21. Ingin jauh.

1.8K 365 131
                                    

###

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

###

SENJA.

Gue menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkah kaki memasuki rumah.

Melirik jam tangan yang ternyata menunjukkan pukul setengah sembilan malam, gue buru-buru membuka pintu rumah dan memanggil satu-persatu nama anggota keluarga gue.

Papa dan Mama muncul dari ruang TV, sedangkan Damar keluar dari kamarnya.

"Cece pulang..." ujar gue tersenyum kecil.

Tanpa gue sadari, Mama menatap gue curiga. Dalam diam mempertanyakan kenapa muka gue justru kusut setelah acara jalan-jalan berkedok hunting foto itu.

"Cece bawain oleh-oleh tuh. Buka aja di atas meja makan ya. Cece mau mandi." Lagi, tanpa sadar gue berbicara tanpa semangat.

Mama semakin menatap gue curiga—yang lagi-lagi nggak gue sadari—dan hendak berdiri bertanya, tapi tangannya tiba-tiba Papa genggam. Seolah-olah menyiratkan kalau Papa yang akan ambil alih.

Dan setelah gue selesai mandi, dengan helaan napas pelan gue membaringkan tubuh di atas tempat tidur.

Jujur, gue capek. Apalagi selama perjalanan ini gue tidur di mobil. Tapi gue gak bisa tidur gitu aja.

Ucapan spontan dari Biru tadi bikin gue kepikiran sekarang.

Gimana ya.

Selama ini, gue nggak pernah mikirin perasaan apa yang hadir setiap gue sama Biru. Semuanya mengalir gitu aja sampai tadi di jalan.

Setelah Biru menyatakan perasaan sama gue, gue justru jadi tiba-tiba mikirin perasaan gue ke dia itu gimana.

Biru itu masuk ke kehidupan gue dengan sangat natural, nggak pake drama apa-apa.

Dari kenal doang karena satu UKM sampai akhirnya gue bisa menobatkan dia di tempat yang sama kayak Clareen dan Calvin. Segitu. Gak kurang.

"Cece?"

Gue langsung menoleh ke arah pintu yang tertutup, "kenapa, Pa?"

"Boleh masuk gak nih?"

Gue tersenyum kecil dan langsung berdiri untuk membukakan pintu kamar.

Papa ada di sana dengan beberapa mochi yang tadi gue bawa sebagai oleh-oleh juga teh hangat.

"Anak Papa udah jago beli oleh-oleh euy!" pekik Papa senang.

Gue tersenyum sambil mendudukkan diri di atas karpet dan Papa mengikuti.

"Ce."

"Kenapa, Pa?"

"Mama kamu khawatir berlebihan terus otewe curiga."

Gue mengerutkan kening bingung.

"Si Cece kenapa sih, Pa? Dijahatin jangan-jangan sama Biru!" ujar Papa sambil meniru nada suara Mama.

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang