Bab. 21

54.6K 6.5K 1.3K
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)







Ummar menatap tajam Atlas, beliau menunda niatnya untuk pergi bersama Atlas ke rumah ustad Nuril.

“Kenapa sampai di dorong tadi?!” tanya Ummar galak. Atlas diam sejenak, sedari tadi dia duduk tegap di hadapan Ummar, sedangkan Hafsah. Duduk di samping Ummar.

“Tidak sengaja.”

“Kenapa tidak sengaja?”

“Kaget karena dengar suara Ayah,” jawab Atlas jujur.

Dalam hati, Atlas menyalahkan Ummar yang mengganggu jalannya prosesi adegan romantis yang jarang sekali hadir.

“Sudah Ayah, aku gak apa-apa kok. Lagian sudah tidak sakit.” Hafsah mencoba untuk meyakinkan Ummar, karena memang benar dia tidak merasakan sakit lagi akibat jatuh tadi.

Hafsah tidak tega melihat ekspresi Atlas yang tegang, terlebih suaminya itu duduk bagai prajurit perang yang tengah mendengarkan pidato dari Jendralnya.

“Katanya Ayah mau ajak Abang ke rumah ustad Nuril?” sambung Hafsah.

“Iya sih, cuma’kan Ayah perlu tahu alasan Atlas dorong kamu. Itu sudah melanggar kode etik sebagai suami dan istri. Bisa masuk daftar kekerasan dalam rumah tangga lho,” balas Ummar. Hafsah menghela napas pelan, dia menatap wajah Atlas yang semakin tegang saat ini.

“Maaf Ayah, tapi tadi saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Atlas sebagai pembelaan diri. Dia takut di pecat sebagai menantu Ummar.

“Ya sudah, kalau sampai kamu menyakiti Hafsah, Ayah bakal pecat kamu jadi menantu!” ancam Ummar. Atlas mengangguk.

Atlas tidak akan mencium ataupun memeluk Hafsah di luar kamar, takut ketahuan Ummar dan berakhir dengan rasa kaget yang akan menghantarkannya pada persidangan yang menyeramkan.

“Ayo ke rumah ustad Nuril.” Ummar bangkit, diikuti juga oleh Atlas dan Hafsah.

Baru akan melangkah keluar, tapi ada seseorang yang mengucap salam. Buru-buru Hafsah pergi ke ruang utama.

Ternyata orangtua Atlas yang datang, dengan senang hati Hafsah menyambutnya. Ummar dan Atlas ikut menyusul Hafsah dan menyambut kedatangan tamu penting di pagi hari.

“Silakan duduk Pak Atha, Bu Sarah,” ucap Ummar ramah. Orangtua Atlas pun menurut. Mereka juga menyerahkan sekeranjang buah dan kresek berisi camilan pada Hafsah.

“Saya buatkan teh dulu.” Hafsah pamit undur diri bersama Atlas. Suaminya itu terus mengekor Hafsah.

“Benar sudah tidak sakit?” tanya Atlas. Hafsah mengangguk.

“Abang jangan khawatir gitu, Adik sudah gak apa-apa kok.”  Hafsah membuka kresek berwarna putih itu dan mengeluarkan isinya.

“Kue bantal,” celetuk Atlas saat melihat salah satu makanan kesukaannya.

“Abang suka ya sama kue bantal?”

“Iya.”

“Adik belum hafal makanan favorit Abang, selain kue bantal.  Abang suka apa lagi?” tanya Hafsah sambil mengambil piring untuk menaruh kue bantal pemberian mertuanya.

“Kamu,” jawab Atlas polos. Hafsah tersenyum.

“Maksud Adik itu, makanan.”

“Apa yang kamu suka, Abang suka,” balas Atlas dan membuat Hafsah gemas. Di beralih untuk membuat teh hangat.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang