"Sen," Senio melirik dan menghentikan langkahnya.
"Gue kangen Januar," ucap Juni yang tidak mengalihkan pandangannya dari langit malam.
Senio menatap Juni saat gadis di sampingnya terlihat menatap sendu semesta di atas mereka. Ia mengerti maksud ucapan Juni dan ia juga merasakan hal yang sama.
Kini keduanya berada ditempat yang paling tinggi di atas gedung, tepatnya di rooftop. Senio yang membawa Juni kesini setelah mereka selesai makan.
"Lo liat bintang itu?" tanya Senio hingga Juni mengikuti arah pandangnya.
Juni mengangguk dan bertukar pandang dengan Senio yang juga sekarang tengah menatapnya, "Anggap itu Januar, dan yang lainnya itu adalah orang terdekat lo."
"Mereka bakal selalu ada di atas sana buat menyinari lo. Cuma tinggal kesadaran lo aja sama kehadiran mereka, seberapa besar lo menghargai kehadiran orang terdekat yang selalu hadir buat dukung lo, gitu juga Januar walaupun dia gaada di samping lo lagi seenggaknya dia masih bisa ngasih cahaya dari atas sana buat menyinari jalan lo ke masa depan." Juni melirik untuk mencoba mempelajari dari ucapan Senio tadi.
Ia dapat melihat tatapan tulus dari Senio, ia tersenyum kecil saat menyadari bahwa Senio sekarang berubah pesat menjadi lebih bijak.
Sebelumnya Senio yang ia kenal adalah seorang pribadi yang nyeleneh dan kadang lupa aturan, tapi sekarang lelaki di sampingnya ini bisa sebijak Mario Teguh.
Dan benar apa yang Senio bilang bahwa masih ada di sekitar kita yang selalu mendukung, tinggal kesadaran pada diri kita sendiri saja apakah ingin menghargai perjuangan orang di sekitar atau mengacuhkan? Jika di acuhkan tentunya akan mendapat resiko untuk ditinggalkan.
"Lo juga pasti kangen kan sama Sela?" tanya Juni dan Senio mengangguk pelan.
"Gue gak bakal gak kangen sama Sela, dia adik satu-satunya yang gue punya." Jawab Senio.
Keduanya saling menatap dan saling mengerti satu sama lain. Mereka sama sama ditinggalkan oleh orang yang mereka sayang dan sama sama merindukannya.
Semilir angin malam mulai mengalihkan pandangan keduanya untuk kembali menikmati pemandangan kota Melbourne dari atas gedung ini. Jalanan yang didominasi oleh penerang jalan dan beberapa kendaraan roda empat yang melintas.
Cukup dingin untuk suhu malam ini namun terasa hangat bagi Senio dan angin yang menderu mampu membuat gerakan kecil di antara ujung rambut keduanya.
Tidak ada yang bersuara diantara Senio dan Juni. Mereka masih sama sama menikmati malam tanpa ingin melewatkan barang sedetik pun.
Juni yang sibuk dengan pikirannya mulai teralih saat sebuah tangan menepuk lembut pundaknya.
"Gue kangen lo adik kelas cantik," ucap Senio.
Juni menyunggingkan senyum, "Gue juga."
"Sorry buat sebelumnya," Juni mengulum senyumnya seraya menghela nafas.
"It's okay itu udah lalu, gue udah lupain semuanya." Ucapnya.
Senio ikut menghela nafas setelah mendengar ucapan Juni, setidaknya ia tidak terlalu merasa bersalah atas apa yang ia lakukan sebelumnya. Ia tau itu sangatlah fatal.
"Jadi bisa gak kita kayak dulu?" tanya Senio.
"Semua yang udah berlalu itu gak bisa diulang kecuali kalo di duplikasi, mungkin bisa kalau ada kemauan." Senio tersenyum dan Juni benar.
"Kalo gue mau, lo mau?"
"Tergantung keadaan sama nasib. Tapi nyatanya takdir udah lebih dulu daripada nasib sampai buat keadaan berubah, jadi gue bisa apa." Jawab Juni.
![](https://img.wattpad.com/cover/179459567-288-k741312.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior 2 (Senior Series 2)
Teen Fiction[COMPLETE] Tidak ada yang akan pernah berakhir dalam sebuah kehidupan. Cerita tentang bagaimana kedua orang yang telah memisahkan diri namun kembali dipertemukan dalam keadaan yang telah berubah dengan takdir yang masih terus mengikuti mereka. Sen...