Ghea berjalan santai di sepanjang koridor, telinganya tersumpal earphone, sehingga ia tidak mendengar suara apapun di sekitarnya.
Mulutnya terlihat asik mengunyah permen karet padahal ini masih pagi, jika abi melihatnya - ahh abi lagi, ghea merutuki dirinya diam-diam.
Seseorang yang berjalan beberapa langkah di belakang ghea terkekeh gemas, ia tidak memperdulikan pekikan siswi siswi di sekitarnya.
Mengambil langkah maju, dirinya spontan merangkul pundak ghea. Ghea menghentikan langkah, menatap seseorang yang tengah merangkulnya.
Rafa disana, dengan senyum lugunya. Ghea melepas earphone, barulah ia mendengar omongan orang-orang sekitarnya.
'SUMPAH ITU RAFA?!'
'Rafa?'
'Rafa kan bener? Balik lagi?'
'Curiga gue sama ghea.'
'Wah jangan-jangan.'Ghea melepas tangan rafa di pundaknya sedikit kasar. "Nggak usah sok kenal. Dan satu lagi, lo sekarang tinggal di Indonesia, Jangan sembarang rangkul orang, risih."
Sebelum memasuki kelas, ghea melihat abi yang berdiri di depan kelasnya. Tatapan keduanya bertemu, ghea langsung menarik tatapannya, enggan berlama-lama.
Ketika memasuki kelas, kelas mendadak hening. Ghea mengacuhkan hal tersebut. Ami yang melihat ghea berjalan menuju kursi belakang menarik kaitan tas ghea.
"Ami." desis ghea, pasalnya ia ditarik mundur seperti anak kucing.
Ami terkekeh, "lagian sok-sokan mau duduk di belakang, anda fikir anda keren?"
"Nanti kalau di bully enfant gimana?" ghea memelankan suaranya.
Ami menyuruh ghea mendekat menggunakan tangan kanannya, ia berbisik tepat di telinga ghea. "Tinggal pilih racun atau bom, easy."
Ghea mengacungkan jempolnya, "oke."
"Eh ghe."
Ami menginterupsi gerakan tangan ghea yang hendak membuka bukunya. "Apa?"
"Kemarin, rafa langsung ke markas enfant. Farhan yang cerita."
Ghea lanjut membuka bukunya, "terus?"
"Katanya semua anak enfant udah tau. Jadi kemungkinan mereka nggak akan bully lo lagi." ami berbicara dengan pelan.
"Baguslah." ghea mengangguk tak minat.
"Kata Farhan, abi marah besar, sama rio." ami menelisik ekspresi wajah ghea. Ghea tetap terlihat santai dimata ami.
Ami tidak tahu seberapa keras ghea menahan diri agar tidak peduli tentang apapun yang bersangkutan dengan abi.
"Farhan bilang juga, abi nggak jadian sama vanya, itu asli jebakan anak enfant aja." lanjut ami.
Ghea mengangguk sekali. "Oh."
Ami tanpa sadar memukul meja. "OH? OH DOANG?"
Ghea meringis, ini sejak kapan ami suka memukul apa saja yang ada dijangkauannya sih? Mana ia berseru dengan lantang.
"Ami." peringat ghea.
"Tumpengan nggak nih gue ghe? Akhirnya si bucin bisa cuek juga ya tuhan." ami berseru dramatis.
"Berisik."
°°°
Ghea -tentu saja bersama ami yang terus saja menempelinya duduk anteng di salah satu kursi kantin. Berhubung kelasnya tengah jam kosong, keduanya memilih ke kantin karena sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi nyaring.
Ketika asik mengunyah makanan pesanannya, rafa duduk dihadapan ghea dengan senyum ceria, ia meletakkan sekotak susu varian coklat untuk ghea di meja. Ghea tidak menerimanya, ia hanya menatapnya sekilas lalu lanjut menyantap makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abighea
Fiksi RemajaAbi sayang ghea, abi juga sayang vanya. Walaupun sayang abi pada vanya hanya sebatas teman, terkadang ghea sering merasa tidak berarti karna perlakuan abi yang selalu mengutamakan vanya. Ingin tau rasanya jadi perempuan yang pacarnya lebih mementin...