Bab. 23

46.7K 6K 1K
                                    

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)




Hafsah dan Laras berjalan ke luar area mushala, tapi langkahnya harus terhenti karena kehadiran Falih.

“Lho, Pak Falih?” ucap Laras. Falih tersenyum.

“Panggil Kak saja, santai saja.”

“Baik.” Laras tersenyum begitupun Hafsah.

“Cari siapa Kak?” tanya Hafsah.

“Kamu Sah.” Hafsah mengerjap.

“Ada perlu apa ya?”

“Kamu bisa bikin kue’kan?” tanya Falih, Hafsah mengangguk.

Iya dirinya memang bisa membuat kue meski tidak banyak resep yang dikuasai, tapi hasilnya tidak mengecewakan.

“Mau ajak kamu kerja sama nih, buat acara seminar.”  Hafsah diam sejenak, otak bisnisnya mulai muncul, jika dia mengiyakan, maka otomatis akan mendapat bayaran, dan uangnya bisa untuk ditabung.

Hafsah tersenyum. “Boleh tuh Kak.”

“Alhamdulillah, kalau gitu kita ngobrol di kantin yuk. Sekalian makan siang.” Ajak Falih.

“Sama Laras juga’kan?”

“Iya, nanti kalau Cuma berdua, suami kamu bisa marah.”

Kemudian ketiganya berjalan menuju kantin. Memang benar, rezeki itu bisa datang dari mana saja, salah satunya dari hobi Hafsah

Hobi membuat kue dan rasanya juga enak, mampu mengantarkan dia pada ladang rezeki, meski hasilnya tidak begitu besar. Namun nilai mata uang itu sangat berharga untuk kehidupan kedepannya.

Hafsah jadi mempunyai pemikiran untuk membuka toko kue, karena semakin ke sini, toko bunganya semakin sepi.

Orang zaman sekarang jarang yang berminat pada bunga-bunga asli, mereka lebih memilih bunga imitasi yang tahan lama tanpa harus di rawat.

Kalau toko bunga tutup, Hafsah bisa mengubahnya menjadi toko kue, tapi semua itu harus perlu persetujuan Ummar tentunya.

Hafsah mencatat pesanan Falih. Dia harus membuat dua tipe kue. “Jadi kue basah ya?” tanya Hafsah.

“Iya, lemper isi abon dan satunya kue lapis legit saja,” balas Falih.

“Butuh berapa?”

“Masing-masing dua ratus,  bisa?”
Hafsah menatap Laras. “Kamu bisa bantu’kan Ras?”

“Bisa banget,” jawab Laras diakhiri senyum.

“Oke.”

“Untuk tanggal 15 ya Sah, kamu masih ada waktu lima hari lagi kok,” imbuh Falih. Hafsah mengangguk. Kemdian mereka mulai menghitung biaya pesanan makan tersebut, dan  Falih memberi uang muka pada Hafsah.

Rasanya Hafsah tidak bisa berhenti tersenyum, dia senang karena hobinya mampu menghasilkan sesuatu, dia yakin jika menceritakan ini pada Atlas, suaminya itu pasti bangga karena hobi Hafsah mampu bermanfaat untuk kehidupan mereka.

“Hafsah?” Hafsah menoleh.

“Kak Alif?” dia mengerjap bingung karena tiba-tiba ada Alif. Pasti kalau ada Alif akan ada Atlas.

“Dapat salam dari Atlas,” ucap Alif.

“Dia di sana?” tunjuk Alif dengan lirikan mata.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang