📌PART MASIH LENGKAP
⚠️ Cerita ini menimbulkan efek samping seperti, bengek berlebihan, sakit perut, sakit pipi, mengeluarkan air mata karena terlalu banyak tertawa, dan juga menimbulkan sensasi baper berkepanjangan⚠️
Perkenalkan, saya Atlas. Sebe...
Pre Order akhir Juni 2021 Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)
Part ini gue persembahkan buat kalian yang sudah spam komen, beneran tembus +400!
Kalian titisan apa?
Semoga di part ini semua juga bisa ikut komen ya dan gue harap para silent reader pada muncul 😁
Masa iya gak ikut komen, gak seru lah kalian. Sini komen biar kita sama-sama diuntungkan 😗
Cusss lah!
Baca bismillah dulu jan lupa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku masih menatap dia dengan penuh ketidak percayaan. Dan tunggu sebentar!
Suaranya sudah tidak asing lagi bagiku, mata sipitnya itu. Aku sering melihatnya.
"Hafsah?" panggilnya. Aku merunduk. Dia tahu namaku?
"Bagaimana?"
Otaknya baik-baik saja kan? Jika tadi memang benar lamaran, kenapa harus di tengah jalan seperti ini dan dari mana dia tahu komplek perumahanku? Dia penguntit?
Aku memberanikan diri untuk menatapnya lagi. "Kamu penguntit ya?!" mata sipitnya itu sedikit melebar. Mungkin karena terkejut dengan pertanyaanku.
"Aku Atlas, bukan penguntit," jawabnya dengan mimik wajah datar. Sedari tadi seperti itu, tak ada senyum sedikitpun.
"Maaf, aku mau pulang." Aku berjalan melewatinya begitu saja. Dan aku rasa dia mengikutiku.
Aku menoleh sejenak. Benar' kan, dia mengikuti langkahku.
Aku harus cepat sampai di rumah dan berharap dia tidak serius dengan ucapannya beberapa menit lalu. Ku ayunkan langkah lebih cepat.
"Jangan lari, nanti jatuh!"
Suaranya terdengar dekat sekali denganku dan ya, dia mampu menyeimbangi langkahku saat ini.
Dia manusia atau bukan sih? Kenapa langkahnya sangat cepat dan tidak tampak lelah saat mengejarku.
Aku menghentikan langkah di depan halaman rumah, dia pun sama.