Chapter 32

3.1K 135 2
                                    

"Ryota!" Aku terlonjak kaget begitu menyadari siapa yang berada di hadapanku. Ryota Katayose, salah satu aktor dan juga penyanyi yang berasal dari negara matahari terbit. Tapi tentu bukan kenyataan itulah yang membuatku terpekik senang, melainkan karena Ryota merupakan salah satu teman dekatku ketika berkuliah di ANU. Aku dan dia satu jurusan, juga satu kelas dibeberapa mata kuliah. Dialah yang menemani hari-hariku di kampus karena yeah, aku dan Arkana tidak satu jurusan jadi memiliki jadwal kuliah yang berbeda.

Masih terekam dengan jelas di otakku bagaimana lelaki itu mengajakku berkenalan sewaktu awal perkuliahan. Dia begitu percaya diri dan easy going, mungkin karena itulah juga Ryota bisa sesukses sekarang, menerima banyak penghargaan di dunia entertainment sebagai bentuk apresiasi hasil kerja kerasnya. Aku selalu mengikuti berita tentang lelaki itu dan hingga saat ini, citra di Ryota di Jepang maupun di luar Jepang sangatlah bagus.

Awal pertemanan kami, aku sedikit risih karena masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun keramahan Ryota berhasil meruntuhkan dinding yang awalnya aku bangun diantara kami. Pertemanan itu terjalin erat begitu aku dan Ryota mengambil grup orkestra yang sama. Terlebih lagi, ketika pekan seni di tahun pertama, kami berdua dipasangkan menjadi teman duet. Ryota memainkan violin sedangkan aku memainkan piano. Latihannya yang memakan waktu lumayan lama berhasil membuatku mengenal Ryota dengan baik dan yeah, aku nyaman berbagi cerita dengan lelaki itu. Berdiri di atas panggung bersama Ryota itu sangat menyenangkan. Dan aku merindukannya.

Dengan segera, aku bangkit lalu menghambur memeluk Ryota yang juga ikutan bangkit seraya merentangkan tangannya selebar mungkin, menyambutku dalam pelukan kemudian mengangkat tubuhku sedikit dan menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri. Perlakuannya itu berhasil mengundang tawa kecil kami berdua. Sungguh, ini terasa seperti pelukan ala Teletubbies.

"Mata aete ureshi, Sasya-chan." Ucap lelaki itu seraya terkekeh.

Aku melepaskan pelukan kami dan membalas senyuman Ryota. "Nice to meet you, too."

Ryota memandang wajahku dengan seksama."Beautiful as always." Pujinya dengan ekspresi yang selalu sama, mimik serius dengan senyum tertahan di bibir.

Lelaki keturunan Jepang ini memang senang sekali melemparkan kata-kata manis untukku. Awalnya, ketika pertama kali mendengar dia mengatakan kalau aku cantik, aku tersipu dengan pipi merona. Namun tentu saja itu tidak bertahan lama karena hampir setiap kami bertemu setelah pujian pertama, Ryota selalu melemparkan pujian yang isinya hampir sama. Dan hal itu lambat laun jadi terdengar lucu di telingaku. Apalagi ketika dia tersenyum manis, dia tampak semakin menggemaskan.

Lagi-lagi aku terkekeh. "Sweet-mouthed like always." Balasku tidak mau kalah, membuat sudut bibir lelaki itu ikut tertarik dan mengeluarkan suara kekehan pelan.

"Ehem!" Suara deheman keras menghentikan kekehanku dan Ryota. Aku menoleh dan mendapati Arkana berdiri tidak jauh dari posisiku dan Ryota yang tengah melepas rindu, raut wajah Arkana terlihat datar, sama seperti biasanya kalau dia bertemu dengan orang lain.

Melepaskan pelukanku dari Ryota, aku langsung berlari kecil ke arah Arkana, merangkul lengannya seraya mengajaknya untuk kembali duduk di kursinya, sedangkan Ryota memilih duduk di kursi sebelah Arkana. Pacarku itu tidak mengeluarkan suara sama sekali, melanjutkan makannya dalam keheningan. Melihat dari gelagatnya yang tidak mengatakan apapun saat melihat Ryota, aku yakin Arkana sudah mengetahui dari awal kalau Ryota berada di kota yang sama dengan kami.

Arkana memang selalu datar ketika bertemu siapapun, termasuk keluarga besar lelaki itu dan juga Ryota yang notabenenya bisa dibilang teman dekat Arkana. Namun meskipun begitu, aku sangat yakin dia enjoy setiap kali Ryota ikut nimbrung bersama kami, terlihat jelas dari gerak gerik lelaki itu. Terlebih lagi, ketika aku meninggalkan mereka berdua, Ryota bilang Arkana teman yang cukup asik. Oleh karena itulah Ryota tidak pernah kapok untuk mengganggu kami berdua.

Can't Stop LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang