_28_

501K 51.3K 22.2K
                                    

Lima belas menit setelah bel pulang sekolah berbunyi seharusnya sekolah sudah sepi tapi lain ceritanya dengan hari ini. Banyak siswa memenuhi lapangan sekolah, beberapa ada yang menyaksikan dari balkon kelas, seperti ghea. Ghea berdiri bersampingan dengan ami.

Mata ghea tak lepas dari dua insan yang saat ini menjadi pusat perhatian. Abi dan vanya. Abi menyodorkan buket bunga pada vanya, tak usah mendengarpun ghea paham apa yang tengah terjadi.

'jadi gini rasanya jadi rafa waktu liat orang di sayang jadian sama orang lain?' –batin ghea.

Ghea membalik tubuhnya ketika mendengar riuh teriakan dan tepuk tangan dari lapangan. Ami ikut berbalik, ia merangkul ghea, menarik ghea berjalan di koridor. Ghea menoyor kepala ami dan tertawa kecil.

"Santai elah mi."

"Santai-santai, di dalem hatinya lagi ambyar." misuh ami.

Didekat tangga ada Farhan, ia bersedekap tangan menunggu ami. Ghea mendorong ami agar berjalan sejajar dengan farhan.

"Lo mau balik ghe?" tanya ami setelah berjalan disamping farhan. Saat ini posisi ghea ada didepan ami dan farhan.

Ghea menuruni tangga sambil mundur berjalan mundur. "Ngga lah, males gue."

"Terus?"

"Ke bandung yuk?" ghea berbicara ngawur.

"Gila lo?" ami memelototi ghea.

Ghea kembali berjalan normal. "Yaaa kemana ajalah selain rumah."

Ketika berjalan di koridor bawah, lingkaran yang tadi ramai sudah bubar. Ghea mempercepat langkahnya, ia bahkan meninggalkan ami yang melangkah pelan. Tidak ingin mendengar apapun.

Ghea terkejut ketika menemukan mobil rian terparkir apik didepan gerbang sekolah. Ghea berjalan mendekat, ia mengetuk kaca mobil untuk memastikan.

Ternyata benar, ada rian didalam. Rian keluar dari mobil, saat ini ia berhadapan dengan ghea. "Kenapa lari?"

"Lari? Dari tadi ghe jalan kok." ghea berseru dengan santai.

"You know what i mean ghe." rian menekan nada suaranya.

Ghea menghela nafas. "Gue cape kak."

"Kamu pikir-"

"Kamu doang yang cape? kamu doang yang mau dingertiin, gitu? Kakak mau ngomong gitu? Kakak sama ayah sama aja."

Rian mencengkram tangan ghea dengan kencang, cukup membuat ghea meringis.

"Ghe, kakak, bahkan bunda juga udah bilang kan jangan ngerepotin? Kalau kamu lari-larian kayak gini, kamu buat susah ghe, kita panik."

"Bisa ngga sih kak, kata 'ngerepotin, buat susah' diilangin gitu, bilang kalau kalian panik tanpa embel-embel itu?"

Rian semakin mengencangkan cengkraman tangannya.

"Trauma ghea kumat lagi, belum lagi sikap kalian yang buat ghe pusing, kalian mau liat ghe kayak gimana lagi? Sikap ghe disana tuh serba salah kak. semalem ayah minta ghea pulang dan sekarang kak rian dateng-dateng marah-marah."

Tanpa ghea duga ada sebuah tangan menepis tangan rian yang mencengkram tangan ghea. Itu abi, abi dengan sigap menyembunyikan ghea di belakang tubuhnya.

Abi menatap rian dengan tajam. "Kalo lo sebagai kakak ngga bisa jagain dia, seenggaknya jangan sakitin dia brengsek." abi menekan kata demi kata.

Tidak lama Farhan dan ami tiba. Dengan cepat keduanya menghampiri ghea dan abi.

Ghea enggan menatap rian, "ayo pergi." lirih ghea.

AbigheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang