Lenguhan panjang keluar dari mulut Senio yang baru saja menyelesaikan semua tugasnya. Ia masih berada di ruang kerja yang terlihat minimalis namun terkesan glamour ketika malam hari tiba dengan bersamaan saat lampu jalanan dan lampu kendaraan di bawah sana berkilau hingga menjadi beribu titik cahaya dari tempat Senio berada.
Kaca besar itu masih tetap terbuka menampakan keindahan malam hari, hanya cukup memutar kursi menghadap kebelakang maka ia sudah bisa melihat malam. Ia tidak pernah berniat untuk menutup kaca tersebut, karena gedung dengan ketinggian tiga lantai itu sudah membuatnya nyaman.
Hanya letih yang selalu ia rasakan setelah semua tugasnya ia kerjakan, tidak perduli dengan waktu yang menyuruhnya untuk berhenti sejenak. Bahkan ia masih sering terlambat makan dan sebagainya jika sudah berada di depan tumpukan dokumen.
Prinsipnya dalam berkerja adalah kerjakan semua terlebih dahulu baru bisa bersenang - senang.
Hari sudah menyambut malam begitu juga rembulan yang sudah menyapanya di atas sana. Ia masih tetap menenangkan pikirannya dan melepas semua beban pikirannya.
Entah ia sangat penat hari ini atau mungkin hari - hari selanjutnya. Tentunya ada hal yang membuat ia lebih cepat merasa penat. Penat memikirkan pilihan yang ia dapat dari sang ayah.
Dalam hidupnya selama ini ia sudah lebih banyak mendapatkan pilihan, bahkan jika jika melihat ke masa dulu pun ia sudah mendapatkan resiko dari pilihannya. Pilihan yang sejujurnya amat sangat ia sesali. Bahkan sampai saat ini penyesalan itu masih membekas.
Tapi percuma jika semua telah terjadi maka penyesalan tidak ada gunanya, ia rela menyimpan semuanya bahkan berniat untuk mengubur dalam - dalam rasa lamanya.
Takdir berkata lain, ia kembali di pertemukan dengan orang yang sangat ia sesali dan mungkin rasa itu kembali muncul tanpa ia gali sedikit pun. Ia tidak tau apa tujuan takdir kembali mempertemukannya, sudah cukup ia berusaha melupakan tapi takdir itu selalu ingin bermain dengannya.
Jujur ia tidak ingin bermain dengan takdir yang akan kembali mengubah keadaan, ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Ia tidak ingin membuka lembar lama dan kembali terjebak di dalamnya.
Sudah cukup penderitaannya dahulu, melepas orang yang ia sayang kemudian ia tinggali begitu saja. Meskipun ada kata perpisahan tapi masih tetap saja rasa itu tidak akan pernah berpisah. Senio masih mengharapkannya tapi ia merasa takut untuk kembali memulai.
"Sen? "
Senio mengerjap saat mendengar seseorang baru saja masuk dan memanggilnya.
Ia mengenal suara tersebut dan cukup memutar kursinya kembali menghadap meja ia sudah menemukan gadis yang ia sayangi tengah berdiri menatapnya.
"Kamu udah pulang? " tanya Senio.
Gadis itu mengangguk ia melangkah mendekati Senio.
"Kamu udah selesai kerjanya? Kalo belum aku gak mau ganggu kamu. " Senio mengukir senyumnya menatap gadis cantik di hadapannya.
"Udah kok, maaf yaa aku gak bisa jemput kamu. Tadi tugas aku masih banyak soalnya, kamu aman - aman aja kan tadi di jemput Boy? " tanya Senio.
"Iya seperti biasanya. Kamu tadi lagi ngelamun yaa? " tanya Joey.
"Enggak aku tadi lagi istirahat aja." Jawab Senio yang mulai bangkit menghampiri Joey.
"Tapi tadi aku panggil kok gak nyaut? Kamu mikirin apa? "
"Aku tadi nengok kok, kalo misalkan aku gak nengok baru aku gak nyaut namanya. " Jawab Senio.
"Tapi tadi aku manggilnya udah berulang kali Sen, ish kamu mah suka gak jujur. " Dengus Joey.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior 2 (Senior Series 2)
Novela Juvenil[COMPLETE] Tidak ada yang akan pernah berakhir dalam sebuah kehidupan. Cerita tentang bagaimana kedua orang yang telah memisahkan diri namun kembali dipertemukan dalam keadaan yang telah berubah dengan takdir yang masih terus mengikuti mereka. Sen...