Ghea menelusuri lorong rumah sakit yang tidak begitu ramai. Ia membaca satu-satu persatu ruangan ia lewati.
Tiba di ruangan yang ia tuju, ghea mengetuk pintu hingga terdengar sautan yang mempersilahkan ghea untuk masuk. Ghea tersenyum sopan pada dokter laki-laki paruh baya yang tampak gagah duduk di kursi kebesarannya."Sore dok." sapa ghea.
Dokter lelaki tersebut bangkit, mengajak ghea berjabat tangan. "Ghea kan?"
"Iya dok"
"Saya ferdi, ibumu sudah menceritakan tentang kamu. Silahkan duduk."
°°°
Ghea duduk di kursi rumah sakit. Tatapannya kosong, tangannya menggenggam plastik berisi obat-obatan dengan erat.
Selama ini ghea sudah mampu hidup tanpa obat-obatan yang sangat memuakkan baginya. Namun setelah rasa takutnya kembali, ghea harus kembali meminum obat.
Ghea memohon pada dokter tersebut untuk merahasiakannya dari orangtua ghea. Ia hanya tak ingin membuat mereka khawatir dan menyusahkan mereka.
Walau padanya, mungkin mereka tidak pernah menaruh sedikitpun rasa khawatir untuk ghea.
Ghea memasukkan obat tersebut ke dalam slingbag yang ia bawa. Masalah administrasi, ghea membayarnya menggunakan uang tabungannya.
Mungkin setelah ini, ghea akan rutin ke rumah sakit untuk memeriksakan mentalnya.
Baru melangkah sebanyak dua langkah, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Abi, ghea dengan cepat menekan tombol hijau.
'Ghe?' nada suara abi terdengar sedikit tergesa.
'Kenapa bi?'
'Kata satpam dirumah kamu, kamu ke rumah sakit. Kamu sakit?'
Ghea terkekeh. 'Sayang banget sama aku ya?'
'Gheeee' jelas sekali saat ini abi tengah mencak-mencak di sebrang sana.
'Aku ngga sakit kok bi. Ini lagi jenguk anak teman bunda.'
Ghea bisa mendengar abi menghela nafas disebrang sana. Ghea mengulum senyumnya.
'Mau aku jemput?'
'Jangan. Aku mau ke suatu tempat.'
'Okay, oh ya ghe,'
'Ya?' pergerakan tangan ghea yang hendak menutup panggilan terhenti.
'Kalau ada masalah, jangan sungkan untuk cerita ya.'
Setelah berkata demikian abi menutup panggilan, lain dengan ghea yang terpaku. Tangannya meremas ponsel dengan erat, ghea menghela nafas, ia menundukan kepalanya.
Nggak semua hal bisa aku ceritakan bi, maaf.
°°°
Ghea berdiri di dekat pembatas rooptof. Angin malam menerbangkan beberapa helai rambutnya yang bebas dari ikatan. Ghea menatap pemandangan di bawah dengan tatapan hampa.
Ghea sering kesini untuk melepas penatnya. Penat yang benar-benar sulit untuk diutarakan. Angin malam, lalu lalang motor dan mobil di jalan raya, juga kesepian yang begitu memilukan.
Ghea sudah sangat paham rasanya.
Sebenarnya yang ghea lakukan ditempatnya berdiri saat ini hanya berdiam diri. Bagi ghea ini sudah lebih dari cukup untuk melepas rasa penatnya. Seolah berkomunikasi dengan sunyinya malam.Ghea selalu berharap, ia bisa kembali kesini dengan seseorang.
°°°
"Lama nunggunya ghe?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abighea
Teen FictionAbi sayang ghea, abi juga sayang vanya. Walaupun sayang abi pada vanya hanya sebatas teman, terkadang ghea sering merasa tidak berarti karna perlakuan abi yang selalu mengutamakan vanya. Ingin tau rasanya jadi perempuan yang pacarnya lebih mementin...