"Akhirnyaaaa......" Mbak Ana bangkit dari kursinya yang berada tepat di sebelahku lalu melakukan peregangan ringan, melemaskan ototnya yang tegang karena sedari tadi terlalu fokus menatap laptop dengan tangan tidak berhenti bergerak lincah di atas keyboard.
Melihat hal itu berhasil meloloskan kekehan pelan dari mulutku. Harus aku akui, hari ini termasuk hari yang paling melelahkan selama menjadi sekretaris Arkana. Proyek besar bernilai miliaran rupiah yang hampir batal itu berhasil membuat aku dan Mbak Ana harus lembur. Merasa terlalu ribet jika di ruangan sekretaris, Mbak Ana memutuskan untuk mengerjakan segala surat perjanjian dan tetek-bengek lainnya yang berhubungan dengan proyek itu disalah satu ruang rapat. Dan disinilah kami sekarang, duduk bersisian dengan berbagai kertas bercecer di atas meja dan laptop yang masih menyala.
Mengikuti apa yang tengah dilakukan Mbak Ana, aku berdiri lalu menggeliat pelan. Kemudian membereskan berkas-berkas yang bercecer sesuai dengan kelompoknya dengan rapi di atas meja.
"Mbak duduk aja."
Pergerakan tangan Mbak Ana yang ingin ikut membantu terhenti, menatapku dengan cemberut, protes dengan larangan ku. Aku bukannya tanpa alasan melakukan hal itu. Tadi siang, ketika kami sedang makan siang, Mbak Ana membagikan informasi bahagianya kepadaku. Wanita itu tengah mengandung dan berita itu berhasil membuatku terpekik senang, aku sangat menyukai anak kecil.
"Mbak ngga boleh kelelahan, ini aja pasti udah bikin mbak capek banget. So-" Aku memegang bahu Mbak Ana dan mendudukkannya kembali di kursinya. "Mbak istirahat aja."
"Iya deh, iya."
Setelah membereskan semua berkas yang bercecer, mengirim hasil kerja kami ke email Arkana dan mematikan laptop, aku mengajak Mbak Ana beranjak dari ruangan itu. Tas kami masih di ruang sekretaris, jadi sebelum memutuskan pulang, aku dan Mbak Ana ke ruang sekretaris terlebih dahulu.
Lampu ruangan yang berada tepat di depan ruangan sekretaris masih menyala, menandakan Arkana juga belum pulang. Tanpa repot-repot pamit kepada Arkana karena jam kerja telah berakhir sedari tadi, aku dan Mbak Ana segera berlalu menuju lift.
"Kamu bawa mobil, dek?" Tanya Mbak Ana ketika kami telah menginjakkan kaki di lobi kantor.
"Ngga, Mbak. Mobil gue di pinjem Leta, kemaren ibunya masuk rumah sakit."
Tidak ada orang sama sekali di lobi, kecuali satpam yang bertugas di pintu masuk. Jam berapa sekarang? Aku sama sekali tidak melihat jam sedari tadi.
"Pulang sama gue aja deh, dek. Udah jam setengah satu."
What? Setengah satu? Ah, pantas tidak ada orang di lobi.
"Ngga usah, Mbak. Kita beda arah." Tolak ku halus.
"Ngga papa kok. Ngga baik anak gadis pulang malem-malem sendirian."
"Mbak, gue udah biasa kok pulang sendiri. Lagian gue ngga mau mbak kecapean, setelah ini harus langsung istirahat, ngga boleh mesra-mesraan sama Mas Ryan dulu. Kasian dedek bayinya." Aku terkekeh pelan ketika Mbak Ana menghadiahiku sebuah delikan ketika mendengar kalimat terakhirku.
Mbak Ana mendengus. "Kok lo jadi cerewet gini sih, dek?"
Ketika melewati pintu masuk, satpam yang tengah berjaga menyapa ramah. Aku dan Mbak Ana sontak juga balas menyapa ramah lalu mengangguk sopan.
"Gue ngga mau keponakan gue kenapa-kenapa. Udah ah, sono pulang. Mas suami udah nunggu tuh." Aku mendorong bahu Mbak Ana pelan, menunjuk seorang lelaki yang menyender di kap mobil seraya menatap ke arah kami.
Kepala Mbak Ana menoleh ke arah yang ku tunjuk sebentar lalu kembali menatapku. "Tapi janji ya harus jaga diri. Jangan kemana-mana, langsung pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop Loving
Romance(Welcome!!!) Memperjuangkan seseorang itu tidaklah mudah, terlebih jika dia telah mempunyai seseorang di sisinya. Tapi, kenapa rasa ini tidak pernah hilang? Kenapa hati ini tidak bisa berhenti mencintainya? __________________________________________...