28. Malam Biru.

2.3K 331 93
                                    

cw // sexual scene

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cw // sexual scene. 21+

###

Senja lupa sejak kapan tubuhnya dengan otomatis mendatangi apartemen ini setiap ia ingin berkeluh kesah.

Senja juga lupa, sejak kapan seluruh pangkatnya sebagai anak perempuan pertama yang mampu menampung beban keluarga tiba-tiba lepas begitu aja.

Mungkin sejak sekitar dua tahun yang lalu? Waktu pertama kali mendengar Mama mau menikah lagi seolah-olah Papa bisa dilupakan dalam kurun waktu gak lebih dari setahun.

Senja ingat hari itu, Hari Sabtu di Baltos. Mama tiba-tiba mengenalkan Om Edwin pada Senja dan Damar sebagai teman lamanya yang juga mau menikahi Mama. Senja dan Damar jelas gak mau. Dengan spontan keduanya menolak kehadiran orang baru di keluarga mereka. Apalagi kepergian Papa belum begitu lama.

Sore itu jadi sejarah pertama kalinya Senja dan Damar membangkang pada Mama. 

Sore itu harusnya ada Calvin yang menjemput Senja, karena Damar keburu pergi melampiaskan amarah entah ke mana, dan Senja hanya bisa menelungkupkan tubuh sambil menangis di depan lobi Baltos yang hampir tutup. 

Tapi tiba-tiba sosok jangkung yang celingak-celinguk dengan canggung justru mendekatinya. Biru.

Dan semenjak hari itu, semenjak Biru membawanya ke apartemen dan menjaganya tanpa banyak bertanya, Senja menemukan tempat baru yang nyaman selain rumahnya.

"Senja? Jangan ngelamun," panggil Biru yang baru keluar dari kamar mandi. 

Kaos putih polos juga celana training warna biru gelap menjadi gayanya malam ini.

"Lama sih lo mandinya," ujar Senja beralasan.

"Gue kan baru nyampe. Masih jetlag juga," jawab Biru sambil menggosokkan handuk kecil ke rambutnya.

Senja mengangguk kecil sambil menepuk pelan bagian sofa yang kosong di sebelahnya.

"Gimana kabar Om sama Tante?"

"Baik. Nanyain lo juga, katanya kapan mau ke Slovenia?"

Senja tersenyum kecil. Ia ingat ia ingin belajar menghindari masalah dari laki-laki di sebelahnya ini. Berlari. Ia selalu ingin berlari menjauh tanpa perlu memikirkan apa yang terjadi di hidupnya.

Tapi gak bisa.

Setiap Senja ingin pergi jauh, ia ingat Damar yang juga sama sakitnya. Ia ingat Pagi dan Sore yang masih selalu ia kunjungi di sekolah mereka.

Seberapun sakit hatinya Senja dan Damar, rasa sayang keduanya pada Pagi dan Sore tetap jauh lebih besar.

"Lo kan gak ngajak?"

Biru menatap Senja dengan wajah pura-pura marah. "Sampai berbusa gue ngajakin lo. Tapi kan lo sibuk jagain toko?"

Senja lagi-lagi tersenyum kecil. "Iya sih. Lain kali janji gue ikut!"

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang