya ingin tapi egonya tidak.
Ceklek
Pintu ruangannya terdengar dibuka,menampilkan seseorang.
"Permisi"
"Apa?"-Jimin mendongak dengan ekspresi datarnya
"Ada apa?"-Yoongi duduk disebrang Jimin
"Entahlah,aku pusing"
"Hyura menelpon ku tadi malam"
"Apa?!"-tanya Jimin terkejut
"Dia menelpon ku semalam"
"Untuk apa?"
"Dia menanyakan dirimu"
"Kenapa aku?"
"Dia bilang kau pulang-pulang dengan keadaan kacau,saat dia menanyakan nya padamu kau malah membentaknya"
Jimin terkejut,apa dia mengadu pada Yoongi?
"Apa yang kau bilang padanya?"
"Aku hanya bilang jika client yang kita ajak kerja sama menolak,dan kami mengira kau stress karna itu"
Jimin merasa lega,Hyura tidak mengatakan yang lebih,tidak mungkin juga dia mengatakan masalah pribadi mereka.
Meski polos Hyura tau jika masalah ini bukan untuk diceritakan pada orang lain.
"Aku juga pusing memikirkan Mingyu"-ujar Jimin
"Kenapa dengannya?"
"Dia menggelapkan uang 15 juta Won"