Chapter 38

3.2K 203 5
                                    

Waktu seolah melambat, aku hanya bisa terpaku melihat Papa Arkana yang perlahan ambruk ke lantai. Teriakan Tante Lusi bahkan tak mampu membuatku bergeming. Hal yang sama terjadi dengan Arkana, lelaki itu terdiam bagai patung. Matanya menyorot penuh kekagetan dicampur kebingungan yang kentara.

Dengan tangan mendingin, aku mengusap bahu Arkana, pelan. Pak Keanu sudah digotong menggunakan tandu, pihak medis baru saja datang bersama ambulans. Lelaki itu tersentak, mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menoleh ke arahku dengan penyesalan yang tidak ditutupinya sama sekali.

Tersenyum lirih, aku mengajak Arkana bangkit dari duduknya. Lelaki itu menurut, ia seperti kehilangan arah dan tentu aku harus bisa menuntunnya dengan baik. Semua orang yang berada di rumah itu terlihat sangat panik, melupakan sekitarnya dan terburu-buru mengikuti ambulans.

Aku mengambil kunci mobil Eros yang kami pakai untuk ke sini dari saku celana Arkana lalu menarik lelaki itu memasuki mobil yang terparkir tepat di sebelah gerbang besar kediaman Mahaprana. Arkana benar-benar seperti tidak memiliki nyawa, ia hanya menuruti semua hal yang aku suruh. Dia tampak begitu linglung.

Menyalakan mobil, aku segera mengikuti mobil keluarga Arkana yang perlahan menghilang di kelokan. Sebenarnya, aku sama kagetnya dengan lelaki di samping ku ini. Tapi tentu aku tidak boleh dikuasai rasa negatif itu karena untuk saat ini, Arkana membutuhkanku. Dan aku akan berusaha menjadi perempuan kuat untuknya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke rumah sakit terdekat. Semua keluarga Arkana tampak berjalan terburu-buru ke arah IGD. Tidak ingin kehilangan jejak, aku segera memarkirkan mobil lalu mengajak Arkana turun. Namun lelaki itu bergeming, terdiam seraya menatap lurus ke depan.

Menghela napas pelan, aku segera membuka pintu di sebelah kemudi lalu turun. "Ka...." Panggilku lembut kala berhasil sampai di samping lelaki itu.

Tapi Arkana hanya diam, dia seperti berada di dunia lain dan aku sangat kesakitan melihatnya. Arkana pasti tidak menyangka kalau perkataan yang tidak sengaja dilontarkannya membawa mereka ke situasi rumit seperti ini. Dia pasti sangat menyesal dan menyalahkan diri sendiri, orang yang teramat disayanginya pingsan karena perkataannya.

Namun tentu saja aku tidak akan membiarkan Arkana berlama-lama dalam dimensi itu. Aku membuka pintu mobil yang berada tepat di sebelah Arkana lalu menarik lelaki itu agar keluar dari mobil. Kali ini Arkana menurut, dia berdiri tepat di depanku namun matanya masih terpaku entah kemana. Tidak sanggup melihat Arkana begitu kacau, aku membawanya ke dalam pelukan erat.

"Ka, don't worry. Everything will be fine. Dan ini bukan salah kamu, jadi ayok bangkit. Papa kamu membutuhkan kamu di sana." Bisikku lembut.

"Tapi, ini salah aku, Sya. Aku kelepasan dan ngelupain fakta kalo Papa punya penyakit jantung koroner. Semua salah aku, Sya." Arkana balas berbisik, lirih.

"Ini bukan saatnya menyalahkan diri kamu, kita harus ngeliat keadaan papa kamu, okay?"

Tanpa menunggu jawaban dari Arkana, aku melepaskan pelukan kami lalu menggenggam tangannya sekuat mungkin. "Ayok." Ajakku.

Arkana menurut, dia membalas genggaman tanganku lalu mengikuti langkahku memasuki IGD. Ruangan yang lumayan besar itu tampak begitu sibuk, banyak tirai-tirai yang menutupi sebagian besar ruangan itu. Mataku berkelana, memperhatikan ruangan itu dengan seksama.

Begitu mataku menangkap bayangan keluarga Arkana, aku kembali melangkah, tentu diikuti Arkana yang masih saja tampak kehilangan arah. Semuanya ada di situ. Tante Lusi, Kakek dan Nenek Arkana, bahkan Keana yang sedari tadi tidak kulihat puncak hidungnya juga berada di sana. Mereka semua tampak begitu khawatir, terlebih Tante Lusi dan Keana yang tengah menangis sambil berpelukan.

Can't Stop LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang