Sesampainya di apartemen setelah mengantar Leta pulang, aku merebahkan tubuh di atas kasur tanpa mau repot-repot mengganti baju terlebih dahulu. Merentangkan kaki dan tangan selebar-lebarnya, membentuk bintang besar.
Tawa lepas Arkana bersama Kyra berputar-putar di kepalaku yang timpang tindih dengan ingatan ketidaksetujuan Leta selama ini. Apakah benar aku termasuk perempuan bodoh? Mengejar selama bertahun-tahun tanpa lelah tapi tidak dilirik sedikitpun oleh sang pujaan hati.
Terkadang, rasa lelah yang teramat menderaku, apalagi ketika melihat tawa Arkana begitu lepas di depan Kyra. Membuatku merasa begitu kecil. Terkadang, rasa untuk menyerah itu ada, bahkan sering muncul. Tapi aku tidak rela, semua perjuanganku selama bertahun-tahun akan sia-sia. Bukannya aku tidak bisa move on, ini seperti lebih ke tidak ingin move on. Karena setelah sekian lama kesepian dan kurang mendapat kasih sayang dari kedua orang tua yang teramat sibuk, aku menemukan kenyamanan di dalam diri Arkana, kenyamanan yang begitu aku dambakan.
Alasan aku bertahan sampai sekarang adalah karena dengan melihatnya saja, semangatku untuk menjalani hidup kembali menggebu. Namun, setelah di pikirkan lagi, sepertinya aku terlalu egois dan terlalu menyiksa diri selama bertahun-tahun. Seharusnya aku sadar, kalau cinta sejati itu tidak harus memiliki.
Dengan perlahan, aku mendudukkan tubuhku. Menatap ribuan bintang yang tampak dari jendela kaca lebar yang tidak tertutup gorden di sampingku dengan pandangan menerawang.
Mungkin, memang sudah saatnya aku melepas Arkana. Lagian, dia juga sudah resmi bertunangan dan tentu saja aku sudah kalah telak. Arkana juga terlihat begitu nyaman bersama Kyra, aku tidak mungkin mengganggu kesenangannya.
"Masih banyak yang lebih baik dari Arkana, Sya. Yang bisa memberi lo cinta, merengkuh lo sama kasih sayang."
"Lo tu ya, apa ngga bisa sehari aja ngga mikirin Arkana?"
"Inget lho, Sya, Arkana itu udah punya pacar. Kesempatan buat dapetin dia kecil banget. Iya kalo hubungannya cuman sebentar trus putus, kalo mereka sampe ke pelaminan gimana? Nasib lo gimana, Sya?"
"Arkana itu ngga pernah pacaran sebelumnya, lo pasti tau banget masalah itu. Temen ceweknya juga dikit, kalo dia mutusin buat pacaran, lo pasti tau kalo Arkana pasti nggangep tuh cewek spesial."
"Lo harusnya berenti dan nyari cowok lain, gue sakit hati liat lo gini."
Semua yang Leta katakan memang benar, apalagi ketika melihat pemandangan di mall tadi, berhasil menamparku dengan telak. Cincin tunangan yang mereka pakai tampak begitu indah dan seakan mengejekku. Lagi, aku menghela napas kasar, mengacak-acak rambut frustasi lalu menghela napas lagi. Yeah, sudah saatnya berhenti berjuang dan kali ini aku akan melakukannya dengan sungguh-sungguh, tidak plin-plan seperti sebelum-sebelumnya.
Tapi, apakah rasa ini bisa hilang? Hanya dia yang memenuhi hari-hariku selama ini. Apakah aku sanggup mengusirnya begitu saja?
Pasti bisa! Aku bertekad dalam hati. Mengambil buku kecil yang ku simpan di dalam laci di samping ranjang lalu mulai mencoret-coretnya, menulis langkah-langkah apa saja yang harus ku lakukan.
Hmm, apa yang bisa ku lakukan? Berhenti menjadi sekretarisnya? Oh tidak tidak tidak! Kontrak kerjaku masih tersisa sekitar lima bulan lagi, aku tidak bisa memutuskannya begitu saja. Meletakkan buku di atas ranjang, aku memeluk kedua kaki lalu membenamkan wajah diantara lutut, mencoba berpikir.
Menjaga jarak? Oh ayolah, aku sudah dewasa, apakah harus berbuat sesuatu yang kekanak-kanakan seperti itu? Tapi kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya cara paling ampuh memang adalah menjaga jarak dan meminimalisir interaksi dengan lelaki itu. Oke, menjaga jarak di setujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop Loving
Romance(Welcome!!!) Memperjuangkan seseorang itu tidaklah mudah, terlebih jika dia telah mempunyai seseorang di sisinya. Tapi, kenapa rasa ini tidak pernah hilang? Kenapa hati ini tidak bisa berhenti mencintainya? __________________________________________...