28. |

375 58 2
                                    

Tidak ada pergerakan lamban, semua dilakukan secara acak dan spontan, mencari seseorang yang sekarang nyaris berada dekat dengannya, sebentar lagi dan semua akan kembali.

Langkah Senio terhenti di depan sebuah rumah yang sudah lama sekali tidak ia datangi, ingatannya memutar kembali semua yang dulu pernah ada dalam rumah ini. Ia yang dulu selalu datang untuk menjemput, mendekati seorang gadis cantik yang dulu ia kenal sebagai adik kelasnya, segala cara ia lakukan agar bisa bertemu dengan Juni, semua masih teringat jelas diingatan Senio.

Memasuki pekarangan rumah yang cukup terlihat sepi, Senio meyakinkan diri dan terus melangkah hingga akhirnya ia sampai tepat di depan pintu rumah yang masih tertutup rapat. Tidak banyak yang berubah selain sekarang sudah di lengkapi oleh tombol bel dengan Senio yang langsung menekan hingga tidak lama suara dari dalam menyahut.

"Siapa?- loh Senio,"

Senio tersenyum mendapati wanita cantik yang terlihat semakin berumur itu terkejut melihat keberadaan Senio di depan rumahnya. Senio mengangguk kemudian, "Halo tante, saya mau ketemu Juni,"

Sempat ada jeda beberapa detik dari ibunya Juni, kemudian tersenyum sembari memberikan jalan untuk Senio masuk terlebih dahulu.

Senio mengedarkan pandangannya, tidak ada yang berubah, figura yang berisi foto keluarga serta beberapa foto Juni dan Januari yang masih terpajang dengan rapih, sebuah perasaan bersalah di masa lalu kembali hinggap dalam diri Senio. Pandangan Senio kini berfokus pada satu pintu di atas sana yang tertutup rapat dengan kemungkinan berisi Juni yang ada di dalamnya.

"Senio.. Entah kamu udah tahu keadaan anak saya gimana, saya udah sangat terpukul dengan Juni yang bahkan gak ingat juga sama kakaknya, saya harap kamu jangan terlalu memaksakan karena semuanya butuh waktu,"

Terkejut karena ternyata bukan hanya dirinya yang tidak ada di ingatan Juni, Senio mengangguk,"Iya tante, saya tahu keadaan Juni dan saya bakal bantu yang terbaik buat kesembuhan Juni,"

Sebuah senyuman di wajah ibunya Juni seolah memberikan kepercayaan lebih kepada Senio, "Ya sudah sebentar tante panggilin dulu anak tante."

Senio mengangguk dengan kaki yang mengentuk secara acak, kali ini terasa sangat gugup ketika harus mendapati kenyataan Juni kali ini tidak akan mengingatnya, tapi sekali lagi Senio mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja dan anggap saja ini semua kembali pada awal perjuangan.

"Hai, lo nyariin gue?"

Sebuah gerakan cepat pandangan Senio naik hingga mendapati seseorang tidak jauh di depannya dengan pakaian santai serta beberapa perban yang masih terikat di beberapa titik, wajah itu yang Senio rindukan. Senio lekas bangkit dan tersenyum.

"Apa kabar?"

Hanya pertanyaan itu yang entah kenapa tiba-tiba keluar dari mulut Senio, semua dialog yang sebelumnya sudah ia susun seakan buyar entah kemana. Sempat terpaku, mungkin ini bagaimana rasanya di lupakan dan kembali harus memperjuangkan yang sudah hilang.

"Baik.., ada keperluan apa?"

Senio menyunggingkan senyum miris, terdengar jawaban ragu dari Juni dengan berakhir hanya menatapnya dengan tatapan biasa, sedikit menyakitkan.

"Gue, Senio, lo inget?" sebuah lekukan di dahi Juni tercipta, mata indahnya menatap Senio dengan tatapan meneliti untuk mencari tau jawaban dari pertanyaan yang telah Senio lontarkan.

 Merasa tidak mungkin mengingat, Senio mendekat dan sedikit merunduk untuk menyamakan pandangan jarak lurus dengan wajah Juni, senyuman lebar terukir di wajah Senio, "Gue kangen sama lo, adik kelas cantik,"

My Senior 2 (Senior Series 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang