Chapter 31

2.9K 139 3
                                    

"Ngga ada, Ka." Aku menghela napas lelah lalu mendudukkan diri di samping Arkana yang tengah bersantai di sofa.

Sepulangnya dari Battery Park, aku buru-buru membersihkan diri dan mencari ponselku ke setiap sudut kamar. Bahkan koper yang tadi pagi telah aku rapikan kembali berantakan akibat ku obrak-abrik, namun ponselku tidak juga menampakkan diri. Ini aneh, aku belum pernah sama sekali mengalami hal seperti ini. Setiap barang-barang kepunyaan ku, pasti aku jaga dengan baik.

Jika pun ponselku dicuri dan aku tidak sadar, itu juga tidak masuk akal karena dompetku juga di dalam tas. Jadi, kalau ada yang mencurinya, sudah pasti orang itu juga akan mengambil dompetku. Tapi kemana perginya ponselku? Aku sudah mencarinya namun ponselku benar-benar tidak ada di mana-mana.

"Ya udah, ikhlasin aja. Kita beli ponsel baru, ya?" Arkana memiringkan posisi duduknya, menarikku mendekat lalu mengecup dahiku pelan.

Mendengar hal itu, seketika aku langsung melototi Arkana. "Kamu ih!" Para lelaki memang selalu seperti itu, selalu menggampangkan sesuatu. Ini bukan masalah harga, namun aku merasa aneh karena sebelumnya aku belum pernah kehilangan seperti ini. Dan sungguh, aku ingin menjadikan segala sesuatu yang terjadi hari ini untuk pembelajaran di masa depan. Mangkanya aku ingin mengupas tentang masalah ponselku sampai tuntas.

Namun, ada satu hal yang patut ku syukuri. Semua file-file berharga yang ada di ponselku masih bisa ku akses karena aku menyimpannya di google drive. Cuman, untuk kontak yang ada di sana, aku tidak memiliki salinannya dan itu pasti akan membuatku repot ketika kembali ke Indonesia.

"Kenapa? Kok cemberut gitu?" Nah, terkadang Arkana itu bisa juga menjadi lelaki tidak peka yang menyebalkan.

"Ini tuh bukan masalah harga, Ka. Aku cuman merasa aneh aja, kok bisa sih handphone aku hilang. You know me, Kana. Aku bukan orang yang narok barang sembarangan." Aku menghela napas panjang kemudian menyandarkan tubuh ke sandaran sofa seraya melipat kaki. "Lagian, aku inget banget tadi pagi narok handphone ke dalam tas. Tapi kok bisa ngga ada ya? Aneh banget tau, Ka. Kalo ada yang nyuri pas aku ngga sadar, harusnya dompet aku juga hilang. Ini cuman handphone doang."

Sofa yang tengah aku duduki bergerak, sebelum aku sempat menoleh ke arah Arkana, sebuah pelukan hangat dari samping menghentikan ku. "Iya, aku tau kok kamu ngerasa aneh. Aku juga. Tapi bisa jadikan kalo ada orang yang nyuri? Apalagi di subway tadi aku juga sempat ketiduran sebentar." Arkana berbicara dengan lembut, tangannya yang melingkari bahuku naik ke kepala dan menariknya agar bersandar di bahu bidangnya. "Emang aneh kalo dompet kamu ngga ikutan hilang, tapi bisa jadi kalo orang yang nyuri itu cuman punya kesempatan ambil handphone kamu, kan? Aku ngga menggampangkan permasalahan ini, Sya. Ngga sama sekali. Tapi ngga ada yang bisa dilakuin selain mengikhlaskan dan jadikan pelajaran supaya kamu lebih hati-hati. Sekarang, aku mau kamu istirahat, kita udah seharian penuh diluar."

Apa yang Arkana ucapkan memang benar. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain mengikhlaskan. Jadi, masih dengan perasaan mengganjal, aku berusaha melupakan masalah ponselku yang raib entah kemana.

Kepalaku mendongak begitu teringat sesuatu. Aku pikir, tidak masalah menyinggung permasalahan yang selama ini berputar-putar di kepalaku, terlebih mood Arkana terlihat sangat baik. Namun meskipun begitu, ada sedikit keraguan di hatiku karena yeah, aku bukanlah tipe orang yang suka memaksa seseorang untuk menceritakan permasalahan mereka kepadaku. Apalagi permasalahan itu cukup sensitif untuk dibahas.

Tapi kalau diingat-ingat, permasalahan ini bukan hanya menyangkut Arkana seorang, namun termasuk aku yang tidak tahu menahu apapun selain cerita singkat Arkana ketika perayaan ulang tahun Mahaprana Corporation. Jadi, tidak masalahkan kalau kali ini aku ingin sedikit mendesak Arkana untuk bercerita?

Can't Stop LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang