Bab. 19

50.8K 6.1K 974
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)











Hafsah mengoleskan minyak aroma terapi di bagian leher Atlas, lalu menyuruh sang suami untuk menggerakkannya secara pelan.

Sesuai dengan ajaran dari kegiatan PMI , Hafsah mengingat akan satu materi tentang sakit leher.  Saat leher terasa sakit, bukan berarti kamu tidak boleh menggerakkannya. Pastikan kamu banyak melakukan latihan otot leher ringan dengan cara menggerakkannya secara perlahan secara rutin setiap hari. Kamu bisa melakukan gerakan melingkar agar otot-otot leher yang tegang bisa kembali merenggang.

“Udah enakan?” tanya Hafsah. Atlas mengangguk pelan. Sangat pelan.

“Masih sakit tapi.”

“Iya pelan-pelan, nanti juga sembuh.” Hafsah menatap Atlas dari samping, rasanya dia ikut merasakan sakit yang Atlas rasakan.

“Tadi Ayah tanya kenapa Abang tidak salat di masjid,” ucap Hafsah. Atlas tampak panik. Dia takut Ummar tahu masalah sakit leher yang dia rasakan akibat hasil duduk tegap semalam.

“Adik jawab jujur?” tanya Atlas. Hafsah mengangguk.

Atlas menghela napas pelan, ya sudahlah, nasibnya memang harus seperti ini, dia harus rela menahan malu nanti jika bertemu Ummar.

“Abang?”

“Hmm…”

“Kenapa harus kaku sih kalau sama Ayah?” Atlas menoleh ke arah Hafsah secara perlahan.

“Maksud Adik, itu——"

“Iya, nanti Abang coba rileks kalau sama Ayah,” sela Atlas. Hafsah merunduk, menghindar dari tatapan Atlas.

Atlas memajukan kepala dan menumpuhkannya pada bahu kanan Hafsah. Hafsah sedikit menegang atas tindakan Atlas, tapi dia berusaha rileks.

“Kalau sepeti ini, gak takut’kan?” tanya Atlas dengan posisi yang masih sama.

“Enggak,” jawab Hafsah pelan.

Pelan tapi pasti, Atlas melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Hafsah. Atlas juga setengah tidak sadar karena memeluk sang istri secara tiba-tiba.

Dengan ragu, Hafsah membalas pelukan Atlas.
Ini kali pertama keduanya berpelukan.

Hening, tak ada yang mulai berbicara.  Keduanya larut dalam rasa nyaman yang tiba-tiba menyeruak dalam diri.

Tangan Hafsah naik dan mengelus rambut Atlas dengan penuh kasih sayang, dia mencintai Atlas seperti Atlas mencintainya, dia menghormati Atlas seperti Atlas menghormatinya.

Hafsah bersuyukur memiliki Atlas, dia juga berterima kasih karena Atlas mau tetap tinggal bersama Ayahnya juga.

“Adik gak lagi masak’kan?” tanya Atlas.

“Enggak, sarapannya sudah siap.” Kembali hening hingga akhirnya Hafsah mengingat sesuatu.

“Astagfirullah…” dia mendorong tubuh Atlas kasar, menyebabkan tubuh suaminya jatuh terlentang di tengah kasur.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang