Bab. 20

53.9K 6.4K 1.2K
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)







Hafsah mengerjap, menatap keempat laki-laki yang ada di hadapannya.  Dia mulai berpikir, kalau Atlas dan Randi gay. Berarti Bagus dan Alif juga, mengingat mereka selalu bersama-sama setiap waktu.

Mata Hafsah membulat sempurna, dia menikah dengan laki-laki yang salah? Bisa saja Atlas menutupi kelainannya itu dengan cara menikahi Hafsah agar Atlas mampu lolos dari amukan keluarganya.

Kejadian saat Atlas akan melakukan suatu hal itu padanya pun terlintas dalam otak.  Hafsah bergidik ngeri, untung saat itu dia menangis.

“Dik?” panggil Atlas. Hafsah sedikit menjauh dari Atlas. Perempuan itu tampak ketakutan saat menatap suaminya.

“Kalian berempat gay?” tanya Hafsah sambil menatap satu persatu empat laki-laki itu.

“Hah?!” Alif dan Bagus tampak terkejut.

Mereka terkejut atas tuduhan Hafsah, dan kenapa Hafsah menuduh seperti itu. Alif dan Bagus langsung menatap tajam Randi. Randi hanya melempar senyum, dia rasa Hafsah benar-benar masih polos.

“Kata siapa?” tanya Bagus. Hafsah menunjuk Randi ragu-ragu.

“Astagfirullah…” desis Alif dan Bagus. Randi justru tertawa puas.

“Hafsah, kalau siluman kerbau  ini ngomong yang tidak-tidak, jangan percaya! Hoax itu. Kita normal semua,” ucap Alif.

“Benar, kita normal. Buktinya Atlas sudah menikah dengan kamu’kan?” sambung Bagus.

“Tapi——"

“Demi Sun Gokong yang tengah mencari kitab suci. Hafsah polos banget.” Randi tertawa membuat Hafsah bingung.

“Bercanda Dik Hafsahnya Peta,” imbuh Randi.

“Jadi normal?”

“Iyalah!” jawab Randi mantap. Bagi Randi, Hafsah itu mirip Atlas dalam segi kepolosan.

Hafsah mendongak menatap Atlas, pun sebaliknya. “Ayo beli mie ayam,” ucap Hafsah polos membuat Atlas ingin mencubit kedua pipi istri, tapi dia tahan karena masih di tempat umum, apalagi ada para sahabatnya.

“Kita udah beliin buat kalian dan Ayah Hafsah kok,” timpal Bagus. Atlas dan Hafsah langsung menatap Bagus.

“Kita niatnya mau main ke rumah Hafsah,” imbuh Alif. Hafsah tersenyum, anatara menahan malu akibat menuduh gay dan tidak enak hati karena sudah dibelikan mie ayam.

“Terima kasih,” ucap Hafsah dengan diakhiri senyum.

Setelah pembicaraan yang membuat Atlas cukup naik darah, dia dan Hafsah bergegas pulang, diikuti juga oleh tiga sahabatnya itu. Atlas berdoa dalam hati.

Semoga Randi tidak membuat ulah di hadapan Ayah mertuanya nanti, mengingat Ummar adalah tipe manusia serius, bukan seperti Papanya.

Hafsah memeluk perut Atlas dengan erat, dia mengajak Atlas berbicara di sepanjang jalan.

“Maaf ya,” ucap Hafsah.

“Hmm…”

“Abang marah?”

“Enggak.”

Hafsah menumpukan dagunya di bahu kanan Atlas, dia tersenyum tipis. Jadi seperti ini rasanya di bonceng oleh suami.

“Abang?”

“Iya?”

“Cuma manggil aja hehe…” Hafsah tertawa pelan. Dari balik kaca helm,  Atlas mengulas senyum.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang