23. |

319 46 3
                                        

Dia, masih di sana, dengan perasaan yang sama dan harapan yang sama.

***

Sekarang, semua terasa bimbang dan seolah tidak pernah nyata. Terkadang sesuatu yang memaksa memang terasa sangat menyesakkan, apalagi dipaksa untuk tetap memilih satu diantara berlian yang berharga. Terlalu sulit jika hanya terus memikirkan, serta terlalu sulit jika terus harus memaksakan.

Di sana, masih ada yang terbaring lemah tidak berdaya, bersama dengan wangi-wangian khas rumah sakit, masih ada seseorang yang tetap mengharapkan untuk dia kembali bisa melihat dunia, kembali mengukir senyum dan kembali mengucap kata. Tanpa kata, Senio masih terdiam dalam lamun yang tidak pernah usai, menatap wajah Juni yang masih tetap pada tidurnya yang lelap.

Perasaan itu masih ada, memupuk hingga tumbuh menjadi sebuah perasaan berlebih tentang segalanya, segala kekejaman yang telah ia lakukan terhadap Juni yang bahkan seolah terlihat semua akan baik-baik saja. Juni terlalu pandai dan Senio terlalu bodoh, perpaduan yang sempurna untuk tolak ukur sebuah pasangan serasi, tapi sayangnya, tidak ada kata pasangan diantara mereka.

Semua kenyataan itu akan terus menampar Senio setiap waktunya, seminggu berlalu semua terasa menyakitkan setiap kali kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan ini, apalagi ketika melihat sebuah alat grafik yang tetap pada pendiriannya, tidak ada sebuah peningkatan.

"Gue balik lagi, lo apa kabar?" 

"Gue kangen lo tau, lo gak kangen gue gitu?" Masih dengan jawaban yang sama, sunyi.

"Iya maaf, gue udah cukup sakit lo hukum kayak gini, gue tau gue kejam, tapi hukuman lo buat gue lebih kejam dari apapun yang pernah gue dapet,"

Terlalu sakit untuk mengatakan bahwa memang ini semua adalah hukuman nyata untuk Senio, untuk semua hal egois serta menyakitkan bagi Juni dari dirinya, melihat seseorang yang disayang harus berada dalam antara hidup dan mati, adalah hukuman terberat dalam seumur hidupnya.

"Gue bawain susu pisang kesukaan lo, lo mau gak?" Senio memindahkan pandangannya pada sebungkus plastik berisi kotak susu yang sudah Senio taruh di nakas saat ia datang kesini beberapa saat lalu.

Wajah itu masih sama, tanpa senyuman atau sekedar anggukan. Senio meringis dengan nafas beratnya, sungguh, sesuatu dalam dadanya selalu berdenyut nyeri setiap kali melihat Juni yang bahkan bergerak pun tidak pernah lagi.

"Senio?"

Senio menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang, "Gue kira lo gak dateng hari ini?"

Memilih tidak menjawab, Senio kembali menatap wajah tenang Juni, menghiraukan seseorang yang baru saja bertanya kepadanya.

"Dia keadaannya masih sama, meskipun kemarin sempet ngedrop lagi tapi hari ini dia udah stabil.. Nih, minuman buat lo," Senio meraih botol minum pemberian Saskia yang sekarang berdiri di sampingnya.

"Gimana tunangan lo? Udah sembuh?"

"Udah sejak dua hari yang lalu,"

"Kenapa gak lo ajak ke sini?" Senio hanya menggeleng sebagai jawaban

Karena faktanya, semua akan terasa semakin menyakitkan saat Senio harus kembali mempertemukan Joey dengan Juni, ia akan kembali diingatkan dengan sebuah pilihan yang masih belum bisa ia pilih.

"Dulu, beberapa bulan setelah gue sama dia sama sama berpisah demi pendidikan masing-masing, kita sering teleponan dan disetiap perbincangan kita, ada satu nama yang sering banget dia ucapin, abangnya, yang sampai saat ini kayaknya dia lagi melepas rindu sama bang Januar makanya dia belum mau balik ke dunia,"

My Senior 2 (Senior Series 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang