Detik demi detik berlalu, entah sudah berapa lama aku termenung memperhatikan rintik hujan yang membasahi bumi. Awan mendung yang tampak dari kaca seakan-akan mewakili betapa kelamnya suasana hatiku.
Rahasia Arkana, aku tidak pernah membayangkan sekali pun hal yang tidak bisa diceritakannya kepadaku adalah tentang statusnya yang hanya anak angkat. Arkana sudah bisa berdamai dengan hal itu dan aku bersyukur karena dengan begitu dia bisa menjalani hidup lebih baik. Namun masalahnya, aku masih belum bisa.
Rasanya, sakit. Aku tidak bisa membayangkan perasaan lelaki itu ketika mengetahui kalau orang yang selama ini disayanginya dengan sangat bukanlah orang yang membuatnya hadir di dunia, ditambah lagi dengan orang tua kandungnya yang telah meninggalkannya untuk selamanya.
Lagi, air mataku jatuh begitu saja. Entah kenapa, rasanya sesak sekali. Terlebih mendengar bagaimana perjuangan lelaki itu untuk bisa bersamaku. Aku ingin marah kepada Tuhan, kenapa membuat hidup orang yang begitu ku cintai begitu menderita. Namun aku tahu, Tuhan itu Maha Adil dan pasti ada hikmah di setiap cobaan yang Dia kasih ke hamba-Nya. Semoga, kebahagiaan itu segera datang menghampirinya.
Hal yang paling ku takutkan, apa yang tengah begitu diperjuangkan Arkana saat ini tidak tercapai. Bukan, aku bukannya pesimis. Namun kita tetap harus melihat kemungkinan terburuknya, bukan? Dan aku sungguh tidak ingin Arkana terjebak antara memilih orang yang telah membesarkannya atau aku. Sungguh, aku tidak akan sanggup karena jika Arkana tidak bisa, akulah yang akan turun tangan dan itu akan kembali menyakitinya.
"Kenapa ngga tidur, hmm?" Sebuah pelukan diiringi kecupan di puncak kepalaku terasa.
Terburu-buru, aku mengusap pipi lalu mengatur napas. "Belum ngantuk, kamu kenapa kebangun?"
"Ngga ada kamu yang bisa dipeluk, tidur aku ngga nyenyak." Bisiknya seraya memperat pelukan.
Aku mendengus, namun tak ayal, tanganku mengusap tangannya yang ada perutku. "Dasar!"
Arkana terkekeh pelan, ia merenggangkan pelukannya lalu memutar tubuhku menghadapnya. "Masih mikirin yang tadi?" Tanyanya seraya mengusap bawah mataku dengan lembut.
Air mataku kembali berdesakan ingin turun, namun aku menahannya sebisaku dengan menggigit bibir. Semua kesedihan ini bukan karena aku kasihan kepada Arkana, lelaki itu paling benci dikasihani dan aku sangat tahu akan hal itu. Namun aku bersedih untuknya, murni karena aku peduli dan sakit mendengar dia pernah begitu terluka. Aku.... Aku sungguh tidak bisa menjabarkan apa yang tengah ku rasakan.
"Hey, sayang. Don't cry. Kamu harus bisa berdamai seperti aku yang udah bisa menerima goresan takdir dari Tuhan. Mama dan papa menyayangi aku begitu besar, dan aku bahagia."
Dan akhirnya, air mataku tidak bisa lagi ku tahan. Aku memeluk Arkana, erat. "Aku sayang kamu, sayangnya pake banget."
"Me too, babe." Sahutnya. Dan oh, aku sangat yakin lelaki dalam pelukanku ini tengah tersenyum lebar, terdengar jelas dari nada suaranya. "Tapi jarang-jarang lho, Sya kamu mau ngomong sayang. Gengsinya udah turun, ya?"
Mendengar hal itu, aku segera mencubit perut Arkana keras. "Kana, kamu jangan ngerusak suasana deh." Ujarku pura-pura sebal.
Arkana kembali terkekeh. "Mood kamu cepet banget berubahnya."
Mendengus, itulah yang ku lakukan sebagai jawaban, namun dalam hati aku mensyukuri segala sesuatu yang ada di dalam diri lelakiku ini. Arkana selalu bisa membuat perasaanku menjadi lebih baik.
Teringat akan sesuatu, aku mendongak tanpa melepas belitan tanganku dari pinggang Arkana. "Ka, jadi sampe sekarang mama sama papa kamu ngga tau kalo kamu tau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop Loving
Romance(Welcome!!!) Memperjuangkan seseorang itu tidaklah mudah, terlebih jika dia telah mempunyai seseorang di sisinya. Tapi, kenapa rasa ini tidak pernah hilang? Kenapa hati ini tidak bisa berhenti mencintainya? __________________________________________...