Chapter 37

3.1K 202 9
                                    

Genggaman tangan Arkana mengerat kala gerbang besar yang berada di depan kami terbuka. Sebelum melangkahkan kaki, pandangan kami bertemu, saling menguatkan satu sama lain. Arkana mengangguk lalu menarik tanganku untuk melanjutkan langkah.

Ini bukan kali pertama aku memasuki rumah besar dan megah ini. Namun perasaan takut mencekam yang sangat terasa jelas berbeda jauh dari waktu itu. Sungguh, rasanya jantungku akan meledak, rasa cemas yang teramat membuatku gelisah luar biasa.

Pintu besar itu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya memakai pakaian ala pelayan membungkuk hormat. "Selamat datang, Tuan Muda. Tuan Besar menunggu Anda di ruang kerjanya."

Arkana hanya mengangguk singkat, berlalu dari hadapan pelayan itu seraya membawaku menaiki tangga menuju lantai dua. Ah, jangan heran, rumah utama keluarga Mahaprana ini memang begitu kaku dan menjunjung tinggi tata krama. Oleh karena itulah Arkana sedikit risih ketika harus tinggal di sini. Ia menyukai tempat tinggal lamanya, rumah yang diisi oleh orang tua angkatnya, Keana, dan dirinya sendiri, tempat ia dibesarkan. Tapi kesehatan kakeknya semakin menurun, membuat ia dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke rumah utama, menemani kakek dan neneknya.

Kami tiba di depan sebuah pintu besar yang di penuhi ukiran rumit berwarna cokelat. Arkana mengetuknya beberapa kali, suara bass terdengar dari dalam, menyuruh kami masuk.

"Siap?" Arkana berbisik pelan di sampingku, tangannya memegang handel pintu.

"Siap." Jawabku, berusaha terdengar meyakinkan.

Setelah mendengar jawabanku, Arkana menarik handel pintu lalu membukanya. Penampakan yang berada di balik pintu berhasil membuatku sesak napas, tidak menyangka jika orang-orang yang sangat berpengaruh dalam hidup Arkana—orang tua angkatnya, Kakek dan Nenek Arkana—telah menunggu kami di sana.

Yeah, sebelum keluar dari apartemen Eros, Arkana memang sudah memberi tahuku kalau dia menghubungi keluarganya jika akan datang bersamaku siang ini. Ia hanya tidak ingin jika kami ke rumahnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Papa dan anggota keluarganya yang lain sedang tidak berada di tempat.

Oh god! Kuatkan aku menghadapi ini semua.

"Selamat siang, Kek." Ucap Arkana, menyapa lelaki berumur sekitar tujuh puluhan yang tengah duduk di kursi kebesarannya, tepat di ujung meja.

"Duduk." Jawab lelaki itu, tegas.

Arkana menurut, dia memilih duduk di sofa kosong yang berada di depan kakeknya seraya menarikku agar duduk di sampingnya. Dan yang ku lakukan hanya diam dan menurut, bingung harus melakukan apa di tengah suasana yang tampak begitu mencekam.

Oh, saat ini kami benar-benar seperti tengah di sidang. Berbagai sorot mata memandangiku dan Arkana. Ketika mataku bertemu dengan mata Mama Arkana yang memandangku tajam, aku segera menunduk. Ya ampun, aku.... aku benar-benar takut.

"Kamu kabur dari rumah, Arka?" Suara tenang itu terdengar, mengusir sunyi yang bertahan beberapa saat lalu semenjak kami memasuki ruangan itu. Kakek Arkana, Prama memang tidak mengetahui kejadian beberapa waktu ini karena beliau bersama dengan Nenek Arkana, Melati, pergi ke Singapura untuk menjenguk teman mereka yang tengah sakit.

"Iya." Sahut Arkana, tidak ada keraguan ataupun ketakutan dalam suaranya. Dan itu cukup membuatku sedikit tenang.

"Kenapa?"

"Arka ngga mau nikah sama Kyra, Kakek." Kepala Arkana yang sedari tadi sedikit menunduk terangkat, menatap kakeknya dengan mata menyorot tegas.

Papa Arkana menggeram, "Kamu itu har—"

"Keanu, kamu belum Papa izinkan bicara." Ucapan Pak Keanu langsung dipotong Kakek Pram. Lelaki yang masih tampak berwibawa di usia senjanya itu memberikan tatapan penuh peringatan ke putra sulungnya sebelum kembali memperhatikan Arkana dengan lekat. "Bukannya selama ini hubungan kamu dan Kyra baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba tidak ingin menikah?"

Can't Stop LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang