"KANA....!!!"
Suara teriakkan ku terdengar menggelegar, aku menatap kesal bayangan yang ada di depanku dengan wajah memerah. Ya ampun, lelaki itu benar-benar menguji kesabaran.
Tak lama setelahnya terdengar suara benda terjatuh diikuti kasak kusuk sebelum pintu kamar mandi terbuka, menampilkan wajah bangun tidur Arkana yang tampak meringis seraya mengusap-usap bokongnya. Ia mendekatiku yang tengah berdiri di depan wastafel dengan jalan diseret.
Kalau aku tidak sedang kesal, aku sudah pasti tertawa sekencang mungkin melihat penampilan Arkana yang tampak sangat kacau. Tapi sebisaku, aku berusaha mempertahankan wajah marahku kepadanya agar dia tahu kalau kali ini aku benar-benar jengkel tingkat maskimal.
"Kenapa? Kamu ngga papa kan?" Tanyanya khawatir dengan suara serak khas bangun tidur.
Aku berkacak pinggang, menatap Arkana tajam dengan bibir ditipiskan. "Ini apa?" Aku menunjuk leherku yang terdapat bercak merah keunguan dengan galak.
Mata Arkana mengerjap-ngerjap pelan, ia memfokuskan pandangannya ke arah yang aku tunjuk. "Apa?"
"Ini!" Aku mendekat, menarik rambutku ke atas agar bercak itu terlihat jelas.
"Ya ampun, Sya! Aku pikir kamu kenapa-kenapa!" Hembusan napas lega keluar dari mulut Arkana. Lelaki itu lalu mendudukkan dirinya di Toilet bowl cover seraya mengacak-acak rambutnya.
Lagi, aku mendekat dan berdiri tepat di depan Arkana masih dengan kedua tangan di pinggang. "Kana!" Ujarku kesal.
"Kenapa sih? Kemaren perasaan kamu ngga protes pas aku bikin itu di leher kamu." Sahutnya santai.
Oh my! Aku benar-benar kesal! Lelaki ini, aku bahkan tidak bisa berkata-kata untuk mendeskripsikannya.
"Aku mana tau kamu bikin kissmark!"
Kepala Arkana mendongak, ia menatapku polos dengan tampang tak bersalah. "Emang harus bilang dulu?"
Kesal, aku mencubit pipi Arkana sekuat mungkin untuk menyalurkan rasa jengkel ku kepadanya. Namun lelaki itu malah tertawa terbahak-bahak, membuatku semakin meradang. Sungguh, aku ingin sekali menendang lelaki ini ke Mars.
Tawa Arkana akhirnya berhenti ketika aku melepaskan cubitanku dan membalikkan badan, bersiap untuk segera pergi dari sana. Arkana menangkap tanganku lalu ditariknya mendekat. Tubuhku dibalik untuk kembali menghadapnya.
"Masih pagi lho, Sya. Jangan marah-marah, ntar rezekinya kabur." Arkana memeluk pinggangku erat, menyurukkan kepalanya di perutku lalu menggesek-gesekkan hidungnya di sana seraya menciumnya beberapa kali.
"Teriakan kamu gede banget, aku sampe jatuh dari kasur dengernya." Ucap Arkana sembari terkekeh pelan.
Aku mendengus. "Kamu sih cari masalah, ini gimana aku nutupinnya coba. Sekarang Senin lho, Ka kita harus kerja." Aku berusaha melepaskan belitan tangan Arkana dari pinggangku namun lelaki itu tidak mengizinkannya.
"Ya udah, ngga usah ditutupin. Bagus kok, harusnya kamu bangga aku bikin itu." Ujar Arkana santai.
"Bagus dari mananya coba? Aku kek digigit serangga gede!"
Suara kekehan Arkana kembali terdengar. "Udah deh, terima aja. Lagian kemaren kamu nikmatin aja pas aku bikin. Bahkan mendesah, 'Ka!'" Arkana menirukan suara desahanku.
Pipiku sontak memerah, teringat kejadian kemaren sore ketika Arkana membuat tanda itu. Untuk menutupinya, aku memukul pundak Arkana tanpa ampun.
"Kana! Nyebelin banget sih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop Loving
Romantizm(Welcome!!!) Memperjuangkan seseorang itu tidaklah mudah, terlebih jika dia telah mempunyai seseorang di sisinya. Tapi, kenapa rasa ini tidak pernah hilang? Kenapa hati ini tidak bisa berhenti mencintainya? __________________________________________...