21. |

1.1K 84 20
                                    

"Gimana keadaannya?"

Dengan nafas yang tersengal gadis berambut panjang dengan wajah oriental ini menatap khawatir ke arah lelaki yang sebelumnya tengah terdiam sekarang menatap kearahnya.

"Masih sama, Juni belum ada perkembangan. " Jawab Dion

Terhitung sudah sejak dua hari yang lalu tetapi tidak ada tanda-tanda meningkatnya keadaan Juni sejak kecelakaan itu.

Mendengar kabar dari Dion yang memberitahu bahwa Juni mengalami koma tentu saja membuat Saskia yang berada di negeri ginseng itu mengatur jadwal dari kuliahnya agar ia bisa berangkat mengunjungi Juni.

Tapi sayangnya ia baru bisa mempunyai waktu libur saat hari ini, hari ketiga Juni mengalami koma.

Bahkan Saskia terbang sendiri tanpa di temani siapapun, kecuali pada saat ia sampai di bandara yang langsung di jemput oleh kekasihnya, Fery.

Setelah sampai di rumah sakit Fery tidak bisa menemani karena pekerjaannya belum selesai dan akhirnya Saskia langsung berlari menuju bangsal tempat di mana ruangan Juni berada.

Mendengar jawaban Dion, Saskia menghela nafas dalam kemudian berjalan mendekati pintu ruang perawatan Juni.

Ia tidak berpikir akan terjadi seperti ini dengan Juni, sore hari sebelum Juni mengalami kecelakaan ia masih sempat membalas pesan dan berlanjut saling bercerita kehidupan masing-masing lewat sambungan telepon.

Pandangannya menyendu saat melihat wajah pucat Juni yang terlihat tidur dengan tenang ditemani kesunyian dengan nafas yang tenang. Saskia meringis mengingat Juni satu-satunya sahabat yang sangat berharga itu sekarang terbaring lemah.

Dengan perlahan ia memutar knop pintu tersebut dan menguar aroma khas rumah sakit dan dentingan nyaring dan teratur yang berpusat dari alat pendeteksi jantung.

Saskia tersenyum dengan air mata yang mulai memenuhi pelupuknya. Ia sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak jatuh, ia tidak ingin Juni melihatnya menangis.

Baru kemarin rasanya ia melihat Juni tersenyum dan tertawa, sekarang senyum itu lenyap tergantikan dengan mata yang tertutup rapat dan nafas yang teratur.

Saskia sangat merindukan Juni, bahkan saat di telepon dua hari lalu pun ia sempat berbicara akan mendatangi Juni saat hari libur, tapi ia tidak menyangka jika kejadiannya akan seperti ini.

Bukan ini yang Saskia inginkan, ia ingin bertemu dan saling melepas rindu dengan Juni. Bukan bertemu tetapi malah menambah rindu.

Sayangnya ini semua sudah takdir dan Saskia hanya bisa menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Hai Juni. Lo gak kangen gue gitu?" tanya Saskia.

Saskia tersenyum miris setelah sunyi menjawab pertanyaannya.

"Gua kangen sama lo tau, masa pas gue dateng keadaan lo malah kayak gini."

Tangannya meraih pucuk kepala Juni dan mengelusnya perlahan.

"Padahal gue pengen lo ngajak gue jalan-jalan di negara ini, tapi lo malah tidur."

Seakan ia bermonolog dengan dirinya sendiri, Saskia terus menatap lekat wajah pucat Juni yang terlilit perban di kepalanya.

Juni yang dulu selalu menyemangatinya dan memberikan banyak saran untuknya sekarang justru kebalikan. Sekarang Saskia yang harus menyemangati Juni, karena Saskia tahu Juni sangat membutuhkan itu agar ia mau kembali untuk hidup.

Saskia tidak ingin Juni menyerah, Saskia tahu Juni anak yang kuat dan tidak pernah menyerah. Juni hanya tinggal membutuhkan banyak dukungan dari orang-orang maka ia yakin Juni akan segera pulih secepatnya.

My Senior 2 (Senior Series 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang