"Cece udah pesen ojolnya?"
Gue menggeleng sambil menyendokkan telor dadar dengan banyak daun bawang di dalamnya. "Bentar lagi, Ma. Abis makan."
"Padahal mah bareng aja atuh sama Damar,"
Damar yang sama-sama lagi sarapan langsung mendengus. "Ma, ih! Masa Damar naik motor berempat? Dikira Damar transparan apa gak akan keliatan sama polisi?"
Mama langsung terkekeh waktu denger suara protes Damar—adik gue yang sebenernya udah sangat biasa didenger setiap waktu.
"Gak apa-apa, Ma. Enakan juga naik ojol bisa langsung nyampe ke kampus. Kalau bareng Damar kan muter-muter."
Damar langsung mendengus waktu denger jawaban gue yang sangat privileged.
"Ya udah, buruan Ko sarapannya. Ini Sore sama Pagi udah selesai tinggal berangkat."
Damar cuma bisa ngangguk kecil dan mempercepat sarapannya. Beda dengan gue yang masih santai dan bahkan baru aja mengambil satu potong telur dadar lagi ke dalam piring.
"Cece, Sole pake jepit dali Cece... Tantik gak?"
Gue langsung menoleh ke anak kecil di sebelah gue. "Cantik dong. Kan Cece yang beliin. Sore suka?"
"Suka!"
"Pagi juga! Pagi pake jam tangan dali Cece!"
Gue terkekeh dan mengangguk. " Wuih! Pagi jadi makin ganteng pas udah pake jam tangan!"
"Kalau menulut Koko gimana?" tanya Sore pada Damar.
Damar memaksakan senyum kemudian mengelus lembut rambut Sore yang duduk di sebrang dia. "Cantik, lah. Kan adik Koko."
Sore dan Pagi langsung ketawa setelah gue dan Damar puji. Ya, Sore dan Pagi adalah adik kembar gue dengan jarak umur 17 tahun. Jadi kadang, selain jadi kakak, gue dan Damar juga ngerasa kita jadi orangtua mereka.
"Cece pulang jam berapa hari ini?"
"Jam lima, Ma. Mau kumpul dulu UKM." jawab gue sambil mengecek kamera di dalam tas yang simpan di atas meja makan.
###
"Lo manusia bukan sih?" tanya gue heran sambil menatap layar handphone.
"Ya iyalah! Ini jam 4 pagi ya, wajar dong aku udah bangun."
"Ya terserah lo deh."
"Lagi siap-siap ngampus ya?"
Gue bergumam mengiyakan sambil mengoles roti panggang gue dengan selai kacang. "Kenapa sih nelepon?"
"Bosen." jawab suara di sebrang gue.
"Aku niatnya mau tidur lagi, tapi gak bisa. Mata udah melek banget."
"Ya lo ngapain, kek. Ajak Gula jalan-jalan?" jawab gue asal.
"Gak ada ceritanya ngajak jalan-jalan anjing jam 4 pagi ya, Bego!"
Gue cuma bisa terkekeh dan terus melanjutkan sarapan gue.
"Ngomong-ngomong, apa perlu Gula tinggal di Bandung aja? Biar apartemen kamu gak sepi-sepi banget."
"Gak usah. Nanti Gula mati kalau tinggal sama gue."
"Ih, ngeselin. Ya dirawat dong."
"Males. Mending hunting foto."
"Oh iya! Kirimin foto suasana Bandung dari pegunungan dong Beb."
"Males."
"Males terus kuburan kamu sempit loh!"
"Diem deh lo. Gue lagi sarapan." akhirnya gue menanggapi dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph
Fanfiction(Series #8 Maier - TAMAT) Bagaimana kalau lensa kamera diam-diam mengabadikan betapa indahnya Awan Biru dan Langit Senja? [Cerita belum direvisi sejak tahun 2020]