34. |

388 41 2
                                    

Hope you read slowly guys :)

Red string.

***

Juni POV.

Gue sadar banyak hal, gak semua yang selalu kita miliki akan bisa menjadi milik kita seutuhnya. Gak sedikit orang yang menangis karena ditinggalkan atau terpaksa meninggalkan, gak banyak orang yang bisa terlihat baik-baik saja ketika baru saja ditinggalkan/meninggalkan. Perkara ditinggalkan/terpaksa meninggalkan bukan perkara yang sepele karena pada dasarnya gak ada orang yang ingin merasakan itu.

Semua orang punya batas, batas atas rasa cukupnya masing-masing, dan menurut gue udah cukup semua perasaan ditinggalkan dan juga terpaksa meninggalkan udah semua gue alami. Gue mohon untuk semesta di atas sana, tolong berhenti untuk mempermainkan, gue lelah, sangat lelah.

Tidak seperti dugaan gue yang memperkirakan bahwa badai belum usai, ternyata dewi fortuna telah berpihak pada gue, setelah perjalanan panjang gue, jatuh bangunnya gue, tangis tawanya gue serta senang sedihnya gue selama dua puluh tahun gue berjalan di atas kedua kaki gue sendiri, pundak gue yang selalu berusaha tegap, wajah yang harus selalu memberikan senyuman, gue bersyukur, sangat bersyukur karena setidaknya diumur yang sudah beranjak dewasa ini gue masih bisa bertahan, untuk diri gue sendiri, abang Januari, mamah dan papah.

Gue, si Juni Nathania Reva, sekarang sudah bisa kembali senyum yang benar-benar tulus.

Stigma anak muda bahwa kembali dengan seseorang dari masa lalu itu sama saja seperti membaca buku dua kali, benar, sangat benar. Tapi tidak sepenuhnya benar, karena jika ada keinginan kuat untuk bisa kembali, mengukir kisah baru dan membuang buku lama, itu sudah cukup bisa mengubah beberapa hal dari yang sebelumnya. Kembali dengan mantan, bukan suatu hal yang buruk jika dalam benak masih ada namanya, jika dia kembali dengan membukakan lebar-lebar tangannya dan mengatakan yang sesungguhnya.

Takut? Itu jelas ada, gue pun sedang merasakannya. Ketika tangan besar itu mengenggam tangan gue selama perjalanan cukup panjang yang kita lalui, ketika senyum itu yang selalu berusaha membuat gue untuk tetap terjaga dalam pesonanya, dia yang sama seperti sebelumnya, dia cinta pertama dan mungkin akan menjadi terakhir buat gue.

Terkadang gue diam-diam menahan tawa ketika gue mengetahui, gue adalah perempuan bodoh yang mau dengan seseorang yang jelas-jelas dulu telah menghilangkan salah satu anggota keluarga gue, yang jelas-jelas sudah menyakiti gue, yang jelas-jelas sudah membawa gue pada kehidupan penuh drama yang tidak pernah usai, tapi nama itu gak pernah tergantikan sekalipun dia udah pernah dimiliki oleh seseorang.

Parasnya, senyumnya, tawanya, tangannya, akan selalu jadi candu buat gue.

"Pia susu atau coklat?" 

Semua perlakuan lembutnya yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, gue tersenyum.

"Gak ada pisang?"

"Ada berbagai rasa kok ini Pia-nya, ada pisangnya juga tuh di dalemnya,"

Gue mengangguk, "Ya udah boleh, sama coklat juga,"

Lagi, tangan besar itu mengenggam serta menuntun gue di tengah-tengah padatnya pasar oleh-oleh.

Belum genap satu jam berada di kota eksotis milik Indonesia ini, dia udah bilang mau beli oleh-oleh dan gue cuma bisa geleng-geleng liat tingkah dia yang ternyata sedikit berbeda juga dari sebelumnya.

Setelah kita membayar, dia dengan tidak relanya mengizinkan gue bawa semua barang-barang yang ada di kedua tangannya, ditambah ada tas hitam yang ia gendong berisi semua barang-barang milik dia. Jika di deskripsikan bagaimana penampilan dia, rambut hitam legamnya, kacamata hitam yang tersampir di hidungnya, kaus hitam yang terlapisi oleh kemeja lengan pendek bergaris navy, kamera yang menggantung selalu menggantung di dadanya, celana pendek cargo berwarna hitam serta sepatu berwarna senada dengan kaus dan celana dan juga kulit putih yang berpadu dengan penampilan terbaiknya, gue sedikit marah karena itu, karena penampilan itu bisa mengundang banyak mata buat natap dia.

My Senior 2 (Senior Series 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang