Ini pertama kalinya aku dan Arkana bersitegang selama tiga bulan lebih kami berpacaran. Aku bukannya marah, tapi lebih ke jengkel karena Arkana tiba-tiba saja memutuskan bahwa kami akan pulang malam ini juga. Sungguh, aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran lelaki yang berdiri di sampingku ini.
Ting!
Pintu lift terbuka, dengan langkah sedikit dihentakkan, aku keluar dari lift lalu berjalan dengan cepat menyusuri lorong hotel menuju kamarku. Arkana mengikutiku dari belakang tanpa mengucap sepatah kata pun, mungkin lelaki itu juga tengah menahan emosi yang tidak ku tahu apa penyebabnya.
Sampai di depan pintu kamar, aku segera membukanya. Melempar sepatuku sembarang dan menggantinya dengan sandal hotel. Masih dengan kejengkelan yang bercokol, aku meletakkan tasku ke atas ranjang lalu berlalu ke kamar mandi, menghempaskan pintunya dengan sedikit kasar. Tidak, aku bukannya sengaja melakukan hal itu untuk menunjukkan kekesalanku, namun aku benar-benar tidak sadar kalau menggunakan kekuatan lebih untuk menutupnya.
Air dingin, itulah yang ku butuhkan saat ini. Aku perlu tenang agar masalah yang sebenarnya kecil tidak berubah menjadi besar. Karena sungguh, bermasalah dengan Arkana adalah sesuatu hal yang paling aku hindari. Tapi tetap saja, jika lelaki itu berbuat seenaknya sendiri tanpa berdiskusi terlebih dahulu denganku, aku tidak akan diam saja.
Dinginnya air yang berasal dari wastafel mengenai wajahku, meredakan sedikit emosi yang tadi sempat menguasai hati. Mematikan kran, aku mengelap wajah dengan handuk kecil yang tersedia di kamar mandi. Sebelum keluar, aku menghembuskan napas pelan lalu memantapkan hati menghadapi Arkana.
"Ayo bicara."
Kalimat itulah yang menyambutku kala keluar dari kamar mandi. Aku hanya mengangguk kecil lalu mendekati Arkana yang tengah duduk di tepi ranjang dan mendudukkan diri sedikit berjauhan dari lelaki itu.
"Kenapa?" Tanyaku to the point.
"Kenapa? Kamu ada masalah kalau kita pulang malam ini?"
Emosi yang sempat reda kembali muncul ke permukaan. Pertanyaanku dijawab dengan pertanyaan, dan aku sungguh tidak menyukainya. Namun aku sangat paham, jika seorang Arkana yang sukanya blak-blakan dalam menghadapi masalah bertingkah seperti ini, pasti ada sesuatu yang tengah mengganggunya. Jadi, dengan kesabaran yang sangat tipis, aku mengambil salah satu tangan Arkana untuk ku genggam, mengelusnya dengan lembut lalu menatap mata Arkana yang terlihat gusar dengan tenang.
"Jujur aja, aku masih pengen di sini, Ka. Kamu pasti tau aku jarang bisa liburan kayak gini." Sahutku lembut.
"Trus kamu ngga mau kalo kita balik malam ini?" Tatapan Arkana menajam, raut wajahnya terlihat sekali sedang menahan emosi dan sungguh, aku tidak tahu hal apa yang membuat seorang Arkana yang biasanya bersikap tenang seperti ini. Aku tidak mengenalinya dan sepanjang aku mengenal Arkana, baru kali ini aku melihatnya begini.
"Kenapa? Terjadi sesuatu yang bikin kamu harus balik hari ini juga?" Tanganku menggenggam tangan Arkana lebih erat, berusaha menyalurkan energi positif untuk meredakan segala hal negatif yang tengah bersarang di hatinya.
Tidak ada jawaban, aku mengalihkan tatapanku dari genggaman tangan kami ke arah Arkana. Lelaki itu tengah memejamkan matanya seraya menghembuskan napas dengan sedikit kasar.
"Are you okay?"
"Hmm."
"Beneran? You don't look okay, Ka."
Arkana membuka matanya. "I'm okay. Kita pulang malam ini, ya? Kita bisa liburan di tempat lain asalkan ngga di sini."
"Memangnya kenapa kalo di sini?" Tanyaku heran. Pasalnya, beberapa hari ini Arkana terlihat enjoy berada di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop Loving
Romance(Welcome!!!) Memperjuangkan seseorang itu tidaklah mudah, terlebih jika dia telah mempunyai seseorang di sisinya. Tapi, kenapa rasa ini tidak pernah hilang? Kenapa hati ini tidak bisa berhenti mencintainya? __________________________________________...